Menakar Arah Politik Prabowo: Penguasa atau Boneka Baru?

0
138
Presiden terpilih Indonesia Prabowo Subianto. (AP Photo/Vincent Thian)

Oleh: Muhammad Abidulloh

Spekulasi berseliweran sedemikian rupa, berkenaan langkah politik Prabowo Subiyanto ke depan. Tak sedikit mengarah pada prediksi, hanya “boneka” dari penguasa sebelumnya. Banyak sekali anggapan, sebagai manifestasi dari Jokowi babak tiga. Prabowo ke depan, lebih banyak menjalankan fungsi relasi sebab-akibat, dari jasa besar Jokowi. Hutang budi dibayar dengan “kepatuhan”.

Bila ada opini yang berbeda, nyaris tak terdengar gaungnya. Misalnya, analisa yang dikaitkan dengan perwatakannya. Juga latar belakang historis pribadi dan keluarganya. Beberapa pengamatan mengarah pada hasil analisis, Prabowo Subiyanto, seorang yang kuat dalam pendekatan otoritas. Seorang mantan petinggi militer, yang kuat pada tradisi hirarki kekuasaan, yang melekat pada dirinya.  Hanya saja, opini semacam itu kurang populer, setidaknya pada saat ini.

Memang, terlihat dengan jelas dari ungkapan dan manuvernya. Seolah gambaran yang mengkonfirmasi pada argumentasi, Prabowo hanya sosok ”boneka baru”. Gastur santun sang presiden terpilih, ditangkap sebagai isyarat akan sikap patuh, terhadap pendahulunya. Lebih dipertegas dengan ungkapan eksplisit, yang terlontar ke ruang publik. Presiden baru, akan menjalankan fungsi estafet kepemimpinan.

Benar-tidaknya, tentu sejarah yang akan membuktikan. Catatan peristiwa sejarah juga telah menorehkan berbagai pelajaran, khususnya, perilaku perpolitikan anak manusia. Bisa jadi tidak sama persis, tapi perulangan sejarah sangat mungkin akan terjadi.

Meski demikian tak ada salahnya, apabila ada upaya penjelasan peristiwa politik dan akibat yang mungkin terjadi. Betapa pun, suksesi kepemimpinan nasional dan hiruk pikuk yang menyertainya, akan berdampak besar dalam kehidupan masyarakat luas. Bukan hanya dalam bidang politik-ekonomi, sisi-sisi kehidupan lain pasti akan terpengaruh karenanya. Dan tak dapat dipungkiri, diskusi dan perdebatan berkenaan dengannya, akan selalu menarik bahkan terasa seksi di ruang publik.

Rekonstruksi serangkaian peristiwa politik nasional, khususnya suksesi kepemimpinan, membutuhkan pisau bedah yang tajam. Diharapkan dapat mencapai hasil memuaskan,  valid, adil, sudah barang tentu akurat. Serangkaian kronik peristiwa, didudukkan pada tempat yang tepat. Dilakukan pemotretan akurat dari berbagai posisi dan dimensi yang luas. Upaya untuk mendapatkan gambaran yang  lengkap serta utuh. Berbagai pandangan dan spekulasi yang ada, diperlakukan sebagai serpihan berharga. Selanjutnya dilakukan penilaian, komentar, serta analisa yang memadai. Dengan demikian, dapat tersaji opini yang proporsional  di tengah masyarakat luas.

Menarik sekali untuk dicermati, serangkaian langkah dan manuver politik Prabowo, belakangan ini. Laksana teatrikal politik, sebagaimana yang lainnya, sudah barang tentu mengundang multi presepsi, yang beraneka ragam.

Kita perhatikan, langkah persiapan presiden terpilih menuju singgasana. Sebagai tahap awal, tentu dipergunakan secara maksimal, dalam menyusun bangun kekuasaan yang memadai. Kekuatan politik yang tangguh sangat diperlukan, dalam menghadapi tantangan politik ke depan, yang diprediksi terjal penuh liku.

Kedekatan Prabowo-Jokowi tidak saja dapat dipahami secara makna tunggal. Sebagian orang beranggapan, bentuk  fenomena timbal balik antara jasa dan balas budi. Tergambar dengan begitu jelas relasi antara keduanya. Betapa  “landasan pacu” dipersiapkan sedemikian rupa oleh Joko Widodo. Serangkaian perubahan undang-undang dan peraturan, menimbulkan kesan, dalam rangka memuluskan presiden baru. Meski juga timbul kecurigaan, adanya upaya yang bermuara pada cara melindungi kepentingannya sendiri. Di sisi lain, Prabowo terkesan sangat menikmatinya. Tak dapat dihindarkan timbulnya spekulasi, adanya upaya perlindungan terhadap kepentingan penguasa sebelumnya.

Namun demikian, spekulasi di atas diragukan sebagian yang lain. Tak selamanya “simbiosis mutualisme” berjalan linier. Bukti empiris menyajikan gambar ke arah itu. Relasi Jokowi-Megawati misalnya, gambaran aktual yang mengemuka tanpa lapisan tabir. Hubungan politik yang dimulai lagu merdu, berakhir di persimpangan jalan.

Juga dinamika relasi SBY-Muldoko, betapa jasa besar dijawab sebagai “anak nakal”. Gangguan terhadap partai Demokrat terjadi, seolah tanpa kisah manis sebelumnya. Puncak karir Moldoko sebagai panglima TNI, tentu tak dapat lepas dari peran presiden waktu itu.

Fenomena di atas dapat mengantar pada kesimpulan, “politik balas budi” belum tentu berjalan mulus. Dinamika ke depan, akan terus menguji kesetiaan perkawanan yang dibangun. Godaan pecah kongsi bisa jadi menjadi pilihan yang tak terhindarkan.

Betapa pun  relasi antar aktor politik, berlaku hukum yang lazim terjadi. Tak ada kawan maupun lawan abadi. Yang ada, kepentingan abadi. Perjalanan dan perilaku politik, akan selalu dinamis, sesuai situasi berdasarkan kalkulasi kekuatan, peluang serta kesempatan.

Sudah barang tentu, relasi politik yang terbangun serta dinamikanya, tak dapat diprediksi dengan rumusan matematis. Masing-masing aktor, tentu akan bermain dengan caranya sendiri. Termasuk di dalamnya, bagaimana bermanuver dan menyikapi dinamika politik.

Tak kalah menariknya, bagaimana upaya Prabowo membangun jaringan dukungan yang semakin luas. Dapat dimaknai sebagai upaya membangun kekuatan politik. Semakin luas dan kuat dukungan,  maka kian kokoh dalam menghadapi sikap oposan. Sikap berseberangan yang bisa saja, datang dari partai politik mau pun sekelompok masyarakat. Sikap terhadap lawan politik itu, tercemin dalam istilah “menggangu” yang diucapkannya. kata yang diungkapkan secara verbal, apakah disadari atau tidak.

Sudah barang tentu, Prabowo belajar dari pengalaman dan dinamika politik yang telah terjadi. Sebagai politisi senior juga jendral militer, tentu tak sembarangan mengambil langkah. Tiap jengkal kaki melangkah, tentu terkalkulasi secara cermat efek dan eksesnya.

Koalisi gemuk yang dibangun, dapat berdaya guna dalam menggalang dukungan politik. Tetapi, juga dapat timbul masalah baru. Semakin banyak kelompok unsur pendukung, akan berpengaruh terhadap prosentase pembagian kue kekuasaan. Alarm bahaya itu sudah mulai sayup terdengar. Kekhawatiran partai politik pendukung masa pilpres, sudah melontarkan warning secara transparan. Pertanda adanya sikap keberatan akan terjadinya pengurangan kue politik.

Perubahan prosentasi power sharing itu, bisa jadi akan berpengaruh terhadap dominasi Jokowi. Sangat tergantung bagaimana dua aktor penting itu, bermain kartu yang dimilikinya. Prabowo sebagai pemegang kekuasan tentu tak dapat diabaikan kekuatannya. Sebaliknya Jokowi, pemberi jasa yang tidak kecil, diperkirakan memiliki banyak kartu yang siap dikeluarkan, pada saat yang tepat.

Pada akhirnya dapat ditarik maknanya, ke mana angin berhembus, itulah arah politik menuju. Dinamika awal persiapan masih bergerak terus. Sudah barang tentu, diambil dengan penuh perhitungan. Setiap arah angin dianalisa dengan penuh seksama. Kemana hendak melangkah, diperlukan berbagai opsi pilihan, sesuai perkembangan dinamika yang harus dihadapi.

Prabowo “boneka baru”?. Sebagian yakin akan terjadi. Sebagian lain berasumsi belum tentu. Prediksi yang lainnya, pada kesimpulan tidak akan terjadi. Sejarah akan terus berjalan, semoga dinamika politik yang ada bermaslahat bagi bangsa dan negara.

Wallahu a’lam

Muhammad Abidulloh
Praktisi Dakwah, Mantan Jurnalis

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini