19 Desember 2024
Surabaya, Indonesia
Berita

Jauhkan Sepak Bola dari Politik, Jargon FIFA Hanya Omong Kosong

Presiden FIFA Gianni Infantino (JOHAN ORDONEZ/AFP)

Malang, KLIKMU.CO – FIFA secara resmi menyatakan Indonesia batal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 pada 29 Maret 2022 lalu. Keputusan FIFA itu diduga terjadi karena penolakan dari sejumlah pihak di Indonesia atas keikutsertaan tim nasional (timnas) Israel. Hal itu juga menjadi polemik dan perbincangan di berbagai media sosial.

Hal itu juga mengundang komentar dan pendapat dari dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Hafid Adim Pradana MA. Ia yang menjadi pemateri di UMMTalks mempertanyakan mengapa penolakan tersebut tidak dilakukan sejak timna Israel dinyatakan lolos kualifikasi.

Hafid mengatakan, batalnya Indonesia menjadi tuan rumah tentu saja memberikan kerugian di berbagai sektor. Secara diplomatik, Indonesia akan memiliki citra yang kurang baik di mata internasional.

“Karena nasi sudah menjadi bubur, kita harus tetap menghargai dan menghormati keputusan FIFA. Sayangnya, Indonesia akan selalu diingat sebagai negara yang gagal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20,” ungkap Hafid.

Lebih lanjut, sektor ekonomi juga mengalami kerugian akibat batalnya Indonesia menjadi tuan rumah. Apalagi dalam dua tahun terakhir, pemerintah telah menggelontorkan biaya yang tidak sedikit. Baik itu untuk membangun fasilitas baru maupun memperbaiki infrastruktur yang ada.

Satu hal penting yang menjadi kerugian terbesar adalah gagalnya tim nasional Indonesia U-20 untuk ikut serta dalam ajang sepak bola bergengsi tersebut. Mengingat kesempatan timnas Indonesia untuk tampil di Piala Dunia didapat berkat terpilih menjadi tuan rumah.

Hafid juga menggarisbawahi pernyataan resmi FIFA di paragraf kedua. Yakni, pembatalan Indonesia menjadi tuan rumah secara tidak langsung mengarah pada kejadian kelam sepak bola Indonesia pada Oktober tahun lalu.

“Saya rasa, meskipun FIFA tidak pernah memberikan statemen ke publik, pastinya FIFA tetap mengamati perkembangan hukum dan penanganan kejadian Kanjuruhan. Menurut saya, bisa dikatakan negara ini tidak begitu serius menangani persoalan terkait,” katanya.

Dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Hafid Adim Pradana MA. (Humas UMM/KLIKMU.CO)

Hal lain yang menjadi pembahasan batalnya Indonesia menjadi tuan rumah adalah adanya penerapan standar ganda yang dilakukan FIFA. Hal tersebut sangat jelas terlihat pada Piala Dunia 2022 yang digelar di Qatar. Saat itu Rusia melakukan invasi ke Ukraina sehingga menjadi polemik dan juga isu global.

“Saat itu FIFA memberikan sanksi kepada federasi Rusia dengan mendiskualifikasi timnas Rusia dan tidak memperbolehkan bendera, nama, hingga atribut Rusia terpajang di gelaran itu,” terang Hafid.

Menurut Hafid, jika memang FIFA bersikap tegas pada Rusia, seharusnya hal tersebut juga diberlakukan sama kepada Israel karena telah memulai konflik dengan Palestina. Namun, sikap itu tidak dilakukan oleh FIFA. Alasan besarnya adalah karena asosiasi FIFA dibentuk dan didirikan oleh negara-negara Barat.

“Jadi, jargon FIFA yang mengatakan sepak bola harus dipisahkan dengan politik itu hanya omong kosong,” tegas Hafid.

Terakhir, Hafid menyampaikan bahwa Indonesia harus mengambil pelajaran dari keputusan ini. Hal tersebut juga menjadi sanksi bagi dunia persepakbolaan indonesia. Sudah saatnya pemerintah dan PSSI memiliki komitmen untuk memperbaiki kualitas sepak bola yang ada.

“Jangan jadikan sepak bola sebagai ajang berpolitik. Adapun jika nanti kembali ingin menjadi tuan rumah event olahraga besar, ada baiknya untuk melakukan komunikasi dengan berbagai pihak untuk mencapai pemahaman yang sama. Sehingga peristiwa ini tidak terulang,” saran Hafid. (Wildan/AS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *