11 November 2024
Surabaya, Indonesia
Berita

Mahasiswa UMM Ciptakan Alat Deteksi Dini Rematik

Alat pendeteksi dini rematik karya mahasiswa UMM. (Humas UMM/KLIKMU.CO)

KLIKMU.CO – Penyakit rheumatoid arthritis atau rematik merupakan penyakit autoimun dengan gangguan peradangan jangka panjang pada sendi. Umumnya, penyakit ini sering ditemui pada lansia. Tetapi tidak tertutup kemungkinan orang dewasa ataupun para remaja juga dapat mengalaminya.

Maka dari itu, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) berinovasi menciptakan alat pendeteksi dini penyakit rheumatoid arthritis melalui kuku.

Mereka adalah Nuri Vhirdausia, Frenischa Yincenia W, dan Desta Karina yang merupakan mahasiswa Program Studi (Prodi) Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes). Anggota lainnya Abi Mufid Octavio dan Muhammad Lutfi, mahasiswa Prodi Teknik Mesin Fakultas Teknik (FT).

Abi Mufid Octavio menjelaskan, jika penyakit rematik sudah memasuki masa akut, tidak dapat disembuhkan sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan.

Maka, perlu identifikasi sedini mungkin untuk mengetahui seseorang berpotensi terkena penyakit rematik atau tidak. Menariknya, alat tersebut telah diujicobakan kepada lebih dari 100 sampel dan mendapatkan respons yang positif.

“Sampel kami ada banyak, mulai remaja, dewasa, dan lansia. Setelah menggunakan alat kami untuk deteksi dini, kemudian melakukan re-check lebih lanjut, ternyata didapati hasil yang efektif,” jelasnya, Senin (12/8/2024).

Abi melanjutkan, alat tersebut bekerja dengan menganalisis kondisi kuku, mulai tekstur, ridging atau berlubang, kuku menguning, rapuh dan pendarahan serpihan. Kondisi visual tersebut tidak dapat dilihat secara langsung lewat mata telanjang.

Selanjutnya, jika ditemukan indikasi rematik, akan dilakukan observasi lebih lanjut dengan dokter.

“Indikasi rematik itu ada banyak dan alat kami bertugas untuk memvisualisasi hasil dari kuku yang telah difoto untuk diidentifikasi lebih lanjut,” lanjutnya.

Tentu, setiap inovasi yang dibuat pasti mengalami kesulitan dalam pengembangannya. Itu juga berlaku bagi Abi bersama timnya.

Mereka memerlukan waktu lebih dari satu bulan untuk melakukan pengembangan untuk inovasi tersebut. Ke depan, alat tersebut juga akan dibuat secara massal. Tentu tidak lain untuk menambah ragam inovasi dalam dunia kesehatan.

“Dengan biaya produksi sebesar 7 juta rupiah, menurut kami itu nilai yang kecil untuk inovasi dalam dunia kesehatan. Ke depan, kami akan menjalin kerja sama dengan perusahaan yang nantinya dapat dikomersialkan,” ungkapnya.

Terakhir, dia berharap lewat inovasinya bersama tim dapat memberikan warna baru dalam dunia kesehatan. Masyarakat dapat mengidentifikasi sejak dini terindikasi gejala dari penyakit rematik.

Dengan begitu, pasien dapat segera dibawa ke rumah sakit untuk nantinya dilakukan pengobatan lebih lanjut. Dia juga berpesan kepada mahasiswa khususnya jas merah kampus putih untuk tidak bosan-bosan berpikir dan menciptakan produk inovatif.

“Dahulu para penemu inovasi terbarukan itu banyak yang masih berusia muda. Dan anak muda saat pasti juga masih bisa melakukan hal tersebut. Jangan bosan dalam berinovasi karena segala inovasi itu tentu ada manfaatnya,” pesannya.

(Wildan/AS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *