Lesson Study dalam Pendidikan Profesi Guru: Sebuah Keniscayaan

0
35
Lesson Study dalam Pendidikan Profesi Guru: Sebuah Keniscayaan. (Ilustrasi: amongguru.com)

Oleh: Dr Nurwidodo MKes

KLIKMU.CO

Prawacana

Menurut Undang-Undang Guru dan Dosen Tahun 2005, seorang guru harus memenuhi dua persyaratan atau kualifikasi, yaitu berpendidikan sarjana dan bersertifikasi pendidik. Program sertifikasi pendidik sepenuhnya diatur oleh pemerintah yaitu Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dengan melibatkan perguruan tinggi (LPTK) dalam pelaksanaannya.

Sertifikasi telah dimulai sejak tahun 2008 dan berlanjut sampai saat ini dengan berbagai perkembangan yang terjadi. Pada awal pelaksanaan sertifikasi bagi guru dalam jabatan ditempuh melalui portofolio.

Portofolio adalah bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang dicapai selama menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu. Dokumen ini terkait dengan unsur pengalaman, karya, dan prestasi selama guru yang bersangkutan menjalankan peran sebagai agen pembelajaran.

Berdasarkan perkembangan yang terjadi, portofolio ini menunjukkan banyak kelemahan. Kelemahan tersebut misalnya pemalsuan dokumen bukti kegiatan, bukti penelitian dan bukti lainnya yang tidak rasional. Dampak setelah guru tersertifikasi juga menunjukkan kelemahan, seperti tidak ada peningkatan kinerja dan lain lainnya.

Kelemahan-kelemahan yang ditemukan pada guru tersertifikasi sangat menarik perhatian Bank Dunia, sehingga institusi tersebut melakukan penelitian. Hasil penelitian dilaporkan dengan judul Double For Nothing dan ini sangat mencengangkan.

Mengapa bisa terjadi? Sertifikasi yang  dibayarkan seharusnya untuk peningkatan kinerja guru, tetapi malah sebaliknya, bukan peningkatan kinerja yang diperoleh.

Faktanya, banyak guru yang royal dan hedonis. Bahkan di tingkat rumah tangga, ditemukan banyak kasus perceraian atau menambah istri baru (poligami) karena semakin meningkat kesejahteraannya. Inilah ironi yang terjadi akibat guru memperoleh tunjangan sertifikasi ataupun pola sertifikasi melalui portofolio yang kurang tepat.

Wacana

Periode tahun 2014 sampai 2017 adalah dimulainya pola baru dalam sertifikasi, yaitu dengan menerapkan PLPG. Pola ini diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan yang masih muncul dalam sertifikat pendidik pada guru dalam jabatan. PLPG ditempuh selama 1 bulan dengan skema penyiapan RPP dan praktik pembelajaran atau PPL secara peerteaching.

Kemudian dimulai pada tahun 2019, sertifikasi dilakukan melalui PPG baik prajabatan maupun dalam jabatan. PPG yang telah dilaksanakan sejak tahun 2019 sampai saat ini terus mengalami perkembangan berkaitan dengan sistem penyelenggaraan.

Sistem pembelajaran PPG mendasarkan pada model transformasi. Melalui model transformasi ini, peserta harus menempuh langkah-langkah tertentu, yang meliputi pendalaman materi, identifikasi masalah, eksplorasi penyebab masalah, penentuan masalah, penyusunan rencana aksi yang terdiri dari penyusunan perangkat pembelajaran, uji kompetensi, dan PPL.

Proses transformative learning ini ditempuh dengan tujuan agar guru mampu menjadi profesional dan melakukan tindakan ekspansif yang menggerakkan, memimpin tugas akademik dalam pembelajaran. Tidak hanya sempurna untuk dirinya sendiri, tetapi juga memberi manfaat untuk guru lain dan lingkungannya.

Berdasarkan buku panduan penyelenggaraan PPG tahun 2022, proses pelaksanaan secara ekplisit menerapkan lesson study. Lesson study adalah pembinaan profesi guru yang dilakukan melalui pengkajian pembelajaran yang dilakukan secara kolegial dengan prinsip kolaboratif  dalam rangka meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran.

Lesson study bertujuan membentuk komunitas belajar yang saling bersinergi mewujudkan pembelajaran berkualitas (lesson study for learning community, LSLC). Ketika LSLC diterapkan pada PPG, hal ini memenuhi harapan dari Permendiknas Nomor 27 tahun 2010 yang menyatakan bahwa pembinaan guru muda ditempuh dengan pola pembinaan profesi melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif yang berkesinambungan. Hal yang dimaksud dalam ketentuan ini tidak lain adalah lesson study. Dengan demikian, pemberlakuan lesson study secara eksplisit yang ditemukan dalam buku panduan penyelengaraan PPG tahun 2022 sangat sinergis dengan Permendiknas tahun 2010.

Sekalipun peraturan tersebut sudah berlangsung lama, namun tidak ada pencabutan sehingga tetap efektif sebagai landasan hukum.

Dalam buku panduan PPG dinyatakan bahwa terdapat empat tahapan implementasi LSLC, yang meliputi plan, do, see dan follow up dalam pengelolaan pembelajaran. Proses pembelajaran yang berlangsung dalam PPG selalu mengikuti prosedur tersebut.

Pada tahap awal para peserta ditugasi untuk menyusun perangkat pembelajaran. Perangkat yang telah disusun kemudian dicermati bersama sama untuk mendapatkan masukan dan kesepakatan. Kemudian perangkat tersebut dipraktikkan dan dalam praktiknya dilakukan observasi terhadap langkah pembelajaran dan aktivitas belajar siswa. Berikutnya dilakukan refleksi yang esensinya menyampaikan hasil observasi pembelajaran, perilaku mengajar dan perilaku belajar siswanya.

Hakikat langkah pelaksanaan lesson study, dengan demikian, dilaksanakan sepenuhnya. Bahwasanya diterapkan kewajiban menyusun perangkat pembelajaran dan mempraktekkannya sampai 3 kali, maka pada pembelajaran ke-2 dan ke-3 diharapkan telah melakukan penyesuaian dengan hasil refleksi di pembelajaraan ke-1 dan atau ke-2.

Pascawacana

Sebagaimana dinyatakan bahwa dunia pendidikan merupakan suatu ekosistem yang melibatkan banyak komponen  yang saling berinteraksi membentuk suatu fungsi. Fungsi peningkatan kualitas pembelajaran pada akhirnya akan berlanjut pada peningkatan kualitas pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan mengharapkan kontribusi dari para guru, orang tua siswa, manajemen sekolah, dinas pendidikan, pemerhati, pegiat, dan lain-lain.

LSLC mendedikasikan terbentuknya masyarakat belajar yang peduli pada terwujudnya sharing, learning, dan caring dalam pembelajaran.  Kepedulian ini membawa pada peningkatan kualitas secara sistemik, bersama-sama, dan terintegrasi. Ketika terminologi masyarakat belajar menjadi pilihan, keterlibatan seluruh komponen menjadi keniscayaan.

Ketika terminologi kajian pembelajaran menjadi pilihan, keterbukaan atas praktik pembelajaran yang kita lakukan menjadi suatu kebutuhan. Ketika peningkatan kualitas pendidikan menjadi orientasi masyarakat, dukungan institusi yang mengelola pendidikan menjadi suatu keharusan.

LSLC tidak akan berjalan tanpa kebersamaan. Jepang yang berhasil membangun LSLC membutuhkan perjuangan tanpa henti selama lebih dari 100 tahun. Tidak hanya waktu yang cukup lama dalam membangun LSLC, namun juga melibatkan krja keras dari para tokoh pendidikan, komitmen yang tinggi dari para pegiat pendidikan dan kesadaran yang mendalam dari para guru, orang tua siswa, dan pemegang kebijakan pendidikan di setiap profektur.

Akhirnya, semoga kita bisa mengikuti dan menerapkannya secara konsisten demi peningkatan kualitas pendidikan kita. (*)

Dr Nurwidodo MKes
Kepala Lab Microteaching dan LMT FKIP UMM, Pengurus Pusat ALSI

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini