Larangan Memberi Pengemis dari Perspektif Agama dan Sosial

0
69
Dosen Kesejahteraan Sosial (Kesos) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dra Juli Astutik MSi memberikan perspektif tentang hukum memberi pengemis. (Humas UMM/KLIKMU.CO)

Malang, KLIKMU.CO – Gelandangan dan pengemis, atau yang sering kita kenal dengan istilah “gepeng”, adalah kelompok masyarakat yang melakukan aktivitas meminta-minta uang di area umum secara terus-menerus. Masyarakat yang menjumpai golongan ini biasanya akan iba dan memberikan uang kepada mereka.

Secara sekilas, hal ini tidak ada yang salah. Namun, apa efek jangka panjang bagi struktur sosial yang nantinya terbentuk di masyarakat?

Dosen Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial (Kesos) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dra Juli Astutik MSi, memberikan penjelasannya. Menurut Juli, pengemis adalah salah satu penyakit sosial dalam struktur masyarakat. Keberadaannya dapat mengganggu ketertiban dan berpotensi menimbulkan tindak kriminalitas.

“Dalam perspektif ahli pekerjaan sosial, pengemis merupakan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang akut dan berakar dari persoalan kemiskinan, yaitu kemiskinan kultural. Kemiskinan ini disebabkan mentalitas atau budaya,” jelasnya.

Lebih lanjut, Juli menguraikan bahwa di samping kurangnya akses pendidikan wajib, penyebab kemiskinan ini salah satunya bersumber dari mentalitas dan sikap hidup. Seperti malas bekerja, boros, dan suka meminta. Oleh karena itu, pengemis mengalami ketidakberfungsian sosial (social disfunction).

Di sisi lain, jika dilihat peraturan pemerintah maupun daerah yang mengatur terkait pengemis ini, masih banyak celah yang seharusnya digali lebih dalam. Termasuk mengenai tingkat efektivitas peraturannya agar dapat menyelesaikan akar permasalahan.

Contohnya, walaupun banyak kota sudah menerapkan larangan memberi uang kepada pengemis, tetapi pelaksanaannya masih kurang maksimal.

“Memberi pengemis sebenarnya sama saja dengan kita membiarkan mereka (para pengemis, Red) terjerumus dan terlena dalam kemalasan dan kemiskinan terus-menerus tanpa adanya keinginan untuk menjadi masyarakat yang mandiri dan produktif,” tegas Yuli.

Namun, Juli menambahkan, jika dilihat dalam perspektif agama, memberi orang yang tidak mampu merupakan salah satu ibadah yang dinamakan sedekah.

Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran bersama oleh seluruh lapisan masyarakat mulai pemerintah hingga masyarakat untuk fokus memutus akar dari permasalahan. Yakni “ketergantungan” dan “mentalitas” pengemis untuk selalu meminta-minta dan tidak mengusahakan mata pencaharian yang lain.

“Pemerintah secara khusus harus mengkaji kembali peraturan yang berfokus pada pengemis itu sendiri. Bukan malah memberikan sanksi denda materiil kepada pemberi uang. Pemerintah juga harus membuat sistem pemberdayaan pengemis dengan menyediakan wadah yang luas untuk pengembangan skill dan keahlian yang bisa menghasilkan,” tandas Juli. (Wildan/AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini