Oleh: Dr Nurbani Yusuf MSi
Dosen Universitas Muhammadiyah Malang, pengasuh Komunitas Padhang Makhsyar
KLIKMU.CO
Ini judul sekaligus hipotesis untuk dibuktikan, seperti nasihat baginda Nabi Saw saat beliau menyikapi berita-berita Ist’iliyat:
Jangan salahkan seluruhnya.
Jangan benarkan seluruhnya.
Mirip dengan kaidah ushul: jika tak bisa capai seluruhnya, maka jangan tinggalkan seluruhnya.
Jadi, benarkah bahwa sikap politik warga Muhammmadiyah bergantung sikap politik Pak Amien Rais. Jawabnya: iya sebagian dan tidak sebagian.
Tapi, bayang-bayang itu sangat ada dan sangat jelas. Tak dimungkiri sikap kepolitikan warga Muhammadiyah demikian bergantung pada sikap politik Pak Amien Rais. Tegasnya, relasi politik warga Muhammadiyah bergantung relasi politik Pak Amien Rais terhadap rezim. Partai Ummat dan Partai Amanat adalah bukti konkret yang bisa mengilustrasikan kepolitikan sekaligus indikasi betapa tersanderanya kepolitikan warga Muhammadiyah.
Apakah ini yang dimaksud dengan tersandera? Belum tentu juga. Sebab, Muhammadiyah akan tegas menjawab bahwa ‘netralitas politik’ Muhammadiyah menjadi jaminan, bahwa hipotesis tentang ketergantungan sikap politik warga Muhammadiyah kepada Pak Amien Rais pasti terbantahkan, meski realitasnya tak demikian.
Belum ada bukti bahwa masa kepolitikan Pak Amien Rais saat menjadi Ketua Umum MPR dan Ketua Umum PAN signifikan terhadap kepolitikan Muhammadiyah? Sebagaimana sedemikian signifikannya ketika Gus Dur menjadi presiden.
Sebut saja Program 1000 doktor adalah percepatan modernisasi atas inisiasi Gus Dur yang dilembagakan—sebuah keberpihakan politik yang futuristik dan strategis untuk mengejar ketertinggalan.
Hari ini semua bisa membuktikan bahwa telah sangat berubah—modern, adaptif, dan futuristik.
Inilah salah satu bentuk atau pemisal program politik yang efektif dan efisien—hal yang tentu berbeda dengan Pak Amien Rais saat beliau menjadi Ketua Umum PAN dan Ketua MPR dengan tidak bermaksud membandingkan.
Politik adiluhung Pak Amien Rais Rais sangatlah berbeda —bukankah Muhammadiyah juga tak pernah minta-minta. Politik adiluhung Muhammadiyah jauh dari kata meminta jabatan, apalagi rebutan. Politik ikhlas tanpa pamrih, semacam definisi politik profetik yang berorientasi akhirat.
Kalah di dunia tak mengapa, yang penting di akhirat menang dan masuk surga. Wallahu ta’ala a’lm…