8 April 2025
Surabaya, Indonesia
Berita

Marak Kasus Rasuah, Dosen UMM Soroti Pentingnya Pendidikan Antikorupsi sejak Dini

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Istimewa)

KLIKMU.CO – Tahun 2024, kasus korupsi di Indonesia kian jadi sorotan. Terbaru, dugaan korupsi yang menjerat bupati Sidoarjo. Yang paling bikin heboh, kasus rasuah PT Timah yang merugikan negara dengan nilai fantastis, Rp 217 triliun.

Jika tidak diatasi sejak dini, dampaknya tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga memicu potensi peningkatan praktik korupsi di seluruh lapisan masyarakat. Lantas, apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengurangi hal ini?

Menurut dosen Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dr Nurul Zuriah MSi, mengintegrasikan pembelajaran antikorupsi dalam muatan kurikulum dapat membantu mewujudkan Indonesia bebas korupsi. Alasannya, pembelajaran antikorupsi dapat membentuk karakter siswa dengan nilai-nilai integritas dan kejujuran.

“Melalui pendidikan antikorupsi, dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk memahami akar permasalahan korupsi, mengenali tindakan-tindakan yang melanggar integritas, dan mengembangkan kesadaran akan pentingnya etika dan transparansi dalam kehidupan sehari-hari,” jelas Nurul.

Terlebih, pendidikan antikorupsi juga diharapkan dapat membentuk karakter anak bangsa yang berintegritas dan berani menolak korupsi. Selain itu, mengajarkan pemahaman tentang dampak negatif korupsi baik pada individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Sehingga dapat membangun generasi yang lebih sadar akan dampak negatif dari korupsi.

Dalam hal ini, Nurul juga menyoroti bahwa pembelajaran antikorupsi harus merata di semua tingkatan pendidikan, mulai sekolah dasar hingga menengah ke atas. Lebih dari itu, metode pembelajaran yang interaktif dan praktis perlu diadopsi untuk memotivasi siswa berpikir kritis, berdiskusi, bermain peran, dan melakukan kunjungan lapangan guna menginternalisasi nilai-nilai antikorupsi secara lebih efektif.

“Pastikan bahwa pelajaran antikorupsi tidak hanya menjadi mata pelajaran tambahan, tetapi terintegrasi secara holistik dalam seluruh kurikulum. Ini dapat mencakup aspek etika, hukum, dan tanggung jawab sosial,” tegasnya.

Oleh karena itu, dalam mewujudkan sekolah berbudaya antikorupsi, Nurul berpendapat diperlukan tiga pilar. Pertama, manajemen berbasis sekolah (MBS) yang transparan, profesional, dan akuntabel. Kedua, integritas nilai-nilai antikorupsi dalam kurikulum dan praktik sehari-hari di sekolah. Terakhir, keterlibatan orang tua, komunitas, dan lembaga terkait dalam mendukung pendidikan antikorupsi.

“Meskipun hal ini akan berdampak menyeluruh, terdapat beberapa tantangan yang akan diatasi para pengajar dalam implementasi pendidikan antikorupsi. Misalnya, keterbatasan sumber daya termasuk buku teks, materi ajar, dan pelatihan untuk pengajar. Sehingga para guru harus berinovasi untuk mengatasi hal ini,” tambahnya.

Tantangan selanjutnya datang dari kesadaran dan minat siswa dalam mempelajari antikorupsi. Tantangan ini menuntut para pengajar untuk menggunakan metode menarik dan relevan agar siswa tertarik dalam memahami materi.

Jika pembelajaran antikorupsi resmi direalisasikan dalam muatan kurikulum, hal ini juga berdampak bagi pemerintah. Tentunya, menghasilkan warga negara yang lebih bertanggung jawab dan berintegritas, yang pada gilirannya dapat mengurangi tingkat korupsi di Indonesia.

“Namun, tanpa informasi lebih lanjut, pengajar tidak dapat memberikan saran spesifik. Secara umum, penting bagi pemerintah memperhatikan masukan dari para pendidik dan ahli pendidikan dalam upaya mengembangkan kurikulum antikorupsi yang lebih efektif,” tandasnya.

(Wildan/AS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *