17 Desember 2025
Surabaya, Indonesia
Opini

Man Tsabata Nabata

Man Tsabata Nabata (Ilustrasi AI)

Oleh: Dwi Taufan Hidayat
Ketua Lembaga Dakwah Komunitas PCM Bergas, Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PDM Kab Semarang

Di tengah hiruk pikuk distraksi zaman, generasi muda sering terombang-ambing oleh godaan untuk berpindah sebelum bertumbuh. Padahal, dalam ketekunan yang sunyi, ada rahasia hidup yang disiapkan Allah. Konsistensi bukan sekadar bertahan, melainkan seni menanam diri hingga berbuah pada waktu yang paling tepat bagi mereka yang mau belajar sabar dalam satu jalur ikhtiar tanpa tergoda kilau singkat yang menipu mata.

Pesan sederhana tentang pohon yang hanya bisa tumbuh tinggi ketika ia menetap di satu tempat sesungguhnya adalah cermin kehidupan manusia. Akar tidak akan menguat bila tanahnya terus berganti. Batang tidak akan menegak bila prosesnya selalu dipotong di tengah jalan. Begitu pula diri kita. Potensi, bakat, dan keterampilan adalah benih. Ia tidak pernah tumbuh karena riuh tepuk tangan, tetapi karena kesabaran yang senyap, disiram ulang oleh ikhtiar yang terus-menerus.

Generasi hari ini hidup di era serba cepat, namun justru di situlah ujian terbesarnya. Kecepatan membuat kita mudah mencicipi banyak hal, tetapi sulit menekuni satu hal hingga matang. Banyak yang memulai, sedikit yang menyelesaikan. Banyak yang bersemangat di awal, tetapi gugur di tengah perjalanan karena bosan, lelah, atau tergoda kilau yang lain.

Istiqamah dalam Pandangan Islam

Padahal Islam sejak awal mengajarkan nilai istiqamah, yaitu konsistensi dalam kebaikan dan kesungguhan dalam jalan yang dipilih. Rasulullah SAW ketika ditanya tentang amal yang paling dicintai Allah menjawab,

“أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ”

Artinya, “Amal yang paling dicintai Allah adalah yang dilakukan terus-menerus meskipun sedikit.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadis ini memukul pelan kebiasaan kita yang gemar berapi-api di awal lalu redup di tengah. Allah tidak menilai dari ledakan semangat sesaat, tetapi dari keteguhan langkah yang terus berjalan.

Dalam Al-Qur’an, Allah meneguhkan hukum pertumbuhan ini melalui waktu dan proses.

“وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ”

Artinya, “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.” (QS Al Asr: 1–3).

Perhatikan, iman, amal, kebenaran, dan kesabaran semuanya menuntut waktu. Tidak ada satu pun yang lahir dari ketergesaan.

Kalimat bijak man tsabata, nabata—siapa yang menetap, dialah yang akan tumbuh—sejatinya sebangun dengan nilai-nilai yang diajarkan Islam. Menetap bukan berarti stagnan, tetapi setia kepada proses. Ia memilih satu jalan, lalu mematangkan diri di dalamnya.

Seorang penghafal Al-Qur’an tidak menjadi hafiz karena semangat satu-dua bulan, tetapi karena bertahun-tahun menjaga murajaah. Seorang pedagang tidak menjadi kokoh karena satu musim panen, tetapi karena jatuh bangun menghadapi untung rugi. Seorang penuntut ilmu tidak menjadi alim karena rajin sesaat, tetapi karena kesetiaan panjang dalam belajar.

Allah mengingatkan tentang pentingnya tidak tergesa-gesa dalam memetik hasil.

“وَاصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ”

Artinya, “Bersabarlah, sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (QS Hud: 115).

Ayat ini bukan sekadar penghibur bagi yang lelah, tetapi juga janji bagi mereka yang tetap bertahan meski dunia tak segera memberi balasan.

Fokus, Kesabaran, dan Ujian Generasi Cepat

Gen Z sering disebut sebagai generasi dengan akses tak terbatas, tetapi dengan fokus yang mudah terpecah. Notifikasi tak pernah tidur, tren berubah setiap pekan, perhatian ditarik dari segala arah. Baru menanam satu benih, sudah tergoda memindahkan potnya ke tempat lain. Baru belajar satu keterampilan, muncul keterampilan baru yang tampak lebih menggiurkan.

Padahal masalahnya bukan pada banyaknya peluang, tetapi pada kegagalan menuntaskan satu proses sampai akhir. Fokus adalah bentuk ibadah yang sunyi. Ia tidak ramai dipuji, tetapi justru di situlah lahir kualitas sejati.

Rasulullah SAW memberi petunjuk yang sangat jernih tentang keteguhan ini. Sufyan bin Abdullah Ats-Tsaqafi pernah berkata,

“قلت يا رسول الله قل لي في الإسلام قولا لا أسأل عنه أحدا غيرك قال قل آمنت بالله ثم استقم”

Artinya, “Aku berkata, wahai Rasulullah, ajarkan kepadaku satu perkataan dalam Islam yang membuatku tidak perlu lagi bertanya kepada siapa pun selain engkau. Beliau bersabda, katakanlah aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqamahlah.” (HR Muslim).

Iman bukan hanya pengakuan, tetapi kesetiaan untuk terus berjalan lurus meski jalan itu panjang dan melelahkan.

Dalam hidup, tidak semua hari menghadirkan semangat. Ada masa jenuh, ada fase ragu, ada titik ingin berhenti. Di sinilah makna komitmen diuji. Komitmen tidak berarti selalu kuat, tetapi tetap melangkah meski sedang lemah.

Seperti pohon, ia tidak bertanya apakah hari ini hujan atau panas. Ia hanya tetap tinggal, tetap berakar, tetap bertumbuh. Akarnya menembus tanah keras bukan karena ia tidak merasakan sakit, tetapi karena ia tidak punya pilihan lain selain bertahan.

Allah menguatkan jiwa-jiwa yang nyaris goyah dengan firman-Nya,

“فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا”

Artinya, “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan benar-benar ada kemudahan.” (QS Al Insyirah: 5–6).

Perhatikan, kemudahan tidak selalu datang setelah kesulitan, tetapi bersama kesulitan itu sendiri. Artinya, di dalam proses yang berat itu sesungguhnya sudah tersimpan pertolongan Allah, hanya saja kita sering menyerah sebelum sempat merasakannya.

Bagi siapa pun yang sedang belajar menekuni satu bidang, satu cita-cita, satu jalan hidup, ingatlah bahwa dunia boleh meragukanmu, tetapi Allah mencatat setiap langkah kecilmu. Tidak ada kesungguhan yang sia-sia. Tidak ada air mata yang jatuh tanpa nilai. Bahkan kegagalan pun adalah bagian dari proses tumbuh, selama kita tidak pindah dari jalan ikhtiar. Yang mematahkan bukan gagal, tetapi berhenti.

Akhirnya, pesan untuk Gen Z dan siapa pun yang sedang berjuang adalah sederhana namun dalam. Jangan takut menetap pada proses. Jangan malu untuk tumbuh pelan. Jangan resah karena belum dipanen hari ini. Teruslah berakar, teruslah menyiram diri dengan disiplin, doa, dan kesabaran. Karena siapa yang memilih untuk tetap tinggal dalam proses, dialah yang kelak akan berdiri paling tinggi dalam makna.

Man tsabata, nabata. Siapa yang bertahan, dialah yang akan Allah tumbuhkan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *