8 April 2025
Surabaya, Indonesia
Kajian

Kristologi #25: Nikah Beda Agama

Ilustrasi diambil brilio.net

KLIKMU.CO

Oleh K.H. Abdullah Wasi’an*)

Masalah nikah beda agama saat ini menjadi wacana yang paling hangat di kalangan kaum Muslimin. Di kalangan tokoh Islam sendiri terjadi perbedaan pendapat dalam menyikapinya. Sebagian membolehkan orang Islam menikah dengan orang Kristen dengan alasan demi toleransi agama. Mereka yang berpendapat boleh nikah beda agama biasanya berpegang pada surat al-Maidah ayat 5 yang artinya:

“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatannya diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka.”

Kalimat “dan wanita-wanita yang menjaga kehormatannya di antara orang-orang ahli kitab (halal bagi kamu)” dipahami secara harfiah (tekstual). Sehingga mereka berpendapat bahwa laki-laki Muslim boleh mengawini wanita Kristen, karena wanita Kristen itu termasuk ahli kitab. Padahal di ayat lain Allah dengan tegas mengatakan bahwa sebagian besar ahlul kitab adalah orang-orang yang fasiq. Hal ini didasarkan pada surat Ali Imran ayat 110 yang artinya berbunyi:

“…sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”

Dari ayat dapat diambil kesimpulan bahwa ahli kitab itu terbagi dalam dua golongan. Golongan pertama adalah mereka yang masuk surga, sedang golongan kedua adalah mereka yang masuk neraka. Golongan yang masuk surga boleh dinikahi, sedang golongan yang masuk neraka tidak beleh dinikahi.

Lalu siapa ahli kitab yang termasuk gclongan yang masuk surga? Golongan yng masuk surga diterangkan dalam surat Ali Imran 113 yang berbunyi:

“Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus[221], mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (menyembah kepada Allah).”

Demikian juga terdapat dalam surat Ali Imran 199 yang berbunyi:

“Dan sesungguhnya diantara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya.”

Adapun golongan ahli kitab yang masuk neraka adalah mereka yang kafir sebagaimana terdapat dalam surat al-Bayyinah ayat 6 yang berbunyi:

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.”

Dari keterangan ayat-ayat tersebut di atas, dapat ditarik benang merahnya bahwa ahli kitab yang masuk surga adalah golongan Nasrani yang non Trinitas. Sedang ahli kitab yang masuk neraka adalah golongan Nasrani yang Trinitas. Berarti yang boleh dinikahi menurut Islam adalah ahli kitab yang non Trinitas. Sedang yang Trinitas hukumnya haram dinikahi. Golongan Nasrani yang non Trinitas antara lain, Waroqah, Salman Al-Farisi sebelum masuk Islam, dan Maria istri Rasulullah yang melahirkan Ibrahim, yang meninggal dunia pada waktu kecil.

Jadi sangat keliru bila ada tokoh Islam mempunyai pendapat membolehkan nikah beda agama hanya karena alasan toleransi beragama. Islam membolehkan toleransi hanya dalam batas-batas tertentu. Contohnya, Nabi Muhammad Saw pernah mempersilakan tokoh-tokoh Nasrani menginap di salah satu ruangan masjid. Waktu itu para tokoh Nasrani mengunjungi kota Madinah untuk menemui Nabi Muhammad saw. Karena di Madinah tidak ada hotel (penginapan), maka Rasuiullah memberikan sebuah ruangan dalam masjid guna keperluan mereka mengerjakan ibadahnya. Sikap yang diperlihatkan oleh Rasul inilah yang dinamakan toleransi. Bukan seperti pendapat beberapa tokoh Islam saat ini.

Dalam hal toleransi, orang Kristen sendiri sangat tidak roleran. Dalam kitab Yohanes II 1: 10-11 disebutkan bahwa orang Kristen dilarang menerima orang yang tidak sama ajarannya masuk ke dalam rumah. Dan tidak boleh memberi salam karena khawatir akan mendapat kejahatan yang sama. Dari kitab ini sangat jelas bahwa ajaran Kristen sesungguhnya tidak mengenal toleransi.

Sehingga sangat disayangkan jika ada tokoh Muslim yang memahami toleransi dengan membolehkan nikah beda agama. Karena nikah beda agama sebenarnya merupakan program dari misi Kristenisasi lnternasional. Perkawinan antar agama itu salah satu misi dalam Kristenisasi karena cara tersebut sangat praktis, relatif mudah, dan jarang tersentuh hukum. Dalam Kristen, menikah dengan yang berlainan agama dibolehkan (Corintius 7 ayat 12).

Paulus berkata, “Kalau ada seorang saudara beristri seorang yang tidak beriman dan orang-orang itu mau hidup bersama dia, janganlah saudara itu menceraikan dia, dan kalau ada seorang istri yang bersuamikan orang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dia, janganlah ia ceraikan laki-laki itu karena suami yang tidak beriman dikuduskan oleh istrinya.”

Jadi, kesimpulaunya pernikahan yang berlainan agama diperbolehkan dalam ajaran agama Kristen. Sedang Islam mengharamkan hal itu, kecuali yang non-Muslim masuk Islam secara ikhlas.

Sebenarnya para misionaris itu tahu bahwa Islam tidak setuju dengan perkawinan antar agama. Tapi karena sudah menjadi doktrin mereka sebagaimana yang tertuang di dalam Matius 28 ayat 19. Maka mereka akan menggunakan segala cara untuk mencapainya. Diantaranya dengan memakai kedok toleransi.

Cuma yang disayangkan, kenapa sebagian kaum Muslimin sendiri tidak menyadarinya. Kenapa ada tokoh atau kelompok Muslim malah ikut mengkampanyekan nikah beda agama. Apakah mereka tidak mengerti atau memang sengaja melakukannya karena mendapat imbalan? Pertanyaan ini sebaiknya dijawab oleh mereka. [*]

K.H. Abdullah Wasi’an Kristolog jago dialog dan penulis beberapa buku Kristologi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *