Kebaikan dalam Keikhlasan

0
3
Kebaikan dalam Keikhlasan. (Ilustrasi: pxfuel.com)

Oleh: Fathan Faris Saputro, anggota MPI PCM Solokuro Lamongan

Di suatu desa yang tenang dan damai, hiduplah seorang pemuda bernama Raka. Sejak kecil, ia dikenal sebagai sosok yang selalu membantu orang lain dengan tulus.

Raka percaya bahwa kebaikan sejati adalah kebaikan yang dilakukan tanpa pamrih. Ia tak pernah mengharapkan pujian atau imbalan dari orang-orang di sekitarnya.

Suatu hari, seorang janda tua di desanya mengalami kesulitan. Rumahnya hampir runtuh karena termakan usia, dan ia tak memiliki cukup uang untuk memperbaikinya.

Raka yang mendengar kabar itu, tanpa ragu, mengumpulkan kayu dan batu untuk membantu memperbaiki rumah tersebut. Meski banyak tetangga yang melihatnya, Raka tetap bekerja dalam diam, menghindari perhatian berlebihan.

Beberapa tetangga mulai berbicara tentang kebaikan Raka, tetapi ia selalu merendah ketika dipuji. Baginya, membantu orang lain bukanlah sesuatu yang perlu dibanggakan atau dipamerkan.

Keikhlasan adalah pondasi dari setiap tindakannya, dan ia meyakini bahwa hanya Tuhan yang layak menilai setiap perbuatannya. Saat orang-orang mengingat kebaikannya, Raka malah sering menghilang dari keramaian, mencari ketenangan di tempat yang sunyi.

Waktu terus berlalu, dan Raka tetap setia pada prinsipnya. Meskipun banyak orang yang mulai mengenalnya sebagai sosok yang dermawan, Raka tak pernah ingin diangkat sebagai pahlawan.

Kebaikan baginya adalah sesuatu yang seharusnya mengalir alami, bukan untuk dipublikasikan atau dijadikan kebanggaan diri. Di setiap perbuatannya, ia berusaha menjaga hatinya agar tak terjebak dalam keinginan untuk dihargai.

Hingga suatu saat, datanglah seorang pendatang yang melihat ketulusan Raka. Orang itu mengajaknya berbicara tentang kehidupan dan kebaikan.

Ia bertanya, “Mengapa kau tak pernah membiarkan orang lain mengetahui semua kebaikanmu?” Raka tersenyum tipis dan berkata, “Kebaikan tanpa keikhlasan adalah seperti bunga tanpa harum. Hanya Tuhan yang tahu, dan itu sudah cukup.”

Pesan Raka tentang keikhlasan akhirnya menyebar luas, namun dirinya tetap hidup sederhana. Ia terus melakukan kebaikan dalam diam, seolah-olah setiap tindakannya adalah bagian dari tugas sehari-hari yang tak perlu dirayakan.

Dalam keheningan, Raka menemukan makna sejati dari kebaikan. Kebaikan yang murni, tanpa riya, selalu menjadi cahaya di tengah kegelapan hati.

Raka semakin mendalami arti dari keikhlasan. Bagi dirinya, setiap kebaikan yang dilakukan dengan niat tulus akan membawa kedamaian, tidak hanya bagi orang yang ditolong, tetapi juga bagi dirinya sendiri.

Setiap kali ia menyelesaikan sebuah kebaikan, hatinya dipenuhi dengan rasa syukur, bukan karena ia merasa berjasa, tetapi karena ia masih diberi kesempatan untuk membantu. Di balik setiap tindakannya, ia senantiasa memohon agar hatinya terjaga dari perasaan ingin diakui.

Suatu hari, desa tersebut dilanda kekeringan yang panjang. Tanaman layu, sumur-sumur mengering, dan banyak keluarga mulai kesulitan mendapatkan air bersih.

Raka, tanpa diminta, mulai mencari sumber air di hutan terdekat. Selama berhari-hari, ia berjalan menyusuri lembah-lembah dan perbukitan, berharap menemukan tempat yang bisa menjadi sumber kehidupan baru bagi desanya.

Setelah berusaha tanpa henti, akhirnya Raka menemukan mata air tersembunyi di balik sebuah batu besar. Tanpa menunggu, ia segera memulai pekerjaan berat untuk membuka jalur air menuju desa.

Ketika penduduk desa menyadari bahwa air kembali mengalir, mereka terkejut dan bersyukur. Mereka mencari siapa yang berjasa, tetapi seperti biasa, Raka memilih untuk tetap diam dan menghindari pujian.

Namun, kali ini orang-orang desa tak bisa tinggal diam. Mereka mulai menyadari bahwa Raka adalah sosok yang selalu hadir di balik setiap kebaikan yang terjadi di desa itu. Mereka berkumpul untuk memberikan penghargaan kepada Raka, tetapi ia menolak dengan lembut.

“Aku hanya melakukan apa yang bisa kulakukan. Air ini datang dari Tuhan, aku hanya membawanya pada kalian,” ujarnya dengan penuh kerendahan hati.

Pesan yang disampaikan Raka semakin menguatkan keyakinan orang-orang tentang arti keikhlasan. Kebaikan bukanlah tentang seberapa besar jasa yang ditinggalkan, melainkan seberapa tulus hati dalam melakukannya.

Raka mengajarkan bahwa setiap orang bisa menjadi sumber cahaya bagi orang lain, selama mereka bersedia melakukannya tanpa berharap imbalan. Keikhlasan, dalam setiap bentuknya, adalah hadiah terbesar yang bisa diberikan oleh manusia kepada dunia.

Dan dengan itu, Raka terus menjalani hidupnya, sederhana dan penuh cinta kasih. Kebaikan yang ia sebarkan tumbuh seperti air di mata air yang ia temukan, mengalir tanpa henti, memberi kehidupan tanpa perlu diperhatikan.

Meskipun namanya mungkin tidak pernah tercatat dalam sejarah besar, bagi orang-orang yang mengenalnya, Raka adalah teladan sejati tentang bagaimana kebaikan dan keikhlasan dapat mengubah dunia—sedikit demi sedikit, dengan hati yang tulus. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini