KLIKMU.CO
Oleh: Kyai Nurbani Yusuf*
Apakah perlu voting untuk memaafkan kekhilafan seseorang. Inikah negeri demokrasi itu.
*^^^^*
Baginda junjungan Rasulillah saw bukan hanya lembut, tapi juga santun, bukan hanya santun tapi juga pemaaf, bukan hanya pemaaf tapi membalas setiap kejahatan atau keburukan yang menimpa dengan kebaikan yang lebih. Pemberian maaf saja tak cukup, tapi membalasnya dengan kebaikan yang lebih. Dan itu sangat berat, kecuali orang-orang special yang diberi anugerah Allah tabaraka wata’ala sebagai keberuntungan yang besar.
Bukan cacian dibalas cacian. Bukan laknat dibalas dengan laknat. Bukan fitnah dibalas fitnah, kalau seperti demikian itu lantas apa bedanya kita dengan mereka yang rendah itu. Membalas yang sama hakikatnya kita juga merendahkan diri sama dengan pelaknat dan pendosa tidak ada beda. Sama-sama pelaknat dan sama-sama penista. Ahli ghiba dan ahli hoax. Na’udzubillah
Dengan pemaafan itu, Nabi saw hendak menuntun kita menjadi mulia, bukan sebaliknya menjadi manusia rendah budi. Yang dari lisannya selalu terucap kata-kata tak patut sebagai mu’minin.
*^^^*
Allah ta’ala berfirman: “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (balaslah) kejahatan itu dengan cara yang lebih baik (pembalasan yang lebih baik), sehingga orang yang ada rasa permusuhan diantara kamu dan dia, akan seperti teman yang setia. Dan sifat-sifat yang baik itu tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang sabar dan tidak pula dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar”. (Fushilat: 34-45)
Masya Allah. Bukan hanya maaf tapi juga pembalasan yang lebih baik. Dan baginda Nabi saw telah memberikan uswah yang sangat banyak. Kebaikan beliau kepada pengemis Yahudi penyebar hoax bahwa rasulullah gila, kepada janda depan rumah yang selalu menyiram kencing onta dan lembutnya Beliau saw kepada Abdullah salah seorang sahabat pemabuk.
Beliau juga melarang membakar kitab suci, membunuh pendeta, rahib, dan membakar atau merusak tempat-tempat ibadah atau sekedar memindah rupaka di dalam gereja pada saat perang. Sayangnya tidak semua mu’minin punya sifat-sifat baik itu kecuali mu’min yang sabar dan mu’min yang dikehendaki Allah mendapat keberuntungan yang besar.
*^^^*
Dalam surah as Syura 40, Allah ta’ala berfirman:”Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.”
Kurang jelas apa, kurang tegas apalagi. Bahwa memaafkan itu lebih baik. Dari pada membalas meski serupa. Menambah dengan membalas kebaikan, jauh lebih baik ! Itulah rahmatan lil alamin yang kerap dianjurkan itu. Kita bukan umat keras hati, pendendam dan suka menghukum. Orang yang memusuhi kita akan berbalik menjadi teman setia jika kita memaafkan, begitu janji Allah taala.
Sehingga kita tidak harus marah berjamaah setiap ada kasus yang sama, kita serahkan kepada yang berkewenangan untuk mengambil kebijakan. Khalifah Abu Bakar ra saat menumpas pembangkang pembayar zakat dan beberapa orang yang mengaku nabi palsu juga bertindak atas nama negara (khilafah) bukan atas nama pribadi.
Bukan bertindak sendiri-sendiri. Membuat hukuman sendiri bahkan memvonis kesalahan yang belum terbukti sebaiknya dihindari. Lantas mengklaim mewakili dan mengatas namakan umat Islam. Menghujat dan merendahkan tanpa mengindahkan akhlaqul karimah dan kesantunan sebagai mu’minin sedapatnya kita jauhi.
*^^^*
Allah tabaraka wata’ala memuliakan kita sebagai umat yang adil dan sebagai saksi bagi umat -umat yang lainnya. Semoga tetap ada segolongan dari umat ini yang senantiasa mengajak kepada kebaikan dan menyeru kepada jalan Tuhan. Jalan kemanusiaan. Jalan kesantunan. Jalan kemaafan. Tanpa syarat….. …
*Pegiat PADMA-Community