Jerman sebagai Poros Teknologi Canggih Dunia

0
119
Jerman sebagai Poros Teknologi Canggih Dunia. (Ilustrasi: news.cv-gen.com)

Oleh: Ace Somantri

KLIKMU.CO

Siapa yang tidak kenal Jerman sebagai negara yang terkenal dengan produsen mesin-mesin berteknologi hebat dan canggih? Manusia terpintar di Indonesia, BJ Habibie, seorang teknokrat kaliber dunia, menggembleng diri sebagai ilmuwan mentransfer keilmuan teknologi di Jerman. Begitu pula hampir dipastikan produk-produk berkualitas sains dan teknologi berkelas dan berlisensi dunia, Jerman salah satu negara yang memiliki reputasi internasional yang dapat dipertanggungjawabkan.

Hal tersebut bukan tanpa sebab dan alasan. Saat Jerman menjadi salah satu negara termaju dalam teknologi modern sejak generasi awal hingga kini, sekalipun banyak muncul negara-negara lain berusaha untuk bersaing dalam hal kecanggihan teknologi mesin dengan Jerman, tampaknya tidak mudah. Selain ilmuwannya memiliki karakter berprestasi tinggi, juga ada nilai historis yang benar-benar harus diketahui banyak orang, khususnya para penggemar ilmu pengetahuan di Indonesia.

Jerman negara dalam peta dunia berada di daratan Eropa, kiprahnya sebagai sebuah bangsa di dunia telah menjadikan negaranya sebagai kiblat teknologi modern. Hampir dipastikan produk-produk teknologinya sangat unggul sehingga di pasaran dunia laku dengan penawaran sangat tinggi.

Seperti diketahui, di antaranya inovasi teknologi Jerman yaitu sinar X, sebuah mesin pendeteksi penyakit dengan cahaya; mesin jet untuk pesawat terbang dan lainnya; mobil yang terkenal Mercedes-Benz yang sangat mahal karena kecanggihannya, dan banyak lainnya. Dapat dikatakan tak pernah berhenti terus berinovasi berbagai mesin-mesin untuk kebutuhan manusia dalam membantu peningkatan produktivitas kinerja manusia di dunia.

Jerman sebagai poros dunia dalam teknologi ilmu pengetahuan dengan varian-variannya. Ada beberapa karakter masyarakat Jerman yang telah menjadi sikap dan sifatnya. Yaitu, pertama, tidak pernah puas dalam berinovasi yang telah dibuat dan dikerjakan. Hal itu memang karakter yang seharusnya dimiliki semua manusia di dunia agar terus berkarya. Kedua, prioritas kualitas pendidikan. Sikap negara yang mendahulukan kualitas pendidikan dengan menghargai ilmuwan yang berinovasi menjadi hal utama di Jerman. Napas ini dalam Islam sudah diisyaratkan pada wahyu pertama Allah Ta’ala yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad SAW: Bacalah dengan menyebut nama Rabbmu yang telah menciptakan.

Tak pernah berhenti berkreasi dan berinovasi, tidak ada kata dan kalimat menyerah dan putus asa dan tidak ada istilah malas dalam kamus kehidupan. Rasa penasaran senantiasa ada dalam benak pikiran, penuh tanda tanya yang banyak dalam jiwa dan berusaha ingin mengetahui banyak hal apa pun yang terjadi masa lampau, saat ini dan masa yang akan datang. Manusia diciptakan berbarengan dengan instrumen utama sebuah akal nalar, tidak ada alasan segala hal yang terjadi di alam semesta tidak ada rumus atau kaidahnya.

