Khutbah Idul Fitri 1443 H #6: Mengembangkan Kecerdasan Spiritual dan Emosional Melalui Puasa Ramadhan

0
557
Dr dr Sukadiono MM (istimewa)

Oleh: Dr dr Sukadiono MM (Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya)

Disampaikan dalam Khutbah Idhul Fitri 1443 H

KLIKMU.CO

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamdu

Alhamdulillah kita panjatkan Puji Syukur ke hadirat Allah swt atas karunia iman, kesehatan dan kesempatan sehingga kita dapat melaksanakan shalat idul fitri di tempat yang mubarak ini. Kita patut bersyukur kepada Allah SWT yang telah mempertemukan kita dengan bulan Ramadhan, dan menuntun kita memanfaatkan Ramadhan dengan berbagai amal ibadah sesuai dengan kemampuan kita masing-masing. Marilah dalam hidup ini kita selalu berusaha untuk bertakwa kepada Allah sekuat kemampuan kita dalam mentaati perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamdu

Bulan Ramadhan telah pergi meninggalkan kita, dan kita semua berharap semoga kita dapat bertemu kembali dengan Ramadhan pada tahun selanjutnya. Bulan Ramadhan adalah bulan mengasah dan mengasuh jiwa melalui puasa selama satu bulan, dengan harapan umat Islam dapat kembali ke asal kejadiannya dan menemukan jati dirinya, kembali suci sebagaimana ketika dia baru dilahirkan serta kembali mengamalkan ajaran agama yang benar.

Dengan demikian idul fitri bermakna kembalinya umat Islam kepada eksistensi yang hakiki sebagai hamba Allah SWT, kembali kepada kesadaran adanya pengawasan Allah serta merasakan kehadiran Allah dalam hidupnya. Sehingga diamnya menjadi zikir, nafasnya menjadi tasbih, penglihatannya membawa rahmat, pikirannya selalu optimis serta hatinya menjadi doa dalam menjalani hidup dan kehidupan 11 bulan setelah Ramadhan.

Para jamaah yang dimuliakan Allah

Puasa merupakan ibadah pasif berupa menahan diri dari tiga macam kebutuhan penting manusia, yakni makan, minum dan hubungan biologis suami istri sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Dengan tidak makan dan minum, seorang muslim yang berpuasa dilatih untuk memiliki kesadaran spiritual dalam meneladani sifat Allah yang tidak makan dan minum, bahkan kesadaran itu akan lebih sempurna jika yang berpuasa itu rela memberi makan kepada fakir miskin.

Secara substansial berpuasa seharusnya berakhir dengan terpantulnya semua sifat-sifat Allah, (kecuali sifat KetuhananNya), dalam kepribadian seseorang, karena puasa pada akhirnya adalah upaya meneladani sifat-sifat Tuhan sesuai dengan kapasitas manusia sebagai makhluk yang memiliki keterbatasan di hadapan Allah Yang Maha Sempurna.

Kecerdasan spiritual akan mengantarkan manusia percaya kepada yang gaib. Kecerdasan spiritual yang diperoleh melalui puasa dapat memberikan kemampuan merasakan kehadiran Tuhan dalam kehidupan. Kesadaran bahwa dirinya senantiasa berada dalam pengawasan Allah. Dia menyadari ada kamera Ilahiah yang terus menyoroti hati dan tindak tanduknya serta dicatat oleh Allah tanpa ada satupun yang tercecer. Kesadaran bahwa Allah senantiasa bersamanya (innallaha ma’ana), dan perasaan bahwa Allah menyaksikkan dirinya. Kondisi hati sedemikian itu akan mendatangkan ketenangan jiwa atau kebahagiaan yang menjadi dambaan semua manusia di dunia ini.

Para jamaah yang dimuliakan Allah

Bulan Ramadhan adalah bulan melatih mengendalikan hawa nafsu bagi umat Islam. Bahkan idealnya puasa yang telah dijalani sebulan penuh dapat mengantarkan kita untuk meninggalkan hawa nafsu menuju Tuhan. Allah sebenarnya dekat namun yang menjadi penghalang antara manusia dengan Allah adalah hawa nafsu dalam jiwanya. Dalam kaitan ini puasa bertujuan untuk mengendalikan diri dalam arti yang sangat luas, baik belenggu nafsu duniawi maupun nafsu batiniah yang tak seimbang. Sehingga dapat memaksimalkan fungsi God Spot. God Spot, ialah kejernihan hati dan pikiran manusia yang merupakan sumber suara hati yang senantiasa memberikan bimbingan dan informasi maha penting untuk keberhasilan dan kemajuan manusia.

Para jamaah yang dimuliakan Allah

Allah menganugerahkan setiap manusia nafsu dan dorongan syahwat. Allah memperindah hal itu dalam diri setiap insan, sesuai firman-Nya dalam QS Ali Imran: 14

“Dijadikan indah bagi manusia kecintaan kepada aneka syahwat, yakni para wanita, anak, harta yang melimpah dari emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.”

Kecintaan inilah yang menjadi pendorong utama bagi semua aktivitas manusia. Namun setan dan nafsu seringkali memperindah hal-hal tersebut untuk melalaikannya dari tugas kekhalifahannya. Jika nafsu seks diperindah oleh setan, maka ia akan dijadikan tujuan hidup. Sehingga apapun caranya dan dengan siapapun itu dilakukan, tidak dipersoalkan, cenderung kepada seks bebas. Kecintaan kepada anak jika diperindah setan, maka subjektivitas akan muncul, bahkan atas nama cinta, orangtua kerapkali memberi semua keinginan anaknya walau dengan melanggar dan merusak karakter anak itu sendiri. Dan jika harta diperindah setan, maka manusia akan menghalalkan segala cara untuk memperolehnya, menumpuk dan melupakan fungsi sosial hartanya. Jiwanya serakah di saat mencari harta dan muncul sifat kikir di saat memiliki harta, sehingga enggan berbagi kepada sesama. Namun terkadang mereka royal, bersikap boros membelanjakan hartanya untuk kemaksiatan, seperti minum minuman keras, narkoba, main judi dan wanita.

Melalui puasa Ramadhan, berbagai kecenderungan hawa nafsu yang negatif itu diharapkan dapat dikendalikan sehingga potensi kebaikan dalam jiwa akan meningkat dan potensi fujur menurun. Dalam QS Asy Syams: 8-10 dijelaskan: “Dia (Allah) telah mengilhamkan kedalam jiwa manusia jalan kejahatan dan ketakwaan. Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwa itu dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya”. Kata fujur bermakna berpaling dari kebaikan atau melakukan kemaksiatan.

Ayat di atas mengandung makna bahwa Allah memberikan potensi dan kemampuan kepada jiwa manusia untuk menelusuri jalan kedurhakaan dan ketakwaan. Dengan potensi ini, manusia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dia mampu mengarahkan dirinya menuju kebaikan atau menghindari keburukan dalam kadar yang sama.

Dalam diri manusia memang ada 3 kekuatan hawa nafsu yang mendorong manusia melakukan sesuatu, yakni: 1) Quwwatun Bahimiyyah, (kekuatan kebinatangan). 2) quwwatun sab’iyyah (kekuatan binatang buas, sehingga manusia terkadang suka menyerang orang lain, suka mengambil hak orang lain, suka menyakiti orang lain, dan 3) quwwatun syaithaniyyah, yang mendorong manusia untuk membenarkan segala kejahatan yang dilakukannya.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamdu

Melalui puasa Ramadhan diharapkan dapat memperbaiki kecerdasan emosional manusia. Dengan kecerdasan emosional manusia mampu mengendalikan nafsu, bukan menghilangkannya sama sekali. Emosi dan nafsu yang terkendali sangat dibutuhkan mendorong terlaksananya tugas memakmurkan bumi sesuai dengan kehendak dan tuntunan Ilahi.

Untuk itulah Allah memberikan quwwatun rabbaniyyah, kekuatan Tuhan dalam jiwa manusia, yang berasal dari percikan cahaya Tuhan yang terletak pada akal sehat atau hati nurani manusia. Puasa Ramadhan pada hakikatnya merupakan peluang umat Islam memperbaharui, dan menyegarkan kembali dominasi kekuatan Tuhan, sekaligus menekan kekuatan hawa nafsu dalam jiwanya. Sehingga hidupnya dapat lebih bermakna dan meraih predikat orang mampu mengelola emosinya yang mengantarkannya meraih derajat ketakwaan. Kecerdasan emosional mendorong lahirnya ketabahan dan kesabaran menghadapi segala tantangan dan ujian.

Pemahaman ini didasarkan kepada sabda Nabi saw: al-shiyam nisfu al-sabr (‘puasa itu separuh dari kesabaran). Kecerdasan emosional mengantarkan seseorang untuk tak berbicara atau bertindak kecuali sesuai dengan tuntunan akal, moral, dan agama. Dia berbicara dan bertindak pada saat diperlukan dan dengan kadar yang diperlukan, serta pada waktu dan tempat yang tepat. Ada sebuah kisah, seorang ibu yang cerdas secara emosional suatu hari sibuk mempersiapkan jamuan makan yang diadakan sang suami. Sebelum para tamu datang, tibatiba anaknya datang menaburkan debu di atas makanan yang tersaji.

Setelah melihat hal itu ibunya sontak marah dan berkata: “idzhab ja’alaka llahu imaman lil haramain, pergilah kamu… Biar kamu jadi imam di Haramain.” Ternyata ucapan kemarahan sang ibu menjadi doa yang mengantarkan anaknya menjadi imam Masjid Haram yang saat ini dikenal dengan Syekh Abdurrahman as-Sudais. Kecerdasan emosional melahirkan keseimbangan yang pada gilirannya dapat menjadikannya berpikir logis, objektif. Sehingga puasa pada gilirannya dapat meningkatkan kecerdasan intelektual. Pengetahuan adalah nur (cahaya) yang dicampakkan Allah ke dalam hati siapa yang mempersiapkan diri untuk meraihnya.

Sebab puasa dapat merangsang syarafsyaraf kecerdasan untuk berpikir aktif, dinamis dan konstruktif. Karena itulah para ulama selalu berpuasa untuk meningkatkan kecerdasan. Kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual yang diperoleh melalui puasa tsb sangat dibutuhkan manusia dalam menjalani lalu lintas kehidupan ini, sehingga dapat menjadi manusia – manusia yang bertaqwa (Muttaqin), yang menjadikan manusia tersebut meningkat harkat dan martabatnya.

Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu

Semoga puasa Ramadhan yang telah dijalani sebulan penuh dapat menuntun kita selalu berpikir positif dan berprasangka baik terhadap Tuhan dan sesama manusia sehingga hidup dengan penuh optimis dalam menatap masa depan. Baginya hidup ini akan terasa indah dan nyaman jika tiada dendam dengan sesama. Suasana idul fitri saat ini merupakan momen penting untuk saling memaafkan. Demikianlah semoga khutbah ini dapat bermanfaat bagi kita dalam menata kehidupan yang lebih baik di hari esok dengan semangat kembali kepada fitrah dan ampunan Allah. Mohon maaf lahir dan batin. Taqabballahu minna wa minkum. Amin ya rabbal ‘alamin. (AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini