Kiai Cepu: Musik Tidak Haram!

0
144
Kiai Cepu menyampaikan ceramah dalam Kajian Seni Budaya di SD Muhammadiyah 4 Surabaya. (Mul/KLIKMU.CO)

Surabaya, KLIKMU.CO – Kusen SAg MA PhD, Wakil Ketua Lembaga Seni dan Budaya Pimpinan Pusat Muhammadiyah, mengupas hadits musik dalam Kajian Seni Budaya yang diselenggarakan oleh SD Muhammadiyah 4 (Mudipat) Surabaya kerja sama dengan Lembaga Seni dan Budaya Pimpinan Daerah Muhammadiyah Surabaya, Rabu (22/5/2024) malam.

Kajian tersebut mengambil tema “Seni Budaya (Musik) dan Dakwah Muhammadiyah”.

Kiai Cepu, sapaan akrabnya, mengawali kajian dengan menjelaskan budaya. Menurutnya, hubungan antara agama dan budaya ada dua bentuk. Pertama, agama dan budaya tidak bisa disatukan. Kedua, mustahil agama dan budaya bisa disatukan.

“Suatu kewajiban tidak akan mencapai sempurna kalau tidak ada yang mendukung. Maka yang mendukung itu adalah wajib,” tegas Kiai Cepu.

Dia lantas menyebut hal yang wajib, contohnya shalat harus menutup aurat. Mengadakan kain adalah wajib. Sebab, kain adalah produk budaya untuk menutup aurat dengan nyaman.

Contoh berikutnya, mendirikan sekolah atau kampus adalah wajib. Karena menuntut ilmu adalah wajib, sedangkan kampus merupakan produk budaya.

Contoh berikutnya, ketika mau bepergian jauh dengan menggunakan transportasi modern seperti pesawat dan lainnya. Ini merupakan salah satu produk budaya.

“Ajaran agama mustahil terlaksana kalau tidak ada produk budaya,” tegas lulusan filsafat Rusia itu.

Kiai Cepu lantas menyampaikan tiga kritik. Salah satunya ahli fikih yang tidak mengerti seni, sedangkan seniman tidak mengerti fikih. Sehingga harus menghadirkan seseorang yang mengerti fikih dan juga seniman dalam pendalaman ilmu tarjih yang terkait tentang budaya.

Selanjutnya, tradisi pun dijelaskan dulu oleh Kiai Cepu. Contohnya, di zaman Nabi Muhammad SAW ada akikah dan Rasulullah hanya mengubah isinya saja.

“Tindakan Rasulullah ini disebut islamisasi,” terangnya.

Kiai Cepu menegaskan bahwa tahlilan merupakan tradisi Jawa, bukan termasuk ajaran dalam Islam. Namun, Sunan Bonang pun mengubah pujian ataupun doa yang tidak ada bacaan islami menjadi pujian ataupun doa yang islami supaya mengubah tradisi tersebut secara perlahan. Hal ini disebut islamisasi.

Lebih lanjut, Kiai Cepu menjelaskan, berdasarkan muktamar dari Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir, pendekatan dakwah Muhammadiyah mesti berubah. Dakwah Muhammadiyah memiliki ciri mudah dikenal, masif, populer.

“Selama tidak ada dalil yang mengharamkan, maka tidak apa-apa,” katanya.

Jadi Moderator UAH

Diceritakan, Kiai Cepu merupakan moderator yang pematerinya Ustadz Adi Hidayat (UAH) dalam acara yang materinya menuai kontra dari netizen. Dia menjabarkan terkait materi yang disampaikan Ustadz Adi Hidayat. Menurut dia, pihak salafi langsung menentang bahwa musik adalah haram.

Kiai Cepu tidak punya perbedaan dengan Ustadz Adi Hidayat tentang hukum musik. Namun, dia memiliki pemahaman yang lebih mendalam terkait musik.

Ada dua hukum dasarnya, di Himpunan Putusan Tarjih halaman 164. Dijelaskan di dalam HPT perkara muamalah. Musik masuk ke perkara muamalah serta menurut Al-Qur’an dan Aqli.

Al-Qur’an surah Al-Luqman ayat 6: “Di antara manusia ada orang yang membeli percakapan kosong untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya olok-olokan.”

“Ketika kita melihat hukum musik secara teks berarti haram jika hanya sebatas ini. Yang maknanya yaitu nyanyian yang dimaksud adalah nyanyian yang tujuannya menyesatkan. Karena dalam ayat ini di zaman nabi ada seseorang yang ingin bertemu dengan Nabi Muhammad untuk bertanya terkait agama Islam, namun orang itu malah diajak bernyanyi. Sehingga nyanyian dalam konteks ini menyesatkan. Jika nyanyian tidak bertujuan menyesatkan maka boleh saja,” bebernya.

“Sehingga kita tidak boleh hanya menafsirkan sebatas teks saja, melainkan secara konteks,” terangnya.

Menurut Kiai Cepu, banyak teks yang bisa ditemukan di internet bahwa musik itu haram. Namun, yang menyimpulkan bahwa musik adalah haram dari beberapa teks tersebut bukanlah Nabi Muhammad SAW.

“Kesimpulan haram adalah dari sahabat atau orang di sekitar nabi. Boleh jadi nabi pribadi tidak suka musik. Mestinya kalau haram nabi mengatakan musik haram tak boleh dimainkan, ini dari beberapa hadits kan tidak,” terangnya.

“Kesimpulan kajian ini ada dua. Pihak yang memberikan hukum terkait musik, yaitu ada yang memahami secara teks dan ada memahami secara kontekstual. Silakan kita yang mana?” tandas Kiai Cepu.

(Pega/Mul/AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini