16 Desember 2024
Surabaya, Indonesia
Opini

Komunitas Padhang Makhsyar #217: Bendera Tauhid dan Daulah Negara

Foto tulisan kalimat syahadat diambil dari facebook

KLIKMU.CO

Oleh: Kyai Nurbani Yusuf*

Bendera yang diklaim sebagai bendera Tauhid umat Islam sedunia itu ternyata juga belum diterima utuh, bahkan Kerajaan Saudi pun kurang berkenan bahkan melarang memasang, menyimpan apalagi mengibarkan meski di tembok belakang rumah, bendera yang di negara Indonesia diharapkan dapat merubuhkan rezim yang sedang berkuasa itu di Kerajaan Saudi tak boleh ada.

*^^*
Sikap Kerajaan Saudi terhadap bendera yang diklaim sebagai bendera tauhid adalah jawaban benderang tentang Daulah sebuah negara, demokrasi dan kebebasan berserikat dan berkumpul. Kita bersyukur, setidaknya negara Indonesia masih menjadi surga bagi kebebasan dan berserikat tanpa intimidasi dari negara.

Sementara di kerajaan Saudi pasang bendera tauhid di tembok belakang rumah saja harus berurusan panjang di Indonesia malah sebaliknya. Bendera tauhid justru dicetak dan diproduksi besar besaran menjadi topi, kaus, bendera, taplak meja atau sovenir lainnya dan dijadikan simbol demo berjilid jilid. Sebuah pemandangan yang kontras.

Politisasi agama. Agar massa bergerak dengan simbol yang disamarkan. Makin terlihat. Bukan tak suka agama tegak, hanya tak suka dengan cara yang kurang patut.

*^^*
Keluhan Kyai Mas Mansur Horberstur Muhammadiyah sesaat penghapusan tujuh kata salam sila pertama Pancasila dapat kita renungi: “Kita sekarang bukan hidup pada 25 tahun lalu. Kita sudah bosan, kita sudah payah bermusuh-musuhan. Sedih kita rasakan kalau perbuatan itu timbul daripada ulama, padahal ulama itu semestinya lebih halus budinya, berhati-hati lakunya. Karena ulama itu sudah ditentukan menurut firman Allah: Ulama itu lebih takut kepada Allah. Karena ulama tentunya lebih paham dan lebih mengerti kepada dosa dan bahayanya bermusuh-musuhan.”

Ki Bagus Hadikusumo misalnya, sesaat setelah menyetujui penghapusan tujuh kata tersebut, ia segera mengirim kawat kepada Majelis Tanwir Muhammadiyah yang tengah bersidang di Jogjakarta. Ia meminta agar penutupan sidang ditunda sampai ia kembali dari Jakarta.

Ketika tiba di Jogjakarta dan menghadapi Majelis Tanwir, ia menumpahkan kekecewaannya, mengecam kalangan nasionalis serta Panitia Persiapan Kemerdekaan. Ia pun mengingatkan Majelis, dan secara tidak langsung umat Islam di Indonesia, bahwa perjuangan belum selesai, umat Islam harus bersiap menghadapi masa-masa berikutnya.

*^^*
Dua pesan dari Kyai Mas Mansur dan Ki Bagus Hadikoesoemo dua orang yang pernah menjabat Ketua PB Muhammadiyah setidaknya dapat sedikit mengurai agar para ulama bisa menahan diri, tidak mengumbar perbedaan di depan publik yang berakibat saling permusuhan dan perpecahan apalagi menggunakan kekuatan umat untuk menyokong pembelaan pribadi.

Ada baiknya para ulama sedikit bersabar .. karena ulama adalah kumpulan yang lebih takut kepada Allah .. takut bahaya perpecahan, takut terhadap bahaya permusuhan, takut bahaya saling membenci dan takut menjadikan agama sebagai alat perjuangan politik kelompok .. dan takut memperalat Tuhan untuk mendapat kekuasaan … Wallahu a’lm

*Ketua Majelis ulama Indonesia Kota Batu dan pegiat Komunitas Padhang Makhsyar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *