Oleh: Dian Yuniar
Milenial berkata: “Emang boleh, menyesal setelah mati?”
Seperti yang kita ketahui, Allah menjamin rezeki tiap-tiap makhluk-Nya, bahkan binatang melata pun dijamin oleh Allah rezekinya. Bagaimana tidak, bahkan seekor cicak dan seekor nyamuk yang cara hidupnya sangat jauh berbeda, yang satu berpegangan erat dengan kaki-kakinya, dan yang satu lagi terbang dengan sayap mungilnya yang tipis dan terkesan rapuh. Akan tetapi, keduanya bisa dipertemukan di satu tempat yang sama, yaitu dinding, dan selanjutnya kita tahu apa yang akan terjadi antara keduanya.
Begitulah cara Allah menjamin rezeki makhluk-Nya, seperti yang difirmankan dalam Quran surah Hud ayat 6 yang artinya: “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).”
Namun, untuk makhluk-Nya yang bernama manusia, Allah menjamin rezeki dari banyak jalan, yang bahkan kita mungkin tidak membayangkannya, tetapi nyata adanya.
Takaran Allah dalam memberi rezeki pun tidak sama, dan itu menjadi rahasia-Nya, sama seperti jodoh dan kematian yang tidak pernah kita ketahui bagaimana dan dari mana datangnya.
Terkadang tanpa menyadari esensi dari mana harta kita berasal, keseharian yang kita lalui seperti rutinitas berulang, bekerja setiap hari, menjadi pegawai, pedagang, pengusaha, sampai tukang dan kuli, tujuannya sama, yaitu mencari rezeki, dan Allah memberi rezeki dari apa yang kita usahakan.
Namun, sadarkah kita bahwa Allah tidak hanya memberi rezeki dari apa yang kita usahakan, tetapi juga dari apa yang kita sedekahkan, dan ini adalah keistimewaan yang sudah dijanjikan oleh Allah dalam Quran surah Al-Baqoroh 245 yang artinya: “Barangsiapa yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”
Sebenarnya Allah memberi kita rezeki yang tidak sama bukan melihat dari pekerjaan kita semata, tetapi juga dari apa yang kita sedekahkan, bukan dari kemampuan, melainkan dari kemauan kita untuk bersedekah.
Allah juga mengingatkan pentingnya sedekah itu pada saat kita masih hidup, karena setelah kematian, yang kita dapati hanya penyesalan saja. Seperti yang difirmankan dalam Quran surah Al Munafiqun: 10 yang artinya: “Wahai Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda [kematian]ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah……”
Tidaklah orang yang sudah mati menyebutkan “sedekah” kecuali karena dia melihat besarnya pahala dan imbas baiknya sedekah setelah dia meninggal.
Karena seorang mukmin akan berada di bawah naungan sedekahnya.
Rasulullah Muhammad SAW bersabda, ” Setiap orang akan berada di bawah naungan sedekahnya, hingga diputuskan perkara-perkara di antara manusia.” (HR. Ahmad)
Dan, bersedekah atas nama orang-orang yang sudah meninggal itu sangat bagus, karena sesungguhnya mereka sangat berharap kembali ke dunia untuk bisa bersedekah dan beramal shalih.
Dari Aisyah radhiyallahu anha bahwasanya ada seseorang mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam, kemudian dia mengatakan:
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku tiba-tiba saja meninggal dunia dan tidak sempat menyampaikan wasiat padaku. Seandainya dia menyampaikan wasiat, pasti dia akan mewasiatkan agar bersedekah untuknya. Apakah Ibuku akan mendapat pahala jika aku bersedekah untuknya? Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Iya”. (HR. Bukhari & Muslim).
Dian Yuniar
Anggota Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial PCM Ngagel Surabaya