Masalah pasti ada dan akan selalu muncul selama manusia menghuni bumi. Hal itu bagian dari hak alami dalam kehidupan. Akan tetapi, dari peristiwa ke peristiwa yang terjadi sebenarnya adalah sumber inspirasi dan petunjuk nyata untuk sebuah karya inovasi bagi yang berpikir sehat. Tidak ada satu pun masalah atau permasalahan yang muncul tidak menjadi inspirasi pengetahuan dan teknologi bagi kehidupan manusia, tidak ada satu pun juga yang ada di bumi dicipta Ilahi Rabbi sesuatu yang menzalimi dan tirani, melainkan karena emosi manusia yang tidak terkendali melampaui batas-batas kaidah alami.

Masyarakat dan warga dunia di mana pun negaranya tidak luput dari masalah, namun bukan berarti setiap masalah tidak ada solusinya. Sisa-sisa dari kegiatan manusia dan hewan dikenal dengan istilah sampah dan limbah yang memiliki konotasi buruk. Hal tersebut selama berabad-abad lamanya telah terbentuk sisa aktivitas manusia menjadi materi yang menimbulkan keburukan terhadap kehidupan. Sangat yakin peristiwa tersebut karena keterbatasan dan kelemahan manusia yang harus disadari, bahwa manusia dari generasi ke generasi harus ada perkembangan ilmu pengetahuan sains dan teknologi bertransformasi pada era yang lebih maju dan memajukan.

Andaikan hari ini perihal sampah atau limbah masih menjadi masalah, artinya kemajuan generasi tidak signifikan. Sekalipun ada sebagian kecil masyarakat yang sudah melakukan sirkular terhadap seluruh kehidupan alam yang saling memajukan dan menguntungkan semua pihak, hal itu dikembalikan kepada kelompok atau komunitas manusianya. Termasuk Jerman sebagai negara paling juara dalam mengolah atau mendaur ulang berbagai benda bekas atau limbah menjadi berbagai varian bahan baku dan bahan jadi pada produk-produk berkualitas dunia. Sebut saja limbah logam, Jerman menyulap menjadi bahan komponen kendaraan otomotif hingga menurut sebagian informasi teknologi kendaraan otomotif mampu mengalahkan desain teknologi yang dibuat Tesla. 

Ada kata kunci dalam penjelasan di atas, bahwa limbah atau sampah juga menjadi inspirasi perkembangan ilmu pengetahuan teknologi canggih nan hebat. Bahkan sebagai sumber energi terbarukan, jadi hal ihwal terkait sampah hingga saat ini faktanya menjadi sumber permasalahan bukan terletak pada sampahnya, melainkan pada manusia yang seharusnya memiliki kesadaran akan  tanggung jawab, kecepatan berpikir membuat rencana tepat hingga kecepatan antisipasi segala hal yang akan terjadi di kemudian hari.

Paling tidak, saat dinobatkan sebagai makhluk yang berpikir (hayawan an-nathiq) di antara deretan makhluk hidup lainnya, apa pun yang ditimbulkan dari dirinya dapat dijadikan hal bermanfaat, bukan malah mendatangkan keburukan. Lantas apa fungsi akal saat masalah yang terdapat dalam dirinya tidak dapat diselesaikan?

Secara faktual tidak dapat dimungkiri, benar kata seorang ilmuwan sufi pernah berujar: “Kenalilah dirimu maka akan mengenali siapa Rabbmu”. Memang tidak mudah, namun juga bukan berarti tidak bisa selama berupaya keras untuk berpikir maju dan memajukan.

Kembali pada inti pembahasan, bahwa kenapa Jerman memiliki karakter visioner yang maju, padahal sama-sama makhluk Allah Ta’ala? Pernah diskusi dengan salah satu mahasiswa filsafat UGM, bahwa Jerman memiliki banyak tokoh-tokoh filsuf ternama yang terkenal dalam belantika peradaban ilmu setelah atau pasca abad pertengahan, sebut saja Immanuel Kant, Nietzsche, dan Karl Marx yang sangat kesohor teori-teorinya sehingga banyak menjadi rujukan para pelajar di dunia di abad ini di berbagai bidang dan rumpun ilmu. Kemudian apa hubungan para filsuf tersebut dengan kemajuan sains dan teknologi negara Jerman yang tetap bertahan menjadi negara poros dunia dalam inovasi teknologi?

Semoga tidak salah, konsistensi yang ditunjukkan Jerman dalam menegakkan kerangka ilmu benar-benar atas akar filosofi yang sangat kuat dan ajek, maka kebijakan dalam membuat sistem pendidikan bukan sekadar “how to” secara praktis, melainkan dengan fondasi ilmu yang sarat dengan kekuatan akar-akar berbagai bidang ilmu dan sains manakala dikembangkan. Konsistensi dan istikamah terhadap rujukan teori dari akar ilmu yang jelas rasionalitas dan objektivitasnya dapat dipertanggungjawabkan.

Teknologi hari ini fokusnya lebih kepada pengembangan, para pembelajar di kampus-kampus kecenderungan dijejali menguasai hal-hal praktis mekanistik. Nyaris tidak ada stimulan informasi bagaimana akar ilmu itu berperan membangun bidang ilmu atau pun sains. Hal itu terlihat pada bidang ilmu sains dan teknologi yang kembangkan bermacam varian program studi tidak dikenalkan akar ilmu secara metodologis. Cukup heran kenapa para pembelajar di fakultas berbasis sains dan teknologi dalam kurikulum tidak dikenalkan akar dan sumber ilmu sebagai basis metodologi untuk mengukur kedalaman ilmu yang dikembangkan, khususnya kurikulum di tingkat program sarjana?

Yang dimaksud tersebut, tidak ada mata kuliah secara khusus yang membahas dan menginformasikan dasar-dasar fioisofi sumber, kerangka, dan nilai guna dari setiap ilmu yang dikembangkan seperti yang dikenal di beberapa program studi sosial dan agama disajikan dalam kurikulumnya terdapat mata kuliah Filsafat Ilmu. Padahal, hampir dipastikan semua basis varian jenis ilmu sains dan teknologi seperti matematika, fisika, statistika, kalkulus, dan yang sejenisnya muncul dari rumus dan teori-teori yang buat oleh para filsuf.

Begitu pun sangat yakin, bahwa Jerman benar-benar membangun keilmuan dengan konstruksi ilmu yang jelas dan ajek dari para pemikir (filsuf) dengan akar keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan. Sementara di Indonesia dengan ganti-ganti kurikulum mengindikasikan “tidak ajek” akar keilmuan yang menjadi fondasi dan konstruksi sistem pendidikan. Malah yang lucu lagi, beredar luas di kalangan masyarakat muslim mempelajari filsafat harus dihindari karena membahayakan.

Percaya ataupun tidak, para pembelajar Indonesia jikalau berharap memiliki sikap pemahaman kritis dan selalu penasaran. Maka berikanlah mata kuliah yang menambah wawasan hal ihwal akar semua ilmu. Perlu diketahui pada saat pemikiran ilmu keislaman mengalami kemunduran, itu terjadi sejak adanya isu “tertutupnya pintu ijtihad” yang mengakibatkan para pembelajar banyak terkerangkeng dengan sikap jumud yang terbentuk paradigma paham ajaran Islam “digmatis dan doktriner” yang berakhir tragis karena banyak pembelajar menangis gegara tidak diberi ruang kritis.

Hal yang sama dalam bidang ilmu sains dan teknologi mengembangkan ilmu tak ubahnya seperti robot yang penurut tergantung yang mengendalikannya karena nalar kritisnya banyak tercerabut dengan sistem belajar fokus kepada pertanyaan “what” dari pada kata “why” sehingga ruang dialogis semakin sempit. Kampus-kampus pada mulanya sebagai pusat panggung kritis sudah bergeser menjadi panggung penyedia pekerja dan buruh industri. Bagaimana para pembelajar berinovasi teknologi, sementara stimulasi wawasan berpaham kitis tidak diberikan sehingga daya kritis mahasiswa hanya sebuah mimpi. Wallahu’alam.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini