Lingkungan Hidup Itu Menghidupkan, Bukan Malah Mematikan!

0
52
Ace Somantri, dosen Universitas Muhammadiyah Bandung, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat. (Dok pribadi/KLIKMU.CO)

Oleh: Ace Somantri

KLIKMU.CO

Bicara lingkungan, selalu menarik untuk dibahas. Karena lingkungan identik dengan alam semesta yang menampung berbagai macam varian makhluk hidup, baik yang hidup di darat, laut, dan udara. Jenis dan macamnya terdapat jutaan makhluk hayati yang hidup sesuai habitat dan ekosistemnya. Di antara jutaan jenis hayati, manusia salah satu makhluk hidup yang paling baik, unik, dan cantik.

Manusia paling beruntung menjadi bagian dari ciptaan yang spesial di antara deretan spesies makhluk yang hidup di alam semesta yang dibedakan dengan nilai-nilai keunggulan dan kemuliaan insaniyah yang sempurna. Seharusnya sebagai konsekuensi dari kesadaran di atas, menjadi hal yang wajar membalas kebaikan sebagai wujud terima kasih dengan bersyukur, bertadabur, dan bertafakur sesuai kadar kemampuan yang dimiliki. Karena manusia bagian dari lingkungan, ada tanggung jawab untuk mengendalikan diri dan memberi teladan yang hasanah warahmah.

Lingkungan hidup berarti memang ada kehidupan makhluk yang hidup berkembang sesuai caranya masing-masing. Namun, saat ekosistem dan habitat lingkungannya dirusak dengan alasan dan dalil untuk kehidupan makhluk lain, tetapi faktanya membumihanguskan ekosistem.

Maka, hal tersebut bukan lagi dikatakan lingkungan hidup melainkan lingkungan mati. Artinya, lingkungan hidup harus tetap hidup dan saling menghidupkan antarmakhluk hidup lainnya, bukan sebaliknya justru saling mematikan lingkungan atas nama kebijakan, kebutuhan makhluk lainnya, dan alasan-alasan semu untuk kebaikan bangsa dan negara, padahal hanya menjadi “mainan” untuk kepentingan pragmatis sesaat bersifat material.

Lingkungan hidup sangat strategis dalam kajian isu-isu keilmuan yang multi disiplin ilmu. Sosial, ekonomi, teknologi, dan disiplin ilmu lainnya yang relevan. Berbagai konsep yang dikembangkan, secara terbuka, masih terjadi inkonsistensi sikap dan komitmen masyarakat dalam bentuk persyarikatan maupun kelompok sosial lainnya.

Seperti yang muncul pertanyaan sekaligus kritik saat dalam dialog rapat kerja nasional Majelis Lingkungan hidup PP Muhammadiyah. Peserta dari MLH Pimpinan Wilayah Riau melontarkan tanggapan terhadap pimpinan MLH dan narasumber tentang indikasi terjadi kontradiksi yang akan dilakukan oleh persyarikatan, saat kegiatan majlis lingkungan hidup diselenggarakan ada salah satu perusahaan yang dianggap selama ini melakukan kerusakan lingkungan. Di sisi lain perusahaan tersebut dijadikan sponsorship. Hal itu menjadi ambiguitas terhadap gerakan dakwah lingkungan hidup, lama-lama mengubah sikap menjadi prilaku yang tidak sense of belonging terhadap krisis lingkungan hidup.

Ada persoalan mendasar dalam penegakan konsistensi gerakan dakwah ramah lingkungan dalam kehidupan. Berbagai cara dan strategi mengurangi polutan daratan, lautan, dan udara tidak seimbang dan cenderung cawe-cawe penuh politis. Gerakan dari komunitas sosial masyarakat, baik itu ormas Islam ataupun NGO yang konsentrasi menyikapi isu-isu lingkungan hidup, terbilang masih jauh dari yang seharusnya, boleh dikatakan termasuk kategori minim dibahas secara detail, rinci, dan implementatif secara masal. Sekalipun ada masih seputar wacana dan kajian-kajian diatas meja dan kertas.

Lahan gambut ribuan hektare bahkan jutaan hektare nyaris abai puluhan tahun tidak berdaya guna. Penebangan pohon sangat eksploitatif dan juga penggalian berbagi jenis tambang yang abai dengan ekosistem lingkungan hidup yang rusak akibat dampak dari penggalian tambang yang tidak ramah lingkungan. Jeritan ekosistem makhluk hidup yang ada dimasing-masing habitat, kepekaan dan kepedulian para pelaku buta dan tuli mata hatinya dan juga pemerintah pun terlihat tak berdaya, padahal sebagai pemegang regulator kebijakan hal ihwal lingkungan hidup melalui kementerian.

Lingkungan hidup diciptakan untuk menjaga keberlanjutan berbagai makhluk yang ada. Saling mengurai satu dengan yang lainnya dengan cara masing-masing. Tidak ada satu makhluk diciptakan awalnya untuk berbuat jahat, kecuali karena nafsu syahwat manusia yang tergoda dan terpengaruhi oleh bisikan-bisikan keburukan yang masuk dalam dada dan hati sehingga melahirkan berpikir juga memunculkan prilaku buruk dengan berbagai variannya, seperti berbuat jahat, dzalim, hasud, iri, dengki, membunuh korupsi, syirik, dan juga keburukan yang lainnya.

Bahkan dari keburukan tersebut, makhluk lain pun yang ada dilingkungan alam semesta ini direkayasa untuk hawa nafsu buruknya sehingga berdampak buruk pada ekosistem. Konsekuensinya makhluk yang semula baik pun menjadi tidak baik karena diperlakukan dengan rekayasa untuk berbuat buruk. Lingkungan hidup yang seharusnya menghidupi berbalik menjadi lingkungan hidup yang membawa malapetaka dan mematikan.

Berbagai pakar biologi dan lingkungan hidup meyakini benar, bahwa semua makhluk yang ada di bumi pada dasarnya untuk kebaikan sesama antarmakhluk hidup yang saling menjaga dan memelihara dengan cara saling mengurai masalah yang dihadapi, sehingga saat saling mengurai masalah akan mendatangkan nilai manfaat gun daya. Sebagai contoh saja, manusia semua hampir dipastikan pada umumnya mengetahui bahwa berabagai jenis sampah berasal dari aktivitas manusia, hewan, dan makhluk lainnya adalah sesuatu yang kotor dan membuat lingkungan lusuh dan kumuh, bahkan mendatangkan berbagai jenis penyakit.

Namun, itu semua diketahui dan dipahami saat tidak memiliki wawasan dan pengetahuan tentang bagaimana menghadapi persoalan sampah saat hadir menjadi masalah. Padahal dari sampah-sampah tersebut dapat mendatangkan nilai manfaat dan bernilai guna terhadap keberlangsungan makhluk hidup lainnya yang berada diatas bumi, seperti dari sampah organik memunculkan pupuk padat dan cair organik untuk tumbuh kembang tumbuhan dan buah-buahan berkualitas tinggi, mendatangkan konsentrat pakan untuk ikan, konsentrat pakan ternak ayam dan unggas, dan juga menadatangkan energi terbarukan yang bernilai manfaat bagi manusia untuk kelanjutan hidupnya.

Makhluk hidup dihidupkan secara saintifik keilmuan oleh makhluk lainnya yang hidup, dan sebaliknya makhluk hidup akan mati saat dimatikan oleh makhluk hidup lainnya. Artinya, jikalau makhluk hidup saling menghidupi akan ada kehidupan yang sustainable, dan sebaliknya makhluk hidup saling mematikan satu dengan yang lainnya cepat atau lambat akan berakhir pula kehidupannya an-sustainable.

Dipahami betul sebagai nilai-nilai Ilahiyah dalam terma tauhid lingkungan bahwa lingkungan hidup sebagai sarana untuk mewujudkan misi manusia khalifah fil alardl untuk rahmatan lil’alamin. Rahman dan Rahim-Nya tidak hanya dipahami secara tekstual dalam sifat Dzat-Nya, melainkan harus dipahami dan diwujudkan secara kontekstual dialam realita nyata, yaitu sifat tersebut memancar dalam sifat-sifat makhluk-Nya untuk saling menjaga dan memelihara untuk melanjutkan ekosistem yang sudah terbangun berabad-abad lamanya.

Bukan sesuatu yang mustahil, saat makhluk hidup terlalu congkak, sombong, takabur dan juga  serakah maka akan Sang Pencipta akan memberi teguran secara ilmiah sebagai konsekuensi dari kesombongannya. Al Qasas ayat 77 menjelaskan: …makhluk hidup dilarang berbuat kerusakan, karena Allah SWT tidak menyukai yang berbuat kerusakan.

Makhluk hidup melanggengkan lingkungan hidup suatu keniscayaan, dan saat berbuat kerusakan konsekuensi dan risiko dari perbuatan buruk tersebut akan mendatangkan malapetaka yang tiba-tiba menimpa, sehingga akan banyak yang hilang jiwa dan raganya. Hal itu sudah terbukti beberapa abad yang lalu saat banyak ekosistem makhluk hidup dalam sebuah lingkungan hidup menghilang dan dihilangkan seketika atau dikenal dengan istilah ekosistem yang punah. Seperti jenis-jenis hewan dan tumbuhan yang pernah ada dan hidup dialam semesta, bahkan makhluk sejenis manusia pun pernah hidup.

Namun, karena kesombongannya Allah SWT memberi pelajaran dan hikmah dari segala hal yang diperbuat makhluk-makhluk ciptaan-Nya hingga terjadi kepunahan secara permanen. Apakah kita salah satu makhluk yang hidup dan berpikir saat sekarang ini akan berbuat hal yang sama, dan bersedia menanggung risiko yang sama pula mengalami kepunahan dalam keadaan yang tidak membahagiakan, baik di dunia maupun kelak di akhirat?  Alamku adalah alam-mu juga, hidupku juga adalah hidup-mu, dan keselamatan kita semua ada dalam kesehatan akal manusia. Wallahu’alam. (*)

Bandung, Agustus 2023

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini