Oleh: Ace Somantri
Sangat prihatin dan menyayangkan atas sikap BPIP yang berlebihan. Selama ini sependek yang diketahui tiap tahun merayakan hari kemerdekaan RI tidak pernah terdengar ada satu kata dan kalimat anggota paskibraka muslim berjilbab harus melepas jilbabnya ketika masuk sebagai pasukan inti hingga sebagai cadangan.
Begitupun saat dikukuhkan hingga pelaksanaan pengibaran dan penurunan bendera sang saka merah putih. BPIP sangat ironis sebagai pengawal kebinekaan yang sangat tidak berbineka tunggal ika.
Pemahaman kebinekaan tunggal ika dalam penyeragaman untuk tidak berjilbab, dalih dan alasan apapun tidak dibenarkan. Hal tersebut justru menodai nilai-nilai kemajemukan, dan melanggar konstitusi yang menjamin kebebasan beragama sesuai keyakinan agamanya.
Setelah viral dan menjadi perbincangan, BPIP membuat pernyataan dan penjelasan dengan berdalih sukarela tidak ada paksaan, sangat irasional ketika anggota paskibraka berjilbab saat pengukuhan resmi bagi mereka yang berjilbab tiba-tiba dibuka karena sukarela. Sementara saat gladi dan latihan yang berjilab tetap memakainya, hal ini sangat lucu dan aneh kenapa bisa terjadi.
Kemungkinan ada indikasi mengarah tindakan paksaan tidak langsung maupun langsung, hanya saja mereka para anggota pasukan yang berjilbab diam tak bicara. Namanya siswa, kondisi mentalnya masih sangat mungkin labil sehingga saat ada sedikit tekanan kemungkinan langsung “down” karena hasil perjuangan panjang dengan seleksi sangat ketat tiba-tiba harus keluar jadi pasukan cadangan atau gugur sebagai tim paskibraka gegara tidak mengikuti perintah panitia atau pihak berwenang hal ihwal dibukanya jilbab.
Bagi siapapun yang peduli peristiwa ini, nampaknya kasus tersebut diawali oleh peraturan yang dibuat oleh BPIP dengan alasan sangat irasional, maka keberadaan BPIP selama ini selain kurang ada manfaatnya, juga telah membebani anggaran negara. Terlebih dengan aturan mengenai jilbab terhadap pasukan paskibraka, BPIP secara tidak langsung telah mencederai umat muslim terhadap ajaran yang diyakininya.
Begitupun bagi anggota paskibraka yang terpilih, ananda yang berjilbab untuk tetap berupaya keras menggunaka jilbab sekalipun saat pelaksanaan pengibaran dan penurunan bendera sangsaka merah putih. Tidak mesti takut hanya karena tekanan, justru sebaliknya harus merasa lebih takut saat membuka aurat depan publik dengan sengaja dengan alasan yang bukan karena dlarurat.
Dalam Islam berjilbab merupakan pemahaman umat muslim menjalankan perintah syari’at, sebagai konsekuensi atas keyakinan terhadap ajaran Islam. Andaikan larangan berjilbab terhadap anggota paskibraka saat pengukuhan dan pengibaran bendera benar-benar terjadi dan nyata adanya, hal itu bentuk intoleransi beragama dan akan merusak nilai-nilai kerukunan beragama.
Sangat ironis negara muslim terbesar, hanya karena dalil menafsirkan faham Soekarno terkait kebinekaan yang salah kaprah, belum tentu yang dimaksud oleh Soekarno “Sikap BPIP memperlakukan paskibraka melarang berjilbab “, jangan-jangan itu tafsiran pribadi ketua BPIP dan anggota yang kegenitan dan cari perhatian, atau berharap dapat terlihat bekerja oleh Presiden gegara selama ini tidak ada kerjaan.
Selama ini memang keberadaan BPIP tidak banyak memberi kontribusi positif, malah justru banyak berbuat blunder terhadap kebijakan-kebijakannya. Dan yang anehnya, kebijakan yang dibuat terindikasi kuat selalu cenderung pada hal-hal sensitif keberagamaan.
Padahal, BPIP dibentuk lebih pada penguatan pemerintah terhadap penguatan ideologi kebangsaan yang bersumber pada falsafah negara yaitu Pancasila. Dengan larangan berjilbab kepada paskibraka, secara tidak langsung telah mencederai nilai-nilai Pancasila yang sudah menjadi konsensus bangsa Indonesia.
Momentum kemerdekaan tahun ini sangat disayangkan ada pristiwa yang memilukan, seharusnya merdeka dari segala tekanan terhadap rakyat, bangsa dan negara. Dengan adanya larangan memakai jilbab saat pengukuhan paskibraka, tindakan tersebut dapat dikategorikan perbuatan yang menekan yang tidak memberi kebebasan dan kemerdekaan kepada anak bangsa, padahal mereka adalah pasukan pengibar bendera sangsaka merah putih.
Sejatinya kemerdekaan memberi kebahagiaan sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang Pencipta, karena atas berkat dan rahmat-Nya Indonesia meraih kemerdekaan. Sangat dimungkinkan jika tidak ada aturan penyeragaman tanpa berjilbab anggota paskibraka dari BPIP saat pengukuhan maupun ketika mengibarkan bendera, dapat dipastikan pasukan paskibraka yang berjilbab tetap akan dipakai jilbabnya ketika saat apapun.
Kemerdekaan RI tahun 2024 dengan pelaksanaan di IKN sudah pasti akan menelan anggaran berlipat dari sebelumnya yang diselenggarakan di ibu kota Jakarta. Sementara, kondisi anggaran negara selama ini tidak dalam baik-baik saja. Informasinya banyak anggaran dari berbagai kementrian, badan dan lembaga negara sebagian teralihkan ke project IKN di Kalimantan.
Ada kesan subjektif, perayaan HUT kemerdekaan RI tahun ini ” Biar tekor asal kesohor” , alih-alih gegara kebijakan BPIP terkait perihal penggunaan jilbab bagi paskibraka telah membuat blunder yang berdampak pada pemerintah yang tengah menjadi sorotan berbagai hal. Begitupun hal sederhana sebut saja saat pengalihan seluruh kebutuhan perangkat perayaan hari kemerdekaan RI dari Jakarta ke IKN Kalimantan dipastikan membutuhkan biaya tidak sedikit.
Biaya HUT Ke-79 Kemerdekaan RI selain ternodai dengan larangan berljilbab, juga dibarengi momentum tarik menarik kepentingan politik pilkada serentak, khususnya di beberapa provinsi ibu kota dan provinsi penyangga.
Hal itu terlihat saat ketua umum partai Golkar saudara Airlangga Hartanto mendadak mengundurkan diri. Konon kabarnya, peristiwa tersebut ada kaitannya dengan pilkada DKI Jakarta yang masih tarik menarik pencalonan Gubernur dan wakilnya. Tersiar kabar, pengunduran diri Ketum Golkar ada tekanan dan ancaman penindakan untuk dikeluarkannya sprindik dan penggeledahan di rumahnya.
Nampaknya kondisi ketum Golkar sangat mungkin ada dalam penyandraan kasus tertentu, sehingga yang bersangkutan lebih memilih mundur. Walaupun pada akhirnya pada saat waktu yang tepat akan dilakukan penyelidikan.
Hari kemerdekaan senyatanya masih belum bebas dari kemerdekaan yang hakiki, buktinya banyak sekali kedaulatan bangsa masih ada dalam cengkraman bangsa lain, sebut saja kadaulatan ekonomi masih tergantung dan tersandra utang bank dunia sehingga berdampak pada seluruh kehidupan bangsa. Termasuk kedaulatan sains dan teknologi, swasembada pangan, serta kedaulatan politik yang dikendalikan oligarki.
Entah kapan semua ini merdeka dan bebas dari segala sandraan. Mimpi besar Indonesia emas berharap tercapai, kepemimpinan baru sebentar lagi akan resmi menahkodai kapal besar negara kesatuan Republik Indonesia, bapak Prabowo Subianto semoga dapat mewujudkan cita-cita bangsa yang masih di persimpangan jalan.
Namun sangat ironi, kemerdekaan dalam beragama saat berjilbab bagi umat muslim masih menjadi sandungan seolah hal itu bentuk intoleransi dalam kerangka kebhinekaan. Bingung setengah mati, apa alasannya saat pengukuhan paskibraka jilabab harus dilepas.
Apakah ini sekedar mengalihkan isu kebangsaan untuk membelokan dan mengarahkan opini publik terhadap berbagai kasus yang telah muncul dipermukaan. Terlepas apapun alasaanya, sebagai umat Islam mendengar informasi anggota paskibraka yang berjilbab harus dilepas saat pengukuhan telah membuat hati teriris dan menyakitkan.
Pasalnya tidak mudah bagi orang tua dan anak perempuan muslim untuk berjilbab sangat butuh perjuangan keras untuk menyadari wajibnya menutup aurat dengan berjilbab. Sementara peristiwa ini diminta untuk dilepas, sangat keterlaluan tindakan tersebut yang tidak menghargai keyakinan beragama pada generasi bangsa.
Mohon dengan sangat kepada para pihak, masih ada waktu sebelum pengibaran bendera sang saka merah putih kebijakan larangan melepas jilbab untuk dicabut. Kembalikan kemerdekaan beragama kepada setiap warga negara, tidak ada pengecualian selama tidak untuk kepentingan yang bersifat dlarurat syariyah.
Mungkin bagi sebagian orang muslimah menyikapi jilbab tidak urgen sehingga tidak mesti dipermasalahkan, namun bagi muslimah yang meyakini berjilbab adalah bentuk sikap ketaatan dan kepatuhan terhadap ajaran agamanya akan melukai jiwanya dengan merasa telah melanggar ajaran yang diyakini benar.
Kiranya bagi muslimah dengan peristiwa ini jangan dianggap hal biasa, terlebih ini masuk dalam kebijakan sekalipun sifatnya sesaat akan mempengaruhi pada kebijakan yang lainnya. Semoga Allah Ta’ala memberi petunjuk kepada kita semua agar diberikan kekuatan lahir bathin menjalankan syari’at-Nya. Aamiin.
Bandung, Agustus 2024