KLIKMU.CO

Oleh K.H. Abdullah Wasi’an*)
Orang Kristen sering keliru memahami ajaran Islam. Beberapa kekeliruan itu antara lain:
1. Mereka sering mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw. tidak bisa menyelamatkan umatnya sebagaimana yang dilakukan Yesus terhadap umatnya. Dasar mereka, kaum muslimin masih membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw. dengan sighat: “Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad” yang artinya: “Ya Allah, limpahkanlah kesejahteraan atas Nabi Muhammad dan keluarganya.”
lni artinya menurut mereka Nabi Muhammad belum selamat, sehingga perlu dibacakan shalawat oleh umatnya. Karenanya, tidak mungkin bisa menolong umatnya, karena beliau sendiri belum selamat.


Menjawab kekeliruan ini, kita bisa terangkan sebagai berikut:
Kaum Muslimin membaca shalawat tersebut dengan tujuan: Pertama, berterima kasih kepada beliau, yang telah menyelamatkan umat manusia dari kekafiran kepada ajaran Tauhid. Dua, untuk mendapatkan pahala. Nabi Muhammad saw. pernah bersabda: “Man shalla a’laiyya marratan waahidatan, shallallaahu ‘alaihi bihaa ‘asyra” artinya: “Barang siapa yang membaca shalawat atasku sekali saja, Allah akan memberi balasan sepuluh kali shalawat.’ Nabi Muhammad sendiri sudah dijamin keselamatan dan kesejahteraannya oleh Allah.
Dalam surat Al-Ahzab :56 disebutkan: “Sesungguhnya Allah dan para Malaikat bershalawat atas Nabi Muhammad. (Oleh karena itu) hendaknya kamu sekalian bershalawat kepadanya dan mohonkan kesejahteraan atasnya dengan sebenar-benar kesejahteraan.”
Sedang mengenai Yesus yang mereka anggap bisa menyelamatkan umatnya dapat dibaca dalam pembahasan tentang “Benarkah Yesus itu Juru Selamat?”
2. Mereka juga menilai kaum Muslimin telah melakukan perbuatan syirik dalam shalat, karena menghadap Kakbah di Kota Makkah.
Menanggapi pernyataan tersebut kita bisa jelaskan sebagai berikut:
Umat Islam menghadap Kakbah bukan untuk menyembahnya. Kakbah itu hanya sebagai arah belaka. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam surat Al-Baqarah: 149 yang berbunyi: “wa min haitsu kharajta, fawalli wajhaka syathral masjidil-haram.” Artinya: “Dan dari mana saja engkau keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.”
Keterangan di atas diperkuat dengan surat Al-An’am: 79 yang berbunyi: “Inni wajjahtu wajhiya lil-ladzi fatharas samanwaati wal ardl.” Artinya: “Sesungguhnya aku menghadapkan mukaku (dan seluruh jiwa/rohani) kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi.”
Ini berbeda dengan kebaktian dalam Kristen yang selalu menghadap patung Yesus, meski mereka berapologetika bahwa patung itu tidak mereka maksud untuk menyembah Yesus. Tetapi dasar mereka terhadap apologi itu tidak ada. Yang ada adalah keterangan yang menjelaskan bahwa mereka itu beriman kepada Yesus.
Buktinya dalam Epesus 1:1 Paulus berkata: “Dari Paulus rasul Kristus, dengan kehendak Allah kepada segala orang suci di Epesus dan yang beriman kepada Yesus Kristus.”
Dari keterangan tersebut dapat diketahui bahwa ajaran Tauhid Islam lebih terjaga dari syubhat syirik. Islam sangat menentang ajaran yang berbau syirik. Buktinya, Rasulullah pernah menegur pamannya, Abu Lahab yang sedang tekun menghadap arca (berhala). Padahal alasan Abu Lahab menghadap arca itu untuk mendekatkan jiwanya yang kotor kepada Allah swt.
Alasan itu tidak diterima Nabi, karena menghadap arca (berhala) merupakan perbuatan syirik yang sangat dibenci oleh Allah swt. Kepada pelakunya akan diberi siksa yang amat pedih di hari kiamat, yaitu dimasukkan ke neraka.
Contoh lain, Nabi pernah menegur keras seseorang yang berpidato dengan mengatakan: “Barang siapa taat kepada Allah dan utusan-Nya, maka sungguh ia mendapat petunjuk, dan barangsiapa yang durhaka kepada keduanya, sungguh ia telah sesat.”
Menurut Nabi ucapan “Barang siapa taat kepada Allah dan utusan-Nya, maka sungguh ia mendapat petunjuk,” itu benar, tetapi ucapan “barangsiapa yang durhaka kepada keduanya, sungguh ia telah sesat” adalah kesalahan besar. Karena ucapan itu mengandung pengertian menyamakan Nabi Muhammad saw dengan Allah swt. Ucapan itu disebut syirkun lafdhiyyun, yaitu syirik ucapan.
3. Menurut kaum Kristiani, Al-Qur’an itu menjiplak Al-Kitab. Buktinya, hukum tentang Qishos dalam surat Al-Maidah 5:45 sama dengan Keluaran 21:12 dan Matius 5:35. Demikian juga tentang kalimat “tidak akan dimasukkan ke dalam surga hingga onta masuk ke dalam lobang jarum” dalam surat Al-A’raf 7:40 sama dengan Matius 19:24. Menanggapi penilaian itu, kita bisa jelaskan sebagai berikut:
Semua nabi dan rasul yang jumlahnya 25 itu adalah utusan Allah. Ketika Musa diangkat sebagai nabi dan rasul, Allah menerapkan hukum Qishos kepada Bani lsrail yang ditulis dalam Keluaran 21:12. Kemudian ketika Muhammad diangkat menjadi nabi dan rasul, Allah pun juga menerapkan hukum Qishos kepada umat Islam yang dibakukan dalam surat Al-Maidah 5:45.
Hal ini juga sama dengan pernyataan Allah tentang orang bakhil tidak akan masuk surga hingga onta masuk ke dalam lobang jarum (Matius 19:24). Pada masa Nabi Muhammad, Allah berfirman bahwa orang-orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya tidak akan dimasukkan ke dalam surga hingga seekor onta masuk ke lobang jarum. Dari keterangan ini kita tahu bahwa Allah swt sendiri yang menyarakannya, bukan Nabi Muhammad.
4. Mereka menganggap Alquran materialistik. Buktinya, banyak ayat-ayat yang menerangkan tentang bermacam-macam kenikmatan di dalam surga. Seperti bidadari-bidadari yang cantik, makanan yang lezat cita rasanya, dll.
Menjawab anggapan tersebut kita bisa katakan bahwa Alquran itu diturunkan untuk semua martabat manusia, baik yang martabatnya tinggi maupun rendah. Mereka yang bermartabat rendah akan lebih mudah diajak menjalankan syariat Islam jika kita katakan bahwa kelak mereka akan mendapat kenikmatan dari surga seperti di atas. Sedang terhadap mereka yang sudah memiliki martabat tinggi tidak perlu diiming-imingi dengan hal itu. [*]
