Manusia sebagai Makhluk Pembelajar

0
185
Ace Somantri, dosen Universitas Muhammadiyah Bandung, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat. (Dok pribadi/KLIKMU.CO)

Oleh: Ace Somantri

KLIKMU.CO

Manusia sebagai Makhluk Pembelajar

Oleh: Ace Somantri

KLIKMU.CO

Setiap akhir dan awal tahun ajaran atau tahun akademik, berbagai tingkatan satuan pendidikan dari level sekolah usia dini hingga pendidikan usia dewasa. Dalam praktisnya, hampir dipastikan semua orang pada umumnya mengalami pendidikan baik secara sekolah formal maupun nonformal. Di desa dan juga di perkotaan semua menganggap hal itu sangat superpenting.

Pasalnya, dengan pendidikan manusia akan memiliki kemampuan diri mengubah cara berpikir sehingga mampu mengubah sikap dan perilaku dirinya lebih baik. Setiap individu yang lahir dan hidup di atas bumi memiliki bawaan sifat dan karakter ingin banyak mengetahui sesuatu. Hanya, yang membedakan semangat dan spirit yang memunculkan kemauan yang cepat atau lambat untuk mengetahui dan mendapatkan sesuatu yang diinginkan.

Artinya, manusia di muka bumi sebenarnya memiliki sifat dan karakater baik, karena pada umumnya manusia sebagai makhluk pembelajar. Pertanyaanya, apakah menjadi pembelajar bagaimana dan seperti apa? Secara sosiologis, pada umumnya manusia di mana pun berada sama-sama berusaha mendapatkan sesuatu yang diketahui.

Faktanya, hasil yang dicapai berbeda-beda. Nah, yang membedakan hasil capaian kira-kira apa saja menjadi penyebabnya, apakah subjek individu atau objeknya? Berbagai pakar dan ilmuwan banyak memberi saran dan tanggapan hal ihwal tersebut yang menjadi penyebabnya baik langsung maupun tidak langsung. Pasti jawabanya sama, yaitu kedua-duanya dapat menjadi penyebabnya karena hal tersebut akan dilihat dari mana sumber masalah intinya. Jikalau bersumber pada subjek individu, maka di situlah yang harus di-treatment dan ketika bersumber di objeknya maka di situlah seharusnya dibenahi atau diperbaiki.

Namun, perlu dipahami bahwa sejatinya manusia sebagai wakil sang Pencipta yang memiliki peran utama dalam kehidupan dunia. Rasulullah pernah menyampaikan kalimat thayyibah, “duniamu urusanmu”. Artinya, manusia secara praktis menjadi tumpuan utama dalam perkembangan sebuah peradaban dunia nyata maupun maya, kecuali alam ukhrawi.

Tidak heran, berbagai literatur menegaskan hal ihwal dunia pendidikan atau pembelajaran banyak pendekatan untuk mengetahui, memahami dan meyakini benar setiap ilmu dan wawasan yang didapat. Belajar itu sepanjang hayat, bukan seluas bangunan sekolah atau kampus. Selama jiwa dan raga utuh dan berfungsi tidak ada alasan tidak banyak mengetahui segala sesuatu yang nyata.  Fungsi pancaindra alat utama menjangkau segala hal untuk menggali inspirasi, baik dalam ruang  tertutup maupun terbuka.

Menjemput mimpi meraih hidup gemilang, dan sedikit catatan menjadi pembelajar, yaitu 1) Berazam dan niat kuat untuk merebut cita-cita dan asa, tanpa lalai pada kaidah dan norma yang berlaku serta tetap memiliki tujuan. 2) Fokus pada target capaian yang direncanakan sehingga tahapan-tahapan proses dapat dilewati. 3) Selalu membaca dan mengeksekusi peluang dan kesempatan emas, tanpa harus abai karena alasan bukan tujuan utama. 4) Humble dan adaptif dalam kolaborasi untuk mempercepat target, bahkan melampaui dari target yang dicapai. 5) motivatif dan inspiratif, senantiasa memiliki dorongan besar untuk perubahan atau memiliki irodah kubro. 6) Tangguh dan konsisten pada prinsip-prinsip moralitas kemanusiaan.  7) Mengedepankan kemashlahatan dan kemanfaatan umat, peka dan peduli pada sesama untuk saling bantu dalam kebaikan.

Pembelajar sejati, meyakini mencari ilmu sepanjang hayat dan tidak boleh berhenti karena ilmu semakin dicari akan semakin merasa kurang dan bodoh. Bukan merasa paling pintar, apalagi merasa paling benar. Hal itu sikap sombong dan dungu. Justru ilmu itu sangat dinamis apabila diamalkan. Oleh karena itu dapat jadi orang berilmu akan bernilai manakala ilmunya menjadi sebuah alat untuk mempermudah dan memberi solusi permasalahan hidup dan kehidupan manusia di dunia.

Maka, apabila faktanya semakin memperburuk situasi, diam jalan di tempat tanpa ada perubahan, dan sekedar ada seperti air mengalir. Hal itu mengindikasikan ilmu tidak berfungsi semestinya, dimungkinkan sikap dan perilaku orang tersebut hakikatnya tidak berilmu, hanya sebatas mengetahui semata secara indrawi. Pembelajar sejati, bukan hanya ijazah, sertifikat atau syahadah yang menjadi alat ukur substansial sebuah keahlian, melainkan skill dan kompetensi yang mampu memberi solusi, baik mencerahkan, menggerakan, dan juga memberdayakan.

Alhasil, berbagai pendapat dari pakar hal ihwal pembelajaran sudah menjadi konsensus sosial dan politik bahwa pendidikan sebagi instrumen dan pilar utama kemajuan sebuah bangsa dan negara. Menjadi pembelajar sejati adalah tuntutan kewajiban insaniyah yang akan menyelamatkan diri dan orang lain dari kebodohan, kemiskinan dan jenis lain yang mengindikasikan keterbelakangan peradaban hidup, baik kehidupan diri sendiri maupun kehidupan komunitas dan entitas sosial masyarakat yang lebih besar.  (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini