Oleh: Muhammad Abidulloh
KLIKMU.CO
Sudah diceritakan beberapa kali, keterkejutan dan kekhawatiran saya ketika bertemu kawan-kawan yang aktif dalam berbagai dinamika perjuangan. Betapa besar “ancaman” yang harus dihadapi akibat kekeliruan dalam mempresepsi peritiwa sejarah masa lalu.
Sangat menakutkan manakala kekeliruan presepsi itu terjadi pada kalangan generasi muda Islam, khususnya lingkup Muhammadiyah.
Dalam satu kesempatan, bertemu dengan anak muda, yang dari gesturnya, penuh daya kritis dan kapasitas intelektual memadai. Tak jauh beda dengan bapaknya. Ternyata anak seorang tokoh, punya nama besar dunia jurnalistik, kalangan persyarikatan, masa dulu. Beliau salah satu orang yang berjasa, setidaknya kepada saya, dalam dunia publisistik dan tulis-menulis puluhan tahun lalu.
Keterkejutan terjadi, bahkan bikin jantung “menjingkat”, seolah hendak melompat. Betapa tidak, dari diskusi santai-singkat, tampak sekali anak hebat ini berda dalam ruang “salah asuhan”. Kesimpulan yang diyakininya, PKI tidak terlibat peristiwa September 1965. Lebih jauh lagi, pandangannya dan opininya menempatkan ummat Islam dalam peran “antagonis” atas rangkaian peristiwa itu.
Bayangkan! Terjadi pada generasi penerus, dari tokoh besar kalangan perjuangan Islam, khususnya Muhammadiyah. Dugaan saya, ini bukan satu-satunya. Wallahu a’lam.
Alhamdulillah, masih ada secercah harapan yang mungkin digapai. Anak ini masih menunjukkan rasa hormat. Bisa jadi karena sedang berhadapan dengan orang yang pernah dekat dengan ortunya.
Beberapa literarur, artikel, dan dokumen yang disodorkan diterimanya dengan perasaan terbuka. Ternyata, banyak di antaranya belum pernah disentuhnya. Rupanya, inilah biang penyebabnya. Selama ini mengalami ketimpangan sumber informasi dan opini.
Beberapa lama kemudian bertemu lagi. Dapat dirasakan, opini dan pandangannya tentang peristiwa tahun 1965 tidak “seseram” dulu lagi. Tentu tidak berbalik 180 derajat. Setidaknya ada perimbangan, inputan yang mengisi kepalanya.
Tentu saja bukan saatnya mencari siapa dan apa salahnya. Bahwasanya “muhasabah” harus selalu dilakukan sepanjang waktu terbentang.
Beberapa kali melakukan test case pada kalangan muda kita. Banyak sekali di antaranya, tidak cukup pengetahuan sejarah masa lampau. Berbagai peristiwa sejarah, yang melibatkan para tokoh Islam, khususnya Muhammadiyah. Dinamika perjuangan pra-pasca kemerdekaan. Betapa berat dan derita yang menyertainya dalam perjuangan.
Goresan peristiwa, sejarah yang berpotensi dilupakan. Bahkan, kemungkinan akan terjadi pemutarbalikan fakta sejarah akibat ulah sekelompok golongan yang berkepentingan.
Sudah barang tentu, sangat tidak diharapkan. Masalahnya, apa yang perlu, akan, dan sudah dilakukan?
Gambaran cerita jurnalis muda di atas, betapa terbatasnya, bahkan langkanya, pemenuhan informasi dan opini yang kita sediakan. Sangat dirasakan, betapa tidak sebanding dengan ruang diskusi dan opini yang tersedia dari kelompok masyarakat lain.
Sebetulnya, banyak sekali rangkaian peristiwa masa lalu yang wajib diketahui secara komprehensif oleh generasi penerus. Rangkaian peristiwa sebelum dan sesudah kemerdekaan. Penjelasan jujur dan utuh versi umat Islam.
Berbagai peristiwa penting, yang gambarannya harus adil dan berimbang, dalam catatan sejarah. Buku catatan yang harus diwariskan dari generasi ke generasi.
Sebut saja, keterlibatan tokoh Islam yang begitu besar dalam BPUPKI serta dinamika yang terjadi. Kelahiran Pancasila yang rawan dimanipulasi.
Peristiwa pergolakan yang sering ternarasikan secara tidak adil. DI/TII, Tanjung Periuk, Talang Sari, dan serangkaian peristiwa yang membuat kurang nyaman perasaan umat Islam.
Banyak sekalai catatan peristiwa sejarah penting yang harus diwariskan. Penjelasan utuh dari berbagai dimensi. Gambaran peristiwa, politik, ekonomi, budaya, dan persoalan kompleks yang menyertainya.
Tentu membutuhkan waktu serta ruang opini-diskusi yang memadai. Menu ruang kuliah-sekolah sangat tidak memadai. Perlu disediakan ruang-ruang diskusi dengan berbagai menu yang menarik, tanpa kehilangan kualitas.
Dalam perjalanan bangsa ke depan, kita tidak bisa kehilangan jejak kaki masa lalu. Tak bisa dibayangkan, prestasi para leluhur terancam hilang dari catatan sejarah bangsa. Akibat tidak berdaya dalam pergulatan kepentingan, yang seringkali diperlukan “manipulasi” sejarah oleh sekelompok orang.
Wallahu a’lam
Muhammad Abidulloh
Praktisi, Dai, dan Mantan Jurnalis