Lulusan Perguruan Tinggi Harus ”Out of the Box”

0
5
Ace Somantri, dosen Universitas Muhammadiyah Bandung, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat. (Dok pribadi/KLIKMU.CO)

Oleh: Ace Somantri

KLIKMU.CO

Tren jumlah mahasiswa yang studi lanjut dari tingkat menengah atas ke perguruan tinggi di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Ini seiring kesadaran masyarakat akan pentingnya wawasan dan ilmu pengetahuan. Termasuk sejak ada program beasiswa bidik misi masa presiden SBY dan lanjut dengan program KIP kuliah, sangat terasa gelombang mahasiswa yang lanjut studi jenjang sarjana.

Namun, ada banyak catatan yang sangat perlu diperhatikan bagi perguruan tinggi di Indonesia, baik negeri maupun swasta. Sejauh ini pendidikan tinggi di Indonesia bukan sesuatu hal yang sulit bagi kalangan masyarakat tertentu untuk meraihnya karena ruangnya terbuka lebar.

Hanya, dalam penyelenggaraan pendidikan banyak hal yang menjadi perhatian serius untuk diselesaikan dengan pendekatanregulasi yang benar-benar mengarah pada penguatan keilmuan yang ahli dalam bidangnya dan kompetensi yang terampil sesuai profesinya dengan standarisasi kecakapan yang teruji dan terbukti dalam skala dan tingkat yang dibutuhkan.

Mutu pendidikan akan dilihat oleh masyarakat saat di akhir studi selesai dengan output dan outcome pada profil lulusan, sementara untuk input dan prosesnya jarang dilihat sscara saksama. Padahal hal tersebut penting diketahui untuk melihat gambaran sementara akan sepertia apa sosok profil lulusan nanti.

Bagi masyarakat Indonesia sebagai kelompok warga dan masyarakat yang didominasi pendidikan under standard, ada konsekuensi yang melambat pada gerak laju dinamika kebangsaan dan kemasyarakatan. Ruang-ruang yang tidak terjangkau oleh masyarakat pribumi pada akhirnya masuk ke orang lain yang tidak memiliki tanggungjawab nasionalisme kebangsaan. Harga mati penyediaan para pakar dan ahli berbagai bidang dan tidak bisa ditawar profil mutu lulusan perguruan tinggi dengan kompetensi yang terampil.

Input dan proses hingga output dan outcome tidak tercederai oleh kepentingan politik pragmatis sesaat yang merusak sistem pendidikan nasional bangsa Indonesia. Politisasi pendidikan tidak disadari telah meruntuhkan marwah kemuliaan sebagai kunci peradaban dunia, sehingga siapa pun presiden mendatang benar-benar menempatkan pendidikan diatas segalanya. Hal tersebut telah diberikan dalam keteladanan sosok manusia unggul yang paling berpengaruh didunia hingga kini, saat itu beliau menerima wahyu pertama bahwa pendidikan sebagai simbol sumber segala kehidupan.

Ada hal yang menarik dibahas oleh para penyelenggara pendidikan dari tingkat prasekolah hingga perguruan tinggi. Muncul fenomena seolah sesuatu yang aneh, padahal sebentulnya hal wajar dan rasional hal tersebut terjadi.

Populasi manusia meningkat, kesadaran masyarakat untuk pendidikan pun meningkat, program akselerasi penyediaan pendidikan pun meningkat dan beraneka ragam. Namun, dalam fakta dan realita banyak penyelenggara pendidikan mengeluh dan banyak yang curhat membicarakan hal yang terjadi memilukan dan menyesakkan dada.

Sejak Covid-19 terjadi pergeseran sikap masyarakat untuk studi lanjut ke jenjang perguruan tinggi berkurang dengan alasan akibat daya beli berkurang karena banyak PHK dan terjadi banyak gulung tikar pelaku UMK dan UMKM sehingga belajar dirasa tidak efektif dan juga tidak efesien. Fenomena turunnya minat studi lanjut tersebut terus terjadi saat Covid-19 menghilang, bahkan banyak perguruan tinggi baik unversitas dan institut, apalagi sekolah tinggi, politeknik dan akademi dengan jumlah mahasiswa dibawah 1000 orang mengalami depresi berat dengan beban operasional yang terus meningkat setiap tahunnya.

Begitu pun sekelas perguruan tinggi universitas jumlah total mahasiswa di atas 2000 terjadi turbulensi operasional. Tren penurunan jumlah peminat terus terjadi setiap tahun di berbagai perguruan tinggi, khususnya swasta.

Fenomena dan dinamika disebutkan di atas jangan dipandang hal biasa-biasa saja seolah tamu yang datang dan akan kembali lagi seperti biasanya. Justru hal tersebut harus dipandang sebagai tanda ada pergeseran besar dan cepat yang akan mendisrupsi segala aspek kehidupan, bukan terus mencari kambing hitam gara-gara si ini dan si itu.

Yang jelas dan kasatmata, para pemangku kebijakan harus paham betul bahwa model dan pola penyelenggaraan pendidikan, khususnya perguruan tinggi yang menjadi objeknya orang-orang dewasa membutuhkan cara-cara yang di luar kebiasaan mainstream, melainkan harus mengarah pada kreativitas dan inovasi dengan gaya dan tradisi out of the box.

Hal itu penting untuk memberikan kekagetan pada suasana biasa, sehingga responsifitas semua instrumen dan stakeholders akan cepat menangkapnya. Apabila sekedar berjalan sesuai standar dan selalu romantisme masa lalu saat jaya, lebih-lebih mengikuti apa adanya dengan zona aman, lama-lama akan mengalami kematian yang tidak disadari. Sikap demikian bagi pengelola pendidikan tinggi mengindikasikan dan menggambarkan keahlian dan kompetensi kepemimpinan yang sudah usang tak berlaku di era hari ini yang serba cepat bak kilatan cahaya.

Curhatan tren menurun jumlah mahasiswa bagi pengelola perguruan tinggi swasta saat ini, menyalahkan orang lain salah besar karena bukan lagi saatnya karena waktu akan terus berlalu melewati masa-masa tak peduli apa yang terjadi. Justru pimpinan dan pemangku kebijakan harus evaluasi diri apakah masih mampu atau sudah saatnya regenerasi kepemimpinan pengelolaan institusi yang lebih agresif dan progresif.

Segudang beban menghadapi dampak dari disrupsi tidak dapat dihadapi dengan menyalahkan orang lain dan terus manuver untuk tetap bertahan memimpin, jikalau tidak memenuhi target capaian yang direncanakan. Segeralah undur diri dan memberikannya kepada orang yang benar-benar sanggup menyelesaikan banyak hal dan mampu memajukan dengan membuat fakta integritas, bukan orang yang mau jabatan. Bila perlu ada perjanjian tertulis, jikalau pada waktu yang cepat dan ditentukan masanya dapat menunjukkan akselerasi peningkatan unit-unit kinerja tertentu ada perubahan yang cepat, tepat, dan akurat.

Komitmen diri tersebut dapat dilakukan dalam kondisi apa adanya, bukan karena segalanya tersedia. Yang dimaksud lebih tepat dikatakan kepemimpinan out of the box, sehingga dari karakter kepemimpinan tersebut akan mentransformasi tradisi akademik yang mewarnai proses lebih kreatif dan inovatif.

Negara ini besar sehingga dapat dijadikan modal yang besar pula. Human capital Indonesia begitu menggiurkan bagi negara-negara yang berkepentingan. Apalagi kita bangsa sendiri harus lebih memiliki spirit yang berbeda, daya dan voltase mengalir energi yang mampu mendorong dengan kekuatan penuh menciptakan berbagai hal kehidupan, termasuk pendidikan yang memajukan dengan kualitas produk mutu lulusan tidak sekedar lulus berijazah melainkan menciptakan lulusan marketable di pasar global.

Kapan masa dan waktunya saat dibutuhkan senantiasa selalu siap memberikan kontribusi dan solusi. Di mana pun lokasi tempatnya, baik jauh atau dekat jarak tempuh selalu bersedia tanpa banyak mengeluh dengan alasan ini dan itu. Begitulah mentalitas dan karakteristik mutu lulusan yang akan bertahan menghadapi berbagai tantangan zaman, waktu dalam lini masa berubah setiap saat hal itu tidak jadi soal bagi dirinya karena karakter dan sifatnya akan cepat beradaptasi sesuai kebutuhan.

Penting bagi penyelenggara dan pengelola pendidikan usia remaja dan dewasa mengedepankan cara, pola, model, dan strategi pendidikan memupuk sifat-sifat dan karakter yang tak mengenal lelah dan putus asa. Kasih sayang bukan dimanja belajar, melainkan menempa dengan cara penuh perjuangan yang mengesankan.

Sikap dan mentalitas mutu lulusan generasi milenial hari ini terkenal dengan generasi stroberi. Hal itu ditunjukkan sikap dan perilaku yang muncul terdapat banyak di usia remaja nan muda ada kecenderungan apa yang didapatkan dengan cara cepat dan instan. Hal itu zaman menuntutnya, karena instrumen kehidupan banyak mempercepat pola dan model hidup manusia. Namun, pada saat-saat tertentu generasi milenial harus mengetahui dan memahami arti dari sebuah perjuangan hidup. Sehingga model pendidikan yang dikembangkan tidak lagi untuk banyak menyelesaikan banyak hal diatas meja dan kursi serta ruangan-ruangan yang terbatas ukuran dengan penuh kenyamanan.

Persentase volume sekema pembelajaran banyak belajar di luar ruangan harus diformula lebih baik, rumusan-rumusannya yang tepat dan akurat sehingga mengukur indikator ketercapaian relatif lebih mudah untuk dapat diketahui dengan cepat. Bahkan, keterlibatan pembelajar akan terlihat manakala by doing dalam kehidupan nyata. Mereka belajar teori tanpa jeda menguji dan membuktikan validitas teori yang dipelajari dalam ruangan. Bahkan, tidak ada jarak waktu lini masa yang dapat menghilangkan jejak saat pembelajaran berlangsung.

Pendidikan berorientasi pada mutu lulusan out of the box akan menjadi pilihan para generasi yang berpikir kritis. Stimulasi belajar diluar kebiasaan umum, akan memancing tradisi akademik yang dinamis. Sebaliknya, apabila pendidikan terlalu normatif tekstual akan mulai banyak ditinggalkan peminat apalagi dengan gaya tradisional yang dianggap usang tak sesuai zaman. Namun juga pandangan sesuai zaman bukan berarti mengikuti kehendak manusia, melainkan para penyelenggara, pengelola, dan penggerak pendidikan lainnya berpikir keras menggali dari ajaran Ilahi Robbi di balik setiap fenomena yang muncul, baik itu fenomena yang dianggap merusak tatanan hidup atau yang akan menyelamatkan.

Hal itu semua dapat dipastikan rumusan algoritma sangat yakin ada dalam naskah ajaran Islam termaktub pada lembaran mushaf Al-Qur’an. Termasuk sangat mungkin, ada beberapa sikap, perbuatan dan karya pemikiran dari para nabiyullah, sahabat nabi-nabi, tabiin dan ulama-ulama masa lalu yang memiliki kemiripan yang pernah menjalaninya. Minimal spirit kemajuan yang diciptakan dapat diambil ibrahnya. Wallahu a’lam.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini