Jihad Muhammadiyah vs Politik Uang

0
157
Suyoto alias Kang Yoto, mantan Bupati Bojonegoro. (beritabojonegoro.com/)

Oleh: Suyoto alias Kang Yoto

Menjelang Pemilu 2024, Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PWM Jatim cukup aktif menggalang dukungan buat calegMu. Sebuah ikhtiar politik yang menarik di tengah pencarian peran politik Muhammadiyah yang lebih presisi dalam demokrasi liberal.

Sayangnya, hasil pemilu tidak seperti yang diharapkan. Jumlah calegMu yang lolos tidak seperti yang diharapkan. Pelbagai jawaban dicari, salah satu yang mengemuka: calegMu kalah disapu oleh politik uang.

Tentu saja jawaban ini muncul dilatarbelakangi kesadaran bahwa jumlah pemilih Muhammadiyah di satu dapil dinilai belum cukup menjadi satu kursi sehingga perlu perluasan basis dukungan ke luar warga Muhammadiyah. Apakah calegMu tidak cukup modal atau calegMu tidak mau belanja suara? Belum ada yang menyampaikan datanya.

Politik Uang Lebih Masif

Namun, hampir tidak ada yang membantah bahwa transaksi politik uang dalam Pemilu 2024 jauh lebih masif dan dalam nilai rupiah yang lebih tinggi dibanding pemilu sebelumnya. Publik yang apolitik tidak pernah berpikir dampak atas politik uang ini pada kualitas kebijakan publik.

Tentu berbeda dengan organisasi dakwah seperti Muhammadiyah, baik secara visi misi dan standar moral membayangkan adanya kualitas ummatan wasathan, masyarakat Islami dan madani.

Bagaimana menghadapi situasi ini? Jelas tidak cukup dengan imbauan moral untuk mengubah keadaan ini. Memahami akar masalah politik uang di negeri ini jelas diperlukan upaya sistematis, terstruktur, dan masif. Penyebab politik uang mencakup dimensi struktural, kultural, dan kombinasi keduanya.

Secara umum penyebab politik uang teridentifikasi sebagai berikut:

Kultur Politik yang Transaksional

Sejarah dan budaya politik Indonesia yang kerap kali menempatkan uang sebagai alat untuk mendapatkan dukungan politik masih kuat. Banyak pemilih yang terbiasa dengan praktik menerima uang atau barang dari kandidat sebagai bentuk “balas jasa” atas dukungan mereka.

Tingkat Kemiskinan dan Ekonomi yang Lemah

Kemiskinan dan kesenjangan ekonomi membuat banyak orang lebih rentan terhadap praktik politik uang. Mereka mungkin melihat uang yang ditawarkan sebagai bantuan langsung yang sangat mereka butuhkan daripada melihat dampak jangka panjang dari praktik tersebut terhadap kualitas demokrasi.

Kurangnya Pendidikan Politik

Rendahnya tingkat pendidikan politik di kalangan masyarakat menyebabkan pemahaman yang terbatas tentang pentingnya memilih berdasarkan program dan kapabilitas kandidat. Ini mempermudah politik uang karena banyak pemilih tidak menyadari atau tidak peduli dengan implikasi negatifnya.

Kurangnya Penegakan Hukum

Penegakan hukum yang lemah terhadap praktik politik uang membuat banyak kandidat merasa bebas untuk melakukannya tanpa takut konsekuensi hukum yang serius. Meskipun ada aturan yang melarang politik uang, pelanggarannya sering kali tidak ditindak dengan tegas.

Kompetisi Politik yang Ketat

Kompetisi politik yang sangat ketat membuat kandidat merasa perlu menggunakan segala cara untuk memastikan kemenangan. Politik uang menjadi salah satu strategi yang dianggap efektif untuk menarik dukungan cepat dan langsung.

Pengaruh Elite dan Oligarki

Pengaruh kuat dari elite politik dan oligarki yang memiliki sumber daya besar juga memainkan peran penting dalam menyebarkan politik uang. Mereka menggunakan kekayaan mereka untuk memengaruhi hasil pemilu dan menjaga kepentingan mereka tetap terlindungi.

Secara keseluruhan, meningkatnya politik uang di Indonesia adalah hasil dari kombinasi faktor budaya, ekonomi, pendidikan, penegakan hukum, dan dinamika politik yang kompleks. Upaya untuk mengatasi masalah ini memerlukan pendekatan yang menyeluruh dan berkelanjutan, termasuk peningkatan pendidikan politik, penguatan penegakan hukum, dan upaya pemberantasan kemiskinan.

Muhammadiyah memaknai jihad sebagai usaha yang sungguh-sungguh dengan jiwa, pikiran, harta, tenaga, dan segala ikhtiar untuk memajukan kehidupan umat dan bangsa. Jihad ini dijalankan Muhammadiyah demi mewujudkan cita-cita Indonesia.

Dalam tantangan membangun demokrasi seperti sekarang, diperlukan fokus berpikir dan bergerak secara cerdas dan cermat baik secara individu, organisasi, dan kolaborasi kebangsaan dalam menjawab tantangan ini.

Gresik, 17 Juni 2024

Suyoto alias Kang Yoto
Mantan Bupati Bojonegoro, Pengajar PAI FAI Universitas Muhammadiyah Gresik

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini