Kemunduran Muhammadiyah (II)

0
971
Qosdus Sabil (Penasihat Pimpinan Ranting Legoso-Ciputat Timur) Design By Tim KLIKMU.CO

KLIKMU.CO – Pleno penetapan anggota Majelis/Lembaga di tingkat Pimpinan Pusat Muhammadiyah pekan lalu menimbulkan berbagai spekulasi para aktivis Menteng Raya. Satu sisi, bagi para aktivis otentik, adalah pantangan meminta-minta jabatan. Namun, jika sudah diberi tugas dan jabatan, tak boleh kita lari dari tanggungjawab tersebut. Itulah kader ideologis otentik Muhammadiyah.

Tarik menarik kubu Yogyakarta-Jakarta, ditambah poros Jatim (Surabaya), terlihat dari berbagai penempatan nama-nama beken dalam struktur Majelis/Lembaga. Keriuhannya terdengar hingga pelosok desa dan Ranting. Melebihi kehebohan penyusunan Kabinet.

Jika Kabinet hanya memilih Menteri, Presiden Muhammadiyah memilih secara sekaligus siapa Menteri, Sekjen, Dirjen, Deputi, hingga eselon 1 dan eselon 2. Sehingga dapat dimaklumi jika cukup banyak terjadi perdebatan dan tarik menarik kepentingan antar poros utama Yogyakarta-Jakarta.

Saya pribadi sebenarnya sudah malas memberikan kritik terhadap kondisi internal Muhammadiyah yang mengalami kemunduran. Selalu saja saya dianggap berlebihan. Bagi saya, lebih asyik sekedar jadi penasehat Ranting –di PRM Legoso-Ciputat. Saya menjadi penasehat bersama Prof Yunan Yusuf, dimana Ketua Rantingnya, Ahsan Jamet Hamidi, adalah bekas aktivis Walhi dan kini aktif di the Asia Foundation (TAF)– dan menjadi marketing dadakan produk unggulan Susu Kambing Muhammadiyah.

Keanehan Pertama
Penunjukan Prof Muhadjir Effendy sebagai koordinator Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) jelas menimbulkan keanehan. Sekelas Muhadjir sebagai Menteri PMK, seharusnya lebih tepat menjadi Koordinator yang membidangi Majelis Pemberdayaan Masyarakat, Majelis Lingkungan Hidup, dan Majelis Pembinaan UMKM.

Sementara itu, Buya Anwar Abbas yang dikenal sebagai Koordinator Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan pada periode sebelumnya, justru ditempatkan sebagai Koordinator yang membidangi Majelis/Lembaga yang lebih tepat diisi oleh Muhadjir Effendy.

Menjadi keprihatinan kita bersama, ketika penyusunan Pimpinan dan Anggota Majelis Ekonomi & Kewirausahaan diwarnai oleh drama yang sangat tidak berkelas. Masuknya nama Arif Budimanta sebagai Ketua MEK jelas menimbulkan tanda tanya besar. Sosok Budimanta lebih dikenal sebagai sosok aktivis PDIP. Gagal masuk senayan, Budimanta sempat menjadi Wakil Ketua KEIN RI.

Nama Mukhaer Pakkanna, Rektor ITB AD dan Sekretaris MEK periode sebelumnya, diturunkan menjadi Wakil Ketua. Sedangkan sekretaris MEK akhirnya diisi oleh seseorang yang tidak diketahui latarbelakang aktivismenya di Muhammadiyah. Sepanjang pengetahuan penulis, Sekjen MEK adalah sosok yang memiliki kedekatan dengan Muhadjir. Terlebih yang bersangkutan baru saja dilantik menjadi Sekjen Kemenko PMK.

Satu hal yang menyesakkan dada penulis, adalah berbondong-bondongnya kelompok yang masih menjadikan “HMI sebagai agamanya” merangsek masuk PP Muhammadiyah melalui MEK. Mereka lupa, bahwa ketika sudah masuk melebur dalam tubuh besar persyarikatan Muhammadiyah, seharusnya mereka segera melepas baju korps organisasinya dimasalalu.

Di sisi yang lain, menjadi sangat aneh, ketika sosok Azrul Tanjung sebagai tokoh Majelis Ekonomi & Kewirausahaan PP Muhammadiyah, sekaligus Koordinator bidang Ekonomi MUI, justru ditempatkan sebagai Ketua Majelis Lingkungan Hidup. Sebuah penempatan yang terkesan sangat dipaksakan. Terlebih, Azrul tidak sedikitpun memiliki rekam jejak sebagai aktivis Lingkungan Hidup.

Adalah ironi ketika pada tataran ini prinsip-prinsip zaken cabinet tidak nampak terakomodasi dengan baik. Penempatan orang lebih pada hasil kompromi, ketimbang pada aspek keahlian di bidangnya masing-masing.

Keanehan Kedua
Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) pindah home base dari Jakarta ke Yogyakarta. Issue politik yang menjadi inti dari keberadaan LHKP, seharusnya menjadi pertimbangan bahwa kedudukan LHKP berada di ibukota Negara.

Selanjutnya, penunjukan Ridho Alhamdi sebagai Ketua LHKP lagi-lagi terkesan begitu dipaksakan. Nama Ma’mun Murod AlBarbasy sebagai Rektor UMJ, yang sebelumnya digadang-gadang sangat layak menempati kursi Ketua LHKP, justru hanya dijadikan Wakil Ketua saja. Sudah begitu, penunjukan Sekretaris LHKP sama sekali tidak mempertimbangkan keseimbangan komposisi Yogyakarta-Jakarta. Sehingga, Ketua dan Sekretaris LHKP berasal dari kampus yang sama (UMY).

Pakem bahwa LHKP berada di ibukota negara telah berganti. Begitu pula keseimbangan komposisi pengurusnya tidak lagi merepresentasikan pertimbangan yang bijaksana.

Jika LHKP ditarik pindah home base ke Yogyakarta, maka tidak demikian hal-nya dengan Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM). Sekalipun koordinatornya adalah Buya Anwar Abbas yang berkedudukan di Jakarta, MPM tetap dikondisikan bermarkas di Yogya. Syukur, kubu Jakarta memilih mengalah sehingga tarik menarik kepentingan aktivis Pemberdayaan tidak sampai terjadi.

Keanehan Ketiga
Menanggapi tulisan saya tentang “Kemunduran Muhammadiyah”, Ustadz Zainul Muslimin (Ketua Lazismu Jatim/terpilih sebagai Bendahara PWM Jatim) spontan menghubungi saya. Saat itu saya sedang berada diatas jalan layang tol MBZ dalam perjalanan Jumat pagi menuju kota Ponorogo, untuk menghadiri Musywil Muhammadiyah Jatim.

Ustadz Zainul menyatakan bahwa aset produktif Muhammadiyah Jatim saat ini sudah diatas 5 Triliun rupiah. Namun, disisi yang lain masih teramat banyak guru dan karyawan AUM yang hanya diberi honor 200 ribu/bulan. Ini bukan lagi menyesakkan dada, tapi jelas sebagai bentuk kedhaliman Muhammadiyah terhadap abdi dalem-nya.

Di sisi yang lain, PWM Jawa Timur atas nama dakwah lintas negara terlihat begitu bersemangat untuk membeli sebuah gereja di Spanyol. Apakah sedemikian urgentnya rencana tersebut, sehingga melupakan kewajiban mensejahterakan ahlul baitnya sendiri.

Dahulu mungkin kita masih bisa membungkusnya dengan bahasa perjuangan dan komitmen keikhlasan. Namun, dengan asset produktif triliunan rupiah apakah kita tega membiarkan para guru dan karyawan AUM di pelosok desa, masih saja berkutat dengan hidup serba kekurangan.

Fenomena muhibah rombongan pimpinan AUM besar keluar negeri, seakan bertolak belakang dengan fenomena masih banyaknya AUM dan ahlul baitnya yang perlu disantuni.

Tren menunjukkan bahwa para pimpinan AUM besar hari ini sedikit-sedikit Kunker seperti anggota DPR ke luar negeri. Jujur bagi saya itu sangat menyebalkan.

Atas ketiga keanehan tersebut, penulis berdoa semoga Muhammadiyah tetap baik-baik saja. Sedikit mundur untuk mengambil ancang-ancang melompat lebih maju.
Wallahu a’lam bi ash-showaab…

Oleh: Qosdus Sabil
Penasihat Pimpinan Ranting Legoso-Ciputat Timur

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini