Jakarta, KLIKMU.CO – Maarif Institute pada Selasa lalu (28/2) genap menapaki dua dekade perjalanan. Sejak awal didirikan pada 2003, Maarif Institute berkomitmen mengawal dan memperkuat kebinekaan di tengah hantaman dan krisis yang ditandai dengan meningkatnya suhu sektarianisme, intoleransi, ekstremisme kekerasan, dan konflik komunal.
Maarif Institute didirikan sebagai bentuk kesadaran akan pentingnya institusi kultural yang memperjuangkan dan menyosialisasikan watak dan ciri khas Islam Indonesia sebagai agama rahmatan li al-alamin, inklusif, dan toleran yang berpihak kepada keadilan.
Selain menggelar acara tasyakuran, lembaga yang berkomitmen mengawal visi perjuangan Buya Syafii ini ingin menegaskan bahwa selama dua puluh tahun, berbagai program dan kerja nyata telah dijalankan di tengah masyarakat dengan segmentasi pasar yang beragam. Mulai aktivis, peneliti, akademisi, mahasiswa, pelajar, guru agama, LSM, tokoh masyarakat, dan tokoh agama.
Direktur Eksekutif Abd. Rohim Ghazali dalam sambutannya mengatakan bahwa di perjalanan sepuluh tahun kedua, selain melanjutkan program di tahun-tahun sebelumnya, Maarif Institute juga telah merintis lahirnya program-program yang baru.
Di antaranya Sekolah Kebudayaan dan Kemanusiaan Ahmad Syafii Maarif (SKK-ASM) yang dimulai sejak 2018 dan kini sudah memasuki periode keempat. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan kaderisasi intelektual di lingkungan mahasiswa lintas jenjang (S1, S2, dan S3) di seluruh kampus di Indonesia.
“Selain SKK-ASM, kegiatan yang dirintis oleh Maarif Institute pasca Buya Syafii wafat, pada Mei tahun 2022, adalah Syafii Maarif Memorial Lecture (SMML). Kegiatan ini dirancang sebagai acara tahunan dengan mengundang seorang intelektual publik atau akademisi sebagai narasumber tunggal untuk menyampaikan apa yang menjadi keresahan dan gagasan yang digeluti Buya Syafii sepanjang karir intelektualnya,” kata Rohim dalam keterangannya yang diterima KLIKMU.CO, Rabu (1/3).
Rohim berharap, di usia ke-20 tahun ini, upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Maarif Institute bukan saja dapat memperkuat bangunan kebangsaan kita di tengah ancaman intoleransi dan tindakan kekerasan yang semakin mengeras. Radius program-program Maarif juga bukan hanya berskala nasional, tetapi juga internasional. Minimal kawasan Asia Tenggara.
Dalam acara tasyakuran ini, Rohim juga menyampaikan ucapan terima kasih setulus-tulusnya kepada berbagai pihak atas dukungan dan komitmennya dalam mengawal perjalanan lembaga Maarif.
Dalam acara ini juga digelar testimoni perjalanan dua dekade Maarif Institute dari berbagai tokoh. Misalnya, Prof Haedar Nashir (Ketua Umum PP Muhammadiyah), Garin Nugroho (sutradara, produser film), Azhar Ibrahim (National University of Singapore), dan Elga Sarapung (direktur Interfidei).
Dalam testimoninya, Prof Haedar menyampaikan harapan besar kepada Maarif Institute yang kini berusia 20 tahun. Menurutnya, Maarif Institute harus terus dikelola dengan manajemen yang bagus agar semakin punya peran dan publikasi yang kuat di tengah masyarakat luas.
“Ide-ide Buya Syafii dan Maarif Institute yang sudah melembaga harus tetap menggelora dan terlibat aktif dalam usaha-usaha mewujudkan pikiran-pikiran besar Buya Syafii, yaitu merekatkan persatuan, mewujudkan keadilan sosial, dan menjadikan Indonesia negara yang maju. Di samping itu, Maarif Institute harus mengembangkan kolaborasi dengan berbagai pihak, misalnya dengan Muhammadiyah dan komponen bangsa yang lain, agar bisa berperan lebih,” jelas Haedar.
Di pengujung acara, Ketua Dewan Direktur Yayasan Ahmad Syafii Maarif Fajar Riza Ul Haq berharap momen dua dekade ini menjadi momen yang sangat penting agar Maarif bisa bersinergi dengan berbagai pihak dan saling memperkuat serta punya tanggung jawab moral bersama untuk mewarisi dan melanjutkan pemikiran Buya Syafii Maarif.
“Buya Syafii yang selama hidupnya telah melewati proses evolusi intelektual yang panjang, adalah seorang cendekiawan Muslim kritis yang dimiliki bangsa ini, dan telah memberikan sumbangan pemikiran yang begitu besar dalam ilmu keislaman, kebangsaan, kemanusiaan, dan kebinekaan di Indonesia. Sebagai anak-anak ideologis Buya, kita punya tanggungjawab untuk melanjutkan ide-ide besarnya,” tegas Fajar. (Moh. Shofan/AS)