5 Desember 2024
Surabaya, Indonesia
Opini

Komunitas Padhang Makhsyar #2: Aisyiyah dan Feminisme Sekuler

KLIKMU.CO,- Perempuan sering berkonotasi lemah, tidak berdaya, marginal dan tidak dihitung. Dalam beberapa hal diposisikan sebagai obyek seperti pada masa kekaisaran Romawi kuno, perempuan dijadikan hadiah bagi para gladiator pemenang sebuah pertarungan. Atau harem bagi para bangsawan dan selir bagi para kaisar dan raja.

Bagi laki-laki perempuan adalah simbol status dan martabat: makin banyak koleksi harem, selir dan gundik, makin tinggi pula status sosialnya. Perempuan sering pula dijadikan bahan pembuka sebuah pembicaraan dan perundingan pada kasus tertentu perempuan kerap dijadikan umpan untuk kepentingan atau mempertahankan kuasa pada aktifitas diplomatik.

Sejarah perempuan adalah kisah kelam kemanusiaan, ketidak adilan, kezaliman dan marginalisasi. Pada masa jahilyiah memiliki anak perempuan adalah aib, membunuh bayi perempuan adalah hal biasa daripada diledek seumur hidup. Penistaan terhadap perempuan sepertinya belum bakal berakhir. Bahkan lebih menjadi dengan kemasan yang lebih modern. Kondisi demikian membuat mereka rela di kooptasi demi kesenangan dan popularitas yang justru menenggelamkan dirinya pada kelimun nafsu laki-laki.

Warga Aisyiyah selalu siap sedia untuk mengawal peradaban bangsa yang mulia, tampak bapak Din Syamsuddin di apit 3 Aisyiyah yang luarbiasa

Semakin militan perempuan melawan, semakin rendah pula ia ditempatkan. Seperti gerakan feminisme sekuler yang menginginkan persamaan dan kesetaraan kaum laki-laki pada semua aspek justru membuat perempuan kian terpuruk dan menjadi bahan tertawaan publik.

Nafsu untuk menjadi setara dengan laki-laki pada mulanya kelihatan baik tapi jika dilakukan dengan berlebihan berbalik merendahkan martabatnya sendiri. Banyak perempuan kemudian salah fikir berusaha sekuat tenaga bisa sejajar dengan laki-laki dan hasilnya justru perempuan memperbudak perempuan lainnya. Urusan suami anak-anak dan rumah tangganya dikerjakan oleh pembantunya yang juga perempuan. Ia ingin setara dengan cara memperbudak perempuan lainnya. Itulah cara berpikir sekuler yang jauh dari spirit Islam.

Asiyah ra, Maryam ra dan Khadijah ra tiga perempuan mulia. Bukan hanya karena kecantikannya meski tak dipungkiri bahwa ketiganya sangat elok. Ketiga perempuan itu mampu mensejajarkan dengan laki laki bahkan lebih, dengan keimanan dan kecerdasannya. Asiyah isteri diktator Firaun yang mengaku sebagai Tuhan dengan kekuasaan absolut tetap mampu menjaga spirit tauhid yang diimani bahkan mampu memerankan dirinya dengan anggun.

Begitu pula dengan Maryam perempuan pelayan Tuhan di bait al maqdis. Perawan suci yang dipilih Tuhan melahirkan bayi laki-laki yang kelak menjadi Al Masih.

Khadijah pengusaha kaya. Wanita karir dengan harta berlimpah. Menikah dengan Rasulullah saw. Wanita ini yang menjaga, menghibur dan melindungi Nabi dan terus memberikan semangat dan merelakan semua hartanya untuk dakwah Rasulullah saw. Tiga perempuan itu disebut sebagai penghulu perempuan dan akan menjadi isteri baginda Nabi saw di surga.

Aisyiyah adalah gerakan perempuan yang lahir pada paruh pertama abad 20. Lahir di Jogja dan terus membesar hingga masuk seluruh pelosok wilayah di Indoenesia. Gerakan ini telah menyadarkan kaum perempuan Indonesia bahwa menjadi perempuan tidak harus menjadi konco wingking, suwargo katut neroko katut atau warga kelas dua setelah laki laki. Aisyiyah telah membuat kelapangan bagi perempuan untuk bekerja dan berrkarir tak lagi susah bekerja di kantor, pegawai bahkan hanya sekedar memiliki SIM. Menjadikan perempuan tetap sadar diri sesuai fitrahnya. Beraktivitas dan berkarya sesuai dengan kodrat yang melekat .

Ketiga penghulu perempuan itu Asiyah, Maryam dan Khadijah menyemangati setiap gerak aktifitas Aisyiyah. Ciri kemoderenan dan rasionalitas tetap terjaga, nafas Islam dan iman tidak lapuk di genggaman. Tetap berada di posisi tengah (Al wasth). Tidak terlalu ke kanan juga tidak terlalu ke kiri. Faktanya Nga’isiyah tetap eksis hingga di usianya yang lebih dari 100 tahun.

Beragam aktifitas terus mengalir dan lahir dari PAUD, rumah sakit, hingga universitas. Kalau boleh berbangga sedikit, tidak satupun organisasi perempuan di dunia yang punya banyak amal seperti Aisyiyah. Tidak hanya pintar berkonsep tapi menunjukkan dengan amal nyata sesuai spirit al Maa’un. Semangat untuk memberi bukan meminta. Inilah gerakan perempuan yang sesungguhnya.

Kontemplasi dan muhasabah terhadap gerakan yang sudah dan akan dilakukan dengan satu niat Aisiyah tetap eksis di tengah jaman yang terus berubah. Kita berharap bakal lahir program-program yang aspiratif, akomodatif dan inovatif berdasar kebutuhan anggota bukan keinginan pengurus agar A’isyiyah tidak menjadi eksklusif.

@nurbaniyusuf,                                  Komunitas Padhang Makhsyar dan Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Batu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *