Kematian Regenerasi, Hilangnya Ruh Organisasi

0
265
Ace Somantri, dosen UM Bandung. (Dok pribadi)

Oleh: Ace Somantri

KLIKMU.CO

Menarik dicermati dan diamati, tinggal dua pekan lebih ke depan selebrasi demokrasi dalam ruang demokrasi keluarga besar Muhammadiyah Indonesia. Perhelatan muktamar bagi ormas sebesar Muhammadiyah memiliki pengaruh besar terhadap dinamika kebangsaan di Indonesia, bahkan akan ada vibrasi ke belahan dunia.

Cukup banyak pihak-pihak yang mengagumi dan memuji gerak langkah persyarikatan Muhammmadiyah, baik hasil survei biasa maupun hasil penelitian ilmiah. Semua warga persyarikatan merasa senang dan bangga, kala orang lain memuji Muhammadiyah sebagai rumah kita. Suka tidak suka, alhamdulillah ungkapan rasa syukur dan terima kasih. Semoga semua warga tidak teperdaya dengan pujian yang sangat mungkin menggelapkan mata.

Sedang viral hal ihwal terkait kepemimpinan pusat Muhammadiyah periode yang akan datang di isi oleh figur-figur berdarah segar. Benar apa yang dikatakan Prof Din, melihat diksi yang digunakan sangat memantik dan cukup memprovokasi para pembaca dan pemerhati dinamika persyarikatan Muhamamdiyah yang paham apa yang terjadi saat ini.

Siapa pun figur yang ditawarkan, dengan banyak varian pilihan di kalangan muda dapat dipertimbangkan sesuai kebutuhan dan kiriteria yang mendekati kepatutan dan kepantasan. Geliat dinamika menjelang Muktamar Ke-48 di Solo terlihat seperti yang sepi, padahal cukup ramai diperbincangkan di kalangan kader-kader melalui kopi darat maupun dunia maya dalam grup Whatsapp dan yang lainnya.

Pun sama dengan viralnya flyer kabar Muhammadiyah yang mengungkapkan “Muhammadiyah bukanlah terminal persinggahan terakhir. Jadilah Muhammadiyah sampai akhir hayat, tetapi jangan bercita-cita menjadi pimpinan Muhammadiyah hingga akhir hayat”. Kalimat tersebut mungkin bagi yang tidak mengalami atau tidak merasa mengalami sebagai pimpinan itu biasa-biasa tanpa terpengaruh.

Akan tetapi, bagi pimpinan Muhammadiyah dari pusat, wilayah, daerah hingga cabang, ketika mengalami menjadi pimpinan berkali-kali, sangat mungkin secara psikologis akan merasa disinggung atau merasa tersinggung dengan kalimat yang beredarnya flyer di grup Whatsapp lingkungan persyarikatan. Tidak sedikit yang merespons dengan ragam komentar. Di kalangan aktivis muda Muhammadiyah banyak komentar,  berharap benar-benar ada penyegaran kepemimpinan ke depan yang lebih muda dan dinamis, tidak dia lagi dia lagi.

Spirit bermuhammadiyah berharap tidak keropos ideologi. Hal itu untuk menghindari menjual idealisme harga diri secara terbuka dan terang-terangan. Kondisi tersebut selain hilangnya marwah organisasi, melainkan juga akan menjadi virus keburukan turun temurun, secara sosiologis akan terwariskan kepada kader secara otomatis tanpa disadari.

Sehingga penting di berbagai level struktur organisasi untuk melakukan screening calon pimpinan lebih selektif. Bukan hanya karena dia kaya raya, dekat dengan kekuasaan negara, dan menebar janji apalagi merasa paling bermuhammadiyah padahal banyak mencederai.

Di sisi lain harus diakui fakta hari ini tidak sedikit kondisi cabang dan ranting Muhammadiyah di wilayah dan daerah tertentu mengalami lost kaderisasi persyarikatan sehingga terjadi kemandekan eksialstensi berorganisasi. Apakah hal tersebut karena ketidakmampaun pimpinan atau efek dari tidak terjadi regenerasi pimpinan secara cepat dari level pusat hingga daerah? Semoga menjadi agenda pembahasan serius di muktamar ini.

Kalimat penyataan mantan ketua umum terkait isu diperlukan darah segar kepemimpinan pusat Muhammadiyah periode ini harus benar-benar disikapi dengan serius dan bijak. Karena di balik diksi yang digunakan ada makna yang mengingatkan kepada para peserta muktamirin untuk memilih dan mengangkat calon-calon yang mumpuni dan akseleratif-solutif dalam menghadapi tantangan kebangsaan nasional maupun dunia global.

Ketika muktamar tahun ini tidak mengalami penyegaran, sangat memungkinkan ke depan akan mengalami pelambatan. Sementara era digital memacu kehidupan dunia kian semakin cepat bak cepatnya sorotan sinar cahaya. Kritik demi kritik terus terlontar dengan bahasa lisan dan tulisan seperti “jangan bercita-cita menjadi pimpinan hingga akhir hayat” maknanya cukup serius, karena apabila hal itu terjadi akan terjadi kematian regenerasi pimpinan dan akan berdampak pada hilangnya ruh organisasi persyariakatan yang kita cintai.

Sah-sah saja Muhammadiyah tempat singgah terakhir bagi anggota selama beramal dan memberi solusi nyata bukan hanya kata-kata, apalagi hanya menjadi batu loncatan semata. Nah, bagi pimpinan yang menghendaki terus-menerus menduduki kursi pimpinan tidak mau gantian, sebaiknya segera memberikan kesempatan kepada yang lain untuk menguji kemampuannya memobilisasi amal nyata.

Kaderisasi sebenarnya tidak berhenti, hanya regenerasi pimpinan seolah terhenti, karena tidak sedikit anggota terus mengisi elit pleno pimpinan tanpa ada batasan. Selama ini, organisasi memberi aturan yang di batasi hanya periode ketua umum tidak boleh lebih dari dua kali.

Sementara anggota pimpinan tidak di batasi, akhirnya ada beberapa anggota pimpinan terus menduduki kursi berkali-kali. Padahal, kader-kader menumpuk berharap untuk mendapat giliran menjadi pimpinan namun sulit menduduki karena terhalangi. Itulah sedikit banyak perbincangan yang terdengar dikalangan para kader inti. Wallahu’alam. (*)

Bandung, Oktober 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini