Oleh: Ace Somantri

Dalam setiap komunitas manusia, baik dalam kelompok kecil maupun besar, kepemimpinan mutlak diperlukan untuk menjaga kestabilan dan perkembangan bersama. Perbedaan yang ada antara setiap kelompok terletak pada jenis tuntutan yang dimiliki oleh komunitas tersebut, yang pada gilirannya memotivasi anggota komunitas untuk memenuhi kebutuhan bersama. Kepemimpinan yang efektif sangat penting untuk menjaga kesehatan sebuah organisasi dan komunitas.
Tuntutan kepemimpinan bukan hanya untuk menjaga kesehatan institusi, tetapi juga untuk menjaga dinamika dan regenerasi yang berkelanjutan. Tanpa adanya dinamika kepemimpinan yang teratur dan terukur, berbagai masalah dapat muncul dalam suatu organisasi. Apalagi dalam konteks ormas Islam di Indonesia, yang memiliki sejarah panjang dan pengaruh besar di berbagai aspek kehidupan sosial dan politik.
Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) adalah dua ormas besar yang mampu bertahan hingga saat ini. Meskipun telah berusia lebih dari seratus tahun, keduanya masih memainkan peran penting dalam membangun bangsa ini.
Namun, untuk tetap berfungsi sebagai kekuatan yang mendukung kemajuan negara, kedua ormas ini harus terus menjaga kualitas kepemimpinan mereka. Tanpa mekanisme kepemimpinan yang sehat, harapan akan kemajuan organisasi bisa menjadi sia-sia. Kepemimpinan yang stagnan, yang tidak berkembang atau bahkan terjebak dalam zona nyaman, dapat merusak eksistensi organisasi dan kemajuan bangsa.


Kepemimpinan dalam zona nyaman dapat merusak organisasi. Ketika pemimpin merasa terlalu nyaman dengan status quo, mereka cenderung menunda keputusan penting dan tidak segera menangani masalah yang muncul. Sebagai akibatnya, organisasi akan mengalami kemunduran, dan tujuan besar yang diharapkan tidak akan tercapai.
Jika ini dibiarkan terus-menerus, friksi antar anggota organisasi bisa terjadi, yang menyebabkan ketegangan dan ketidakpastian. Di dalam organisasi yang terjebak dalam zona nyaman, akan muncul individu yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan bukan tujuan bersama. Kondisi ini dapat memperburuk atmosfer dalam organisasi dan mengarah pada perebutan kekuasaan yang tidak sehat.
Zona nyaman dalam kepemimpinan adalah kondisi di mana pemimpin hanya memilih untuk berada dalam situasi yang tidak memerlukan perubahan signifikan. Banyak pemimpin yang tidak berani mengambil risiko dan cenderung memilih cara yang aman, meskipun itu berarti mengorbankan perkembangan organisasi. Dalam konteks ini, pemimpin yang sukses adalah mereka yang mampu keluar dari zona nyaman dan menghadapi tantangan besar.
Seperti pepatah yang mengatakan, “Pelaut yang hebat dilahirkan bukan di atas laut tenang, tetapi di atas terjangan gelombang ombak besar.” Begitu pula dengan pemimpin yang hebat, mereka lahir dari tantangan dan kesulitan yang ada dalam organisasi.
Kepemimpinan yang efektif tidak hanya diukur dari kemampuan mengelola organisasi yang sudah stabil, tetapi juga dari kemampuan untuk menghadapi krisis dan mengatasi kesulitan. Seorang pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu menciptakan perubahan dan beradaptasi dengan perubahan zaman, serta memiliki ide-ide baru yang inovatif. Pemimpin semacam ini memiliki komunikasi yang baik, peka terhadap masalah, dan responsif dalam menangani tantangan, bahkan yang terkecil sekalipun.
Dalam setiap organisasi, baik itu organisasi sosial, keagamaan, atau profesional, pemimpin harus berkomitmen untuk menjaga dinamika dan regenerasi kepemimpinan. Pemimpin yang hanya ingin menikmati zona nyaman akan merusak kesehatan organisasi, dan pada akhirnya akan menghambat kemajuan yang diinginkan.
Oleh karena itu, penting untuk memilih pemimpin yang tidak hanya memiliki kemampuan manajerial, tetapi juga keberanian untuk membuat perubahan dan menghadapi tantangan. Semoga ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua dalam menjaga kesehatan dan keberlanjutan organisasi. Wallahu alam.
Bandung, April 2025