Kasus Universitas Teuku Umar, Maarif Institute Desak Nadiem Turun Tangan

0
358
Gerbang masuk Universitas Teuku Umar (UTU) Meureubo Aceh Barat. (fpikutu.ac.id)

Jakarta, KLIKMU.CO – Maarif Institute meminta pemerintah, dalam hal ini Kemendikbudristek, bersikap tegas atas kasus yang terjadi Universitas Teuku Umar.

Pada 7 April 2023, DPM Universitas Teuku Umar (UTU) Meureubo Aceh Barat, melalui akun resmi Instagram, memposting ucapan selamat memperingati Jumat Agung bagi umat Kristiani. Flyer dalam postingan itu kemudian tersebar dan mendapatkan protes dari alumni yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Alumni Universitas Teuku Umar (IKA UTU).

Pada hari yang sama, akun dpm.utu memposting surat bernomor 01/A/DPM-UTU/IV/2023 terkait permintaan maaf atas postingan ucapan Jumat Agung.

Merespons hal itu, Rektor UTU Dr Ishak Hasan mengadakan pertemuan dengan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kabupaten Aceh Barat dan alumni UTU. Hasil pertemuan itu berupa pemecatan perwakilan DPM UTU pada 10 April 2023. Tak hanya itu, mahasiswa tersebut disyahadatkan ulang karena dipandang telah murtad secara perbuatan.

Mereka beranggapan bahwa ucapan selamat itu bertentangan dengan ajaran Islam. Tak berhenti sampai di situ, pengurus DPM juga diminta untuk membuat video permohonan maaf serta salah satu di antara mereka digunduli.

Menanggapi hukuman tersebut, Direktur Eksekutif Maarif Institute Abd. Rohim Ghazali mengungkapkan bahwa menggunduli mahasiswa merupakan cara merendahkan hak asasi manusia. Terlebih, ucapan hari raya keagamaan merupakan salah satu ranah khilafiah dalam Islam yang harusnya bisa disikapi dengan lebih bijaksana.

“Kalau mau kita lihat secara jujur, kejadian ini menambah panjang daftar praktik buruk dalam dunia pendidikan. Kampus yang harusnya menjadi tempat persemaian kebinekaan malah menjadi ruang yang sangat sempit. Ironisnya, hal itu dilakukan oleh UTU yang merupakan universitas negeri,” ujarnya.

“Jelas ini bertentangan dengan semangat Kemendikbudristek untuk menghapuskan tiga dosa besar dalam dunia pendidikan, intoleransi menjadi salah satunya,” ujar Rohim.

Rohim mendesak Kemendikbudristek bertindak tegas menanggapi kejadian ini. Pemecatan perwakilan DPM UTU merupakan bentuk kesewenang-wenangan rektor. Padahal, konstitusi menjamin kebebasan untuk mengeluarkan pendapat.

Terlebih, kejadian ini bertentangan dengan kebijakan Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka yang sedang didorong Kementerian yang dinakhodai Nadiem Makarim.

Direktur Program Maarif Institute Moh. Shofan menambahkan, UTU tidak menghormati hak asasi manusia. Padahal sivitas akademika di dalamnya berasal dari berbagai suku dan agama.

“Sejatinya, kebebasan berekspresi dan kebebasan beragama merupakan hak asasi manusia. Ucapan selamat seperti itu merupakan wujud toleransi antarumat beragama. Bahkan mungkin menjadi wujud sebenarnya dari Pancasila dalam perbuatan seperti yang selama ini diperjuangkan Buya Syafii Maarif,” tegasnya. (AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini