17 Desember 2024
Surabaya, Indonesia
Opini

Jumat Cerah #14: K.H. Fakhruddin sang Motivator Ulung (1)

K.H. Fakhruddin. Ilustrasi diambil dari internet

KLIKMU.CO

Oleh Ustadz Drs. H. Nur Cholis Huda, M.Si.*)

Ada dua tokoh Muhamamdiyah bernama Fakhruddin. Pertama: K.H. Fakhruddin. Kedua: Abdur Razak Fakhruddin atau lebih dikenal dengan nama Pak AR. Ada yang mengira pak AR Fakhruddin itu putra dari K.H. Fakhruddin. Atau K.H. Fakhruddin dianggap orang yang sama dengan AR Fakhruddin. Tidak! Keduanya orang berbeda dan dari generasi yang berbeda pula. Yang kita bicarakan kali ini adalah K.H. Fakhruddin. Bukan Pak AR Fakhruddin.

Menurut catatan Siswanto Masruri, bahwa Raden Kaji Lurah Hasyim memiliki 5 anak. Mereka semua bibit unggul dibina langsung orang yang unggul pula yaitu K.H. Ahmad Dahlan. Maka menjadi orang unggul beneran.

Anak pertama:  K.H. Syuja’ yang diserahi K.H. Ahmad Dahlan mengurus PKU. Anak kedua: K.H. Fakhruddin, ditunjuk K.H. Ahmad Dahlan mengurus bagian tabligh. Anak ketiga: Ki Bagus Hadikusumo. tokoh yang berperan besar dalam pendirian Republik ini. Anak ke empat: K.H. Zaini, ahli kristologi dan jago dalam berdebat. Anak ke lima: Siti Munjiyah, tokoh Aisyiyah dan tokoh pergerakan wanita Indonesia

Fakhruddin murid langsung K.H. Ahmad Dahlan. Lalu pergi ke pesantren. Namun hanya enam bulan. Tidak kerasan. “Aku ini tamatan sekolah di bawah pohon sawo” katanya. Maksudnya tidak masuk sekolah formal.

Meskipun demikian Fakhruddin adalah sekretaris PB Muhamadiyah yang cermat. Bendahara Sarikat Islam yang tertib, mubaligh dengan pidato yang memukau dan penulis yang produktif. Bagaimana semua itu bisa terjadi?

“Dia autodidack, serba belajar sendiri,” kata Pak Djarnawi dalam buku “Matahari-Matahari Muhamadiyah.”
“Dia pemimpin alamiah, orator alamiah, penulis alamiah, organisator alamiah, motivator alamiah, semuanya serba alamiah,” kata Djarnawi.

Fakhruddin adalah motivator dan penggerak massa. Suatu hari Fakkruddin ditugasi PB Muhammadiyah ke Minangkabau Sumatra Barat.

“Rumah di sini besar-besar dan baik. Tetapi sungguh aneh masjid yang merupakan rumah Allah sangat buruk dan sudah lapuk. Padahal Allah jugalah yang memberi rizki kepada kita,” kata Fakhruddin dalam ceramahnya.

Setelah dia pulang maka umat Islam di tempat itu giat mengumpulkan dana. Akhrinya berdirilah masjid megah di Kubu Sungai Batang.

Kongres Muhammadiyah ke 15 tahun 1926 diselenggarakan di Surabaya. Ketika acara belum selesai, satu dua orang utusan mulai meninggalkan kongres. Para pimpinan tidak berhasil mencegah mereka. Maka tampil Fakhruddin berpidato menantang: “Kalau saudara-saudara berkeras ingin pulang meninggalkan kongres ini, baiklah! Mari kita tutup dan kita bubarkan kongres ini sekarang juga!” kata Fakhruddin tegas. Mendengar itu para utusan tidak ada yang pulang. Kongres berjalan sesuai jadwal.

Motivator Fakhruddin muncul kembali ketika berlangsung kongres Muhammadiyah ke-18 di Solo tahun1929. Kongres itu hampir gagal karena Solo yang ditunjuk sebagai tuan rumah menyatakan tidak sanggup. Maka datanglah Fakhruddin menemui tokoh-tokoh Muhammadiyah di Solo.

“Kalau Solo tidak sanggup menerima kongres, baiklah! Maka Yogya yang akan menerima tetapi ditempatkan di Solo. Yang bekerja orang Yogya. Yang membiayai orang Yogya dan semuanya ditangani orang Yogya. Orang Solo boleh menonton dan nanti datang ke kongres sebagai utusan biasa seperti utusan dari daerah lainnya sebagai tamu,” kata Fakhruddin.  Dia berhasil memotivasi orang Solo.

Dua tokoh Muhammadiyah Solo, Moelyadi Djojo Martono dan K.H. Idris menyatakan siap menjadi tuan rumah. “Kongres yang diselenggarakan di Solo itu akhirnya berjalan lancar, bagus, dan sangat mengesankan,” kata Djarnawi.

Itulah K.H. Fakhruddin. Sekolah di bawah pohon sawo tetapi tumbuh menjadi manusia dengan banyak keahlian yang menonjol. Beliau murid langsung K.H. Ahmad Dahlan, menjadi generasi awal Muhammadiyah (as sabiqunal awwalun), resmi menjadi anggota Muhamadiyah tahun 1916 dengan nomor baku 5 (lima). Sekaligus diminta menjadi sekretaris.

Atas jasa-jasanya kepada negara, pemerintah RI menganugrahi gelar Pahlawan Kemerdekaan sesuai Surat Keputusan Pemerintah No. 162 tahun 1964.

===(Besambung)===

*) Penulis adalah Wakil Ketua PWM Jatim

Ustadz Drs. H. Nur Cholis Huda, M.Si. Wakil Ketua PW Muhammadiyah Jatim dan Penulis Buku-buku Best Seller.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *