19 Desember 2024
Surabaya, Indonesia
Berita Opini

Mampu Saja Tak Cukup, Berkurban Juga Perlu Takwa

Ilustrasi berkurban. (Dream.co.id)

Oleh: Dian Yuniar *)

KLIKMU.CO

Cinta itu penuh pengorbanan. Pepatah ini membahana di kalangan anak muda Indonesia, mulai dari ABG, remaja hingga dewasa. Padahal, cinta yang penuh pengorbanan itu sudah ada sejak zaman Nabi Adam As.

Berawal dari kisah perselisihan yang terjadi pada anak-anak Nabi Adam AS dan Hawa, yaitu Habil dan Qabil. Qabil lahir kembar dengan Iqlima, lalu Habil lahir kembar dengan Labuda. Kemudian Allah SWT memerintahkan Nabi Adam As untuk menikahkan mereka dengan saudara yang bukan pasangan kembar, yaitu Qabil dengan Labuda dan Habil dengan Iqlima. Akan tetapi, Qabil tidak mau menerima perintah itu karena menurut Qabil, Labuda tidak secantik Iqlima.

Akhirnya Allah SWT memerintahkan Qabil dan Habil untuk mempersembahkan kurban terbaik sebagai syarat pernikahan. Habil yang hidup sebagai pengembala mempersembahkan domba jantan terbaik untuk diserahkan ke hadapan Allah SWT, sedangkan Qabil yang sehari-hari bertani memberikan hasil tani yang buruk. Tanda diterimanya kurban mereka berdua adalah, Allah SWT memunculkan api di atas bukit yang melahap domba Habil, artinya kurban dari Habil diterima oleh Allah SWT. Sedangkan kurban dari Qabil berupa hasil tani masih utuh, yang berarti Allah SWT menolak kurbannya.

Kisah di atas diabadikan dalam Surah Al-Maidah ayat 27, sebagaimana Allah SWT berfirman yang artinya: “Ceritakanlah mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) yang sebenar-benarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima salah seorang dari mereka (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia (Qabil) berkata: “Aku pasti membunuhmu!”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa.”

Dari kisah di atas, bisa disimpulkan bahwa untuk berkurban itu diperlukan ketakwaan kepada Allah SWT, jadi bukan hanya mampu.

Demikian juga dengan kisah Nabi Ibrahim As yang karena ketakwaan beliau kepada Allah SWT, maka beliau rela dan ikhlas memenuhi perintah Allah SWT untuk menyembelih putranya yaitu Ismail. Seperti yang difirmankan oleh Allah SWT pada Qur’an Surah as Shaafaat ayat 102, yang artinya: “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Dari kisah Nabi Ibrahim As, dapat diambil hikmah bahwa keikhlasan juga dibutuhkan dalam berkurban. Ketakwaan dan keikhlasan adalah dua sifat dari sekian sifat mulia Rasulullah Muhammad SAW.

Dikisahkan bahwa saat Rasulullah Muhammad SAW melaksanakan Haji Wadak di tahun 10 hijriah atau 632 Masehi, beliau berkurban sebanyak 100 ekor unta untuk dibagikan. Rasulullah Muhammad SAW menyembelih dengan tangannya sendiri 63 ekor, dan sisanya disembelih oleh Ali bin Abu Thalib, menantunya. Keseluruhan hewan kurban tersebut disembelih setelah beliau melaksanakan shalat Idul Adha.

Kisah di atas diriwayatkan oleh Jabir RA, “Sesungguhnya Rasulullah SAW ketika berhaji, membawa 100 ekor unta untuk al hadyu (kurban bagi orang yang haji). Beliau menyembelih 63 ekor unta, dan sisanya diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib untuk disembelih,” (Shahih Ibnu Hibban, juz 9/sofhah 327).

Rasulullah berkurban semata-mata karena Allah SWT. Karena kurban pada hakikatnya yang sampai kepada Allah SWT bukanlah darah dan dagingnya, melainkan ketakwaan kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT pada Qur’an Surah Al-Hajj ayat 37 yang artinya: “Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demikianlah Dia menundukkannya untuk-mu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Ketika seseorang telah sampai kepada ketakwaan kepada Allah SWT, dia tidak akan menghitung berapa yang dia berikan untuk kebaikan atas nama Allah SWT. Tidak menghitung dalam hal ini adalah iklhas, ikhlas mengeluarkan hartanya, mau dan mampu yang diikuti dengan kerelaan. (*)

*) Pengurus MPS PCM Ngagel, Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *