Menggembirakan Narasi Musyda

0
122
Muhammad Syaikhul Islam SHI MHI, Wakil Ketua PP FGM 2018-2023.

Oleh Muhammad Syaikhul Islam, SHI, MHI*

KLIKMU.CO

Muhammadiyah memang makin gemuk, namun ia lebih maskulin dan seksi. Tak hanya dilihat dari puluhan ribu amal usahanya yang tersebar di penjuru negeri, namun kiprah lainnya di ranah kebangsaan dan global juga semakin nyata dan diperhitungkan. Persyarikatan yang didirikan oleh Kyai Dahlan ini menjadi bagian dari Islam yang menjadi rahmat bagi sekalian alam.

Tahun 2022 dan tahun 2023 menjadi ‘Tahun Demokrasi’ di organisasi yang menapaki usia miladiyahnya ke-111 ini. Hal itu ditandai dengan gelaran permusyawaratan di berbagai jenjang kepemimpinan, dari Muktamar, Musywil, Musyda, Musycab, hingga Musyran. Hal ini menjadi momentum penting bagi seluruh Muhammadiyah untuk melakukan revitalisasi, restrukturisasi, dan regenerasi.

Muktamar Muhammadiyah Solo berlangsung sangat sukses dan menuai banyak pujian sebagai ‘Muktamar Khusnul Khatimah’ di antara banyak permusyawaratan selevel yang berlangsung kisruh dan justru melahirkan perpecahan organisasi. Demikian juga dengan Musywil Muhammadiyah Jatim di Ponorogo yang cukup dinamis, tapi dapat berakhir dengan elegan dan klimaks yang elok.

Dan hari ini, seluruh aktivis dakwah Muhammadiyah Surabaya menatap pelaksanaan Musyda ke-18 di Universitas Muhammadiyah Surabaya. Banyak pihak mengatakan, Musyda kali ini diprediksi berlangsung ‘semarak’ lantaran cukup banyak kalangan yang memiliki kepentingan dan terpanggil untuk menjadi personalia pimpinan di tingkat daerah.

Fakta di atas tentu menjadi indikasi baik di mana semakin banyak kader yang siap menjadi pimpinan dan mengemban amanah organisasi. Ini juga bukti bahwa proses kaderisasi di Muhammadiyah Surabaya berjalan dengan mantap, baik di kalangan organisasi otonom maupun dari jenjang ranting dan cabang. Fakta ini sekaligus menjadi jawaban bahwa Muhammadiyah tidak perlu khawatir lagi akan kekurangan kader di masa depan.

Namun, dari perspektif saya, ada yang sepi dan nyaris luput dibincangkan dari gelaran Musyda kali ini. Di antara riuh riak isu suksesi kepemimpinan yang gemuruh di kalangan cabang dengan berbagai manuver dan ‘komunikasi politik’ yang terjadi, saya nyaris tak menemukan narasi besar apa yang akan diusung pada Musyda hari ini. Saya belum menjumpai adanya diskursus serius di kalangan aktivis Sang Pencerah Surabaya selain persoalan siapa yang akan menjadi proksi masing-masing stakeholder di pimpinan daerah.

Muktamar Muhammadiyah Solo sukses dengan narasi ‘darah segar’ sebagaimana yang disuarakan Pak Din Syamsuddin kemudian menjadi arus utama narasi Muktamar. Alhasil, komposisi pimpinan pusat saat ini menjadi lebih segar dengan kombinasi senior-junior dengan orkestrasi yang harmoni. Muktamar juga berhasil merumuskan dokumen berharga berupa Risalah Islam Berkemajuan. Musywil Ponorogo juga sukses dengan narasi ‘pendatang baru’ yang mengisi 7 kursi kosong dan juga isu soal pentingnya menggelorakan jihad eknomi sebagai pilar terpenting ketiga Persyarikatan.

Bagaimana dengan Musyda kali ini? Narasi besar apa yang sepakat dibincangkan dan target utama apa yang ingin dicapai pada periode kepemimpinan mendatang? Pun demikian dengan pentingnya perumusan strategi dakwah yang efektif di Kota Pahlawan yang semakin metropolis. Sudahkah beberapa pertanyaan tersebut menjadi pemikiran segenap musyawirin hari ini? Atau sebaliknya, Musyda cukuplah dijadikan sebagai ajang silaturahmi dan rutinitas 5 tahunan belaka dengan berbagai atraksi relasi kuasa.

Bagi saya, pekerjaan rumah Muhammadiyah Surabaya di masa depan amatlah banyak dan besar, mulai dari lini dakwah, pendidikan, kesehatan, sosial, fikih (tarjih), politik, budaya, hingga ekonomi. Banyak hal yang masih menjadi keniscayaan bagi Muhammadiyah Surabaya untuk diambil alih dan diperjuangkan bersama segenap potensi yang dimilikinya. Setidaknya, ada 4 akselerasi yang patut dikerjakan Muhammadiyah Surabaya sebagai misi utama pengembangan organisasi pada periode mendatang.

Pertama, akselerasi AUM pendidikan. Kita boleh berbangga dengan sejumlah sekolah/madrasah Muhammadiyah yang cukup mentereng dan menjadi kiblat pengembangan pendidikan di Indonesia. Namun, persentase sekolah/madrasah unggulan tersebut masih terlalu sedikit di antara puluhan sekolah/madrasah lainnya. Masih banyak sekolah/madrasah kita yang dalam kondisi ‘perjuangan’ dan kritis karena kondisi keuangan yang tidak stabil dan target pagu PPDB yang tidak terpenuhi.

Dalam konteks ini, diperlukan adanya strategi percepatan pengembangan, sehingga sekolah/madrasah Muhammadiyah sebagai brand pendidikan berkemajuan dapat benar-benar menghegemoni sekaligus menjadi jawaban kebutuhan pendidikan berkualitas masyarakat Surabaya di lingkungan terdekat mereka. Ke depan, sepatutnya diikhtiarkan secara maksimal agar semua sekolah/madrasah menjadi mata air dakwah dan pundi-pundi finansial untuk menopang lini dakwah lainnya.

Kedua, akselerasi AUM kesehatan. Ini adalah satu bidang yang memerlukan perhatian tak sekadar serius, tapi fokus. Keberadaan RS Muhammadiyah yang mentereng di kota besar mutlak dibutuhkan, tak semata sebagai simbol eksistensi dakwah, namun juga sebagai pusat kesehatan umum sebagaimana misi awal rumah sakit Muhammadiyah didirikan. Pekerjaan rumah mengembangkan AUM ini tak hanya menjadi kewajiban direktur dan segenap karyawan, namun seyogianya mendapat dukungan optimal pimpinan daerah periode mendatang.

Dalam konteks ini, kita perlu belajar dari PDM Lamongan yang sukses dengan memiliki RS Muhammadiyah yang besar dan berkelas yang tak hanya berjumlah satu di area perkotaan, namun juga berhasil membangun RS yang bagus pula di Kecamatan Babat.

Ketiga, akselerasi bidang ekonomi. Muhammadiyah Surabaya eksis di tengah kota besar kedua di Indonesia dengan sentimental bisnis yang luar biasa. Di kota ini berdiri pusat-pusat perbelanjaan megah, kompleks hunian berkelas, serta pusat kegiatan bisnis dan ekonomi besar berskala nasional dan multinasional. Sudah berapa banyak peran Muhammadiyah Surabaya dalam core dakwah ini? Bukankah pendiri dan aktivis Muhammadiyah awal adalah para pedagang dan saudagar yang sambil berbisnis mereka juga membawa misi menebar dakwah Islam berkemajuan.

Dalam konteks ini, PDM Bojonegoro dan Ponorogo layak kita jadikan teladan. Meski populasinya sangat minoritas, kejeniusan dakwah ekonomi Muhammadiyah Bojonegoro patut diacungi jempol. Dengan konsep syirkah amanah-nya, Muhammadiyah di Kota Ledre tersebut mampu menggerakkan potensi keekonomian jamaah dengan mendirikan 3 unit SPBU yang melayani kebutuhan BBM transportasi masyarakat. Dari hasil kegiatan ekonominya, Muhammadiyah Bojonegoro mampu menyumbang kesejahteraan para guru dan karyawan di AUM-AUM yang mereka miliki. Demikian juga dengan Muhammadiyah Ponorogo yang sukses mendirikan puluhan toko swalayan Surya Mart yang menjamur di banyak kecamatan.

Keempat, akselerasi LAZISMU. Eksistensi LAZISMU sebagai wadah menghimpun zakat, infaq, dan sedekah warga Muhammadiyah dan umat muslim di Surabaya bisa dibilang sudah cukup baik. Dengan berbagai varian programnya, LAZISMU Surabaya telah hadir di banyak tempat membantu masyarakat. Namun, potensi yang belum tersinergikan dan tergarap amatlah sangat luas. Adalah fakta bahwa belum semua warga persyarikatan menitipkan ZIS-nya ke LAZISMU Surabaya. Bahkan, mereka yang bekerja di AUM pun belum semuanya menjadi bagian dari dakwah LAZISMU.

Upaya optimalisasi LAZISMU ke depan dapat dilaksanakan dengan membangun kolaborasi dengan puluhan sekolah/madrasah kita dengan membidik partisipasi puluhan ribu orang tua siswa sebagai donatur. Pun demikian, LAZISMU Surabaya dapat terus mengembangkan jejaring kerjasamanya dengan ratusan instansi di luar Muhammadiyah. Saya kira dengan portofolio integritas, prestasi, dan kiprah LAZISMU pada skala nasional akan sangat membantu LAZISMU Surabaya membangun sinergitas dengan banyak pihak luar.

Ikhtiar melakukan akselerasi di atas tentu membutuhkan performa kepemimpinan yang visioner, prima, dan kolaboratif. Karenanya, hemat saya, komposisi PDM Surabaya ke depan harus menampilkan kolaborasi personalia pimpinan yang memiliki latar belakang yang multiunsur, mulai ulama, pakar pendidikan, birokrat, ekonom, dan unsur lainnya yang dapat memperkuat barisan pimpinan. Komposisi hendaknya juga memerhatikan faktor usia di mana ada kombinasi yang seimbang antara senior dan darah muda agar gerak langkah kepemimpinan tidak terengah-engah di tengah jalan.

Saya yakin, Musyda kali ini akan berlangsung dengan khidmat dan bermatabat. Namun, tak cukup sekadar sukses di penyelenggaraan, Musyda juga niscaya menghasilkan kepemimpinan yang kredibel dan program-program strategis memajukan organisasi agar resonansi dakwah makin luas dan membahana. Ini semua akan mudah tercapai bilamana musyawirin menjadikan gelaran permusyaratan ini sebagai ajang mengolaborasikan narasi gagasan dan tak sekadar selebrasi rutinitas dan perjumpaan kepentingan sektoral. Insya Allah. Selamat ber-Musyda. (*)

*) Pemred KLIKMU.CO, Direktur PT KLIEN

Surabaya, 26 Februari 2023

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini