25 Mei 2025
Surabaya, Indonesia
SekolahMu

Kesan Guru SD QISMu Sumenep Usai Sepekan Magang di SDM Dubes

Guru SD Muhammadiyah 12 Surabaya dan guru SD QISMu Sumenep saat foto bersama. (Dzanur Roin/Klikmu.co)

KLIKMU.CO – Selama satu pekan, dua guru dari SD QISMu (Qur’anic Integrated School of Muhammadiyah) Sumenep menjalani program magang di SD Muhammadiyah 12 Surabaya (SDM Dubes) yang dikenal dengan Sekolah Hafidz Qur’an, Senin–Jumat (19–23 Mei 2025). Mereka adalah Ustadzah Putri Amelia dan Ustadzah Arifah Mufidah.

“Menjadi sebuah kebahagiaan bagi kami bisa belajar banyak hal dari SD Muhammadiyah 12 Surabaya. Pertemuan yang singkat, namun kami pulang dengan membawa banyak pengalaman berharga,” ujar Ustadzah Arifah.

Ia juga mengaku sangat senang bisa berkunjung dan bersilaturahmi dengan ustadz dan ustadzah yang sangat inspiratif.

“Kami berharap dapat meniru dan mengaplikasikan ilmu yang kami peroleh agar SD QISMu bisa berkembang pesat sebagaimana SD Muhammadiyah 12 Surabaya,” ujarnya.

Menurutnya, kegiatan magang ini menjadi angin segar dan penyejuk bagi SD QISMu yang baru berdiri. Ia berharap silaturahmi antara SD QISMu Sumenep dan SDM 12 Surabaya terus terjalin dengan baik.

“Semoga atas sambutan hangat dan rangkulan yang diberikan, Allah menjadikan SDM 12 Surabaya semakin berjaya. Kepada seluruh ustadz dan ustadzah yang telah membimbing kami dengan bijaksana, kami ucapkan terima kasih atas kesempatan, dukungan, dan keikhlasan yang tak ternilai. Semoga semua itu menjadi amal jariyah,” tutur Ustadzah Arifah.

Kehadiran mereka di tengah-tengah keluarga besar SDM Dubes—sebutan untuk SDM 12—yang begitu hangat dan ramah, meninggalkan kesan mendalam.

“SDM 12 seperti kompas yang menuntun arah langkah kami ke depan. Ustadz dan ustadzahnya memperlakukan kami seperti keluarga sendiri. Banyak hal yang mengesankan: kesabaran, kreativitas, dan ilmu yang diberikan menjadi bekal berharga untuk mengembangkan sekolah kami di Sumenep,” lanjutnya.

Ia juga mencatat beberapa hal penting yang bisa ditiru, seperti sistem perencanaan sekolah yang terstruktur di berbagai bidang. Salah satunya adalah pembagian kelas tiga ke atas berdasarkan gender.

“Barangkali bisa terus dikuatkan pembiasaan tentang batasan interaksi antara laki-laki dan perempuan, seperti tidak bersentuhan fisik dengan lawan jenis, serta kebiasaan salim: murid laki-laki dengan ustadz dan murid perempuan dengan ustadzah, terutama bagi siswa kelas 5 dan 6 yang mungkin sudah baligh,” pungkasnya.

(Dzanur Roin/AS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *