KLIKMU.CO
Pemilihan umum yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali sesuai dengan amanat konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, sebagai upaya mewujudkan Negara Indonesia yang demokratis merupakan salah satu sendi demi tegaknya sistem politik demokrasi yang dipilih Indonesia. Karena itu, tujuan pemilihan umum adalah untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip dalam demokrasi dengan cara memilih wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat, yaitu mengikutsertakan rakyat dalam sistem kehidupan ketatanegaraan.
Dalam demokrasi, ada nilai-nilai partisipatif dan kedaulatan yang dijunjung tinggi dan harus dijalankan oleh warga negara dan instrumen negara. Adanya partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum sangatlah diperlukan mengingat masyarakat mempunyai hak pilih yang tidak bisa diwakilkan kepada orang lain, apalagi diperjualbelikan. Sangatlah tidak diperbolehkan.
Indonesia sebagai negara yang menganut sistem perwakilan, pemilihan umum bagian instrumen penting yang mendasarkan pada prinsip demokrasi dan konstitusional dalam praktik ketatanegaraan. Masyarakat menggunakan hak pilih setelah datanya masuk dalam data pemilih yang dikelola oleh Komisi Pemilihan Umum.
Partai politik sebagai wujud keterwakilan dari partisipasi rakyat sangat diharapkan bisa melakukan fungsi keseimbangan dalam mengawasi jalannya pemerintahan. Dengan adanya fungsi keseimbangan (check and balance) bisa diwujudkan adanya keseimbangan antara eksekutif dan legislatif.
Hak pilih tersebut diberikan kepada setiap warga negara yang telah memiliki hak pilih dan tentunya dijamin oleh undang-undang. Hak ini merupakan hak konstitusional setiap warga negara yang telah memenuhi syarat untuk kemudian namanya masuk dalam daftar pemilih.
Penyelenggara pemilu melakukan beberapa tahapan dalam pemutakhiran data pemilih dengan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk menghasilkan data yang akurat dan berkualitas. Dari data pemilih yang akurat dan berkualitas inilah bisa terwujud Pemilu 2024 di Indonesia yang lebih baik, adil, damai, dan berintegritas. Tentunya keterlibatan rakyat dalam proses pemilihan umum merupakan hak dasar politik yang dijamin oleh konstitusi.
Sengketa Pemilu di Mahkamah Konstitusi
Berbicara soal sifat final dan mengikat (final and binding) dalam suatu putusan, kita dapat merujuk pada sifat final dan mengikat suatu putusan Mahkamah Konstitusi. Menjatuhkan putusan final adalah salah satu kewenangan MK yang telah diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Sementara itu, sengketa pemilu adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih karena adanya perbedaan penafsiran antara suatu ketidaksepakatan tertentu yang berhubungan dengan fakta kegiatan atau peristiwa hukum atau kebijakan, di mana suatu pengakuan atau pendapat dari salah satu pihak mendapat penolakan, pengakuan yang berbeda, penghindaran dari pihak lainnya, yang terjadi dalam penyelenggaraan pemilu.
Ada beberapa pihak yang ikut terlibat dalam sengketa pemilu, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Penyelenggara pemilu
2. Partai politik peserta pemilu, yaitu dewan pimpinan tingkat nasional, dewan pimpinan tingkat provinsi, dewan pimpinan tingkat kab/kota, dst
3. Peserta pemilu perseorangan untuk pemilihan anggota DPD
4. Anggota dan/atau pengurus partai politik peserta pemilu
5. Warga negara yang memiliki hak pilih
6. Pemantau pemilu
Untuk menjamin keadilan yang diwujudkan oleh MK adalah keadilan yang berdasarkan kepastian hukum, MK harus merevisi hukum acara dalam memutus sengketa hasil pemilu. Dasar untuk mengubah hukum acara tersebut adalah berdasarkan keputusan-keputusan yang telah dikeluarkan oleh MK selama ini.
Indikator-indikator yang menjadi kriteria pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif dalam proses pemilu dapat dijadikan acuan dalam merevisi hukum acara dalam memutus sengketa hasil pemilu.
Kontestasi dalam Pemilu 2024
Tidak ada perbedaan atas visi-misi pada partai politik. Parpol memanfaatkan pragmatisme politik dengan menawarkan gagasan-gagasan progresif. Intinya, partai politik saat ini mengambil isu-isu yang banyak dibicarakan oleh masyarakat, dan disuarakan oleh anak muda.
Dari semua isu yang digalang oleh anak muda bisa jadi besar dan punya potensi ditangkap oleh elite-elite politik untuk dijadikan janji kampanyenya. Tentu anak muda dilarang untuk sibuk dengan gosip personal antar kandidat agar tidak kehilangan momentum lima tahunan tersebut.
Kontestasi pemilu sebagai bentuk hajatan rutin lima tahunan selalu diwarnai kepentingan dalam kehidupan kebangsaan. Demokrasi sebagai sistem ketatanegaraan dan kebangsaan hadir di tengah-tengah masyarakat sebagai media memberikan ruang kesempatan kepada setiap warga negara untuk mengaktualisasikan akan hak-hak politiknya.
Rantai waktu yang tersambung dari pemilu pertama hingga saat ini telah menjadi khazanah kebangsaan tersendiri. Dinamikanya yang sangat dinamis dengan intrik dan manuver berbagai kepentingan dari para pihak yang selalu hadir dalam perjalanan proses demokratisasi sistem pemilihan untuk kekuasaan legislatif, dan eksekutif.
Reformasi di tahun 1998 yang kemudian membawa arus demokrasi yang lebih terbuka dan aspiratif, keterwakilan kekuasaan yang berasal dari rakyat, oleh, dan untuk rakyat mulai berjalan baik. Namun, sangat disayangkan dengan adanya euforia terhadap reformasi mengalami “lost control” yang kemudian berdampak pada kualitas demokrasi yang terbangun.
Hal tersebut dapat dirasakan oleh semua pihak yang berkepentingan, salah satunya adalah demokrasi kebangsaan pascareformasi yang membuka ruang budaya politik transaksional dan pragmatis. Peran masyarakat menjadi mutlak adanya dalam menentukan kualitas hasil Pemilihan Umum 2024 yang damai dan berintegritas.
Menuju hari H pemilu yang diselenggarakan pada 14 Februari 2024 tentu semakin banyak kejadian yang akan menyita perhatian dan emosi pada masyarakat. Setelah hari H pelaksanaan pemilu pun masih akan ada ujian lagi dalam penghitungan suara, rekapitulasi, sampai pada penetapan perolehan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Jika ada ketidakpuasan dari para calon anggota legislatif (caleg) maupun pasangan calon presiden-calon wakil presiden (paslon capres-cawapres), akan ada gugatan tidak terelakkan yang menjadi tugas berat Mahkamah Konstitusi (MK). Di mana lembaga ini yang baru saja didera pelanggaran etik di tahun 2023 lalu yang tentu dituntut memiliki momentum untuk bisa mengembalikan marwah etiknya di tahun 2024 dalam memutus sengketa pemilu.
Meski begitu, dalam kontestasi pemilu yang diadakan di Indonesia masih saja akan berpotensi dengan adanya kampanye hitam (black campaign) dan penyebaran berita hoax. Hal tersebut tentu saja dilarang karena bisa dianggap menodai, menghasut lawan politiknya dapat dipidana.
Oleh karena itu, pemilih dituntut harus cerdas, terlebih jika melihat atau membaca informasi yang tersebar di berbagai sosial media. Harus selalu memastikan informasi yang didapatkan benar-benar bersumber dari lembaga yang kredibel dan dapat dipercaya.
Jangan ada istilah demokrasi yang ”dikebiri” dalam Pemilihan Umum 2024 dengan tujuan untuk mengembalikan kedaulatan rakyat dalam memilih calon-calon pemimpinnya dan menjadi tahun pengamalan akan etik menuju bangsa yang berdaulat dengan pemerintahan yang terhormat di mata dan di hati masyarakat dari proses demokrasi yang sehat, damai, dan berintegritas.
Anang Dony Irawan
Wakil Ketua PCM Sambikerep, Dosen UM Surabaya