Menguji Ikhtiar Muhammadiyah Menyelamatkan Semesta

0
47
Pro-Kontra Tambang: Menguji Ikhtiar Muhammadiyah Menyelamatkan Semesta. (Ilustrasi Freepik)

Oleh: Ahmad Aditiya Pratama, Thalabah Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah

Pada 27-28 Juli, PP Muhammadiyah telah melaksanakan Konsolidasi Nasional yang digelar di Universitas Aisyiyah Yogyakarta. Salah satunya membahas tentang konsesi izin usaha pertambangan (IUP) yang diberikan oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia kepada ormas keagamaan.

Dalam keputusan resmi Muhammadiyah yang dibacakan oleh Prof Dr Abdul Mu’ti MEd, secara resmi Muhammadiyah menerima usaha pengelolaan tambang yang diberikan negara. Muhammadiyah berjanji akan menggunakan industri tambang ini dengan sebaik-baiknya dengan tidak mencari keuntungan semata.

Sebagai bentuk tanggung jawab, Muhammadiyah membentuk tim pengelolaan tambang yang diketuai oleh Prof Dr Muhadjir Effendy MAP. Muhammadiyah akan melakukan kerja sama dengan industri-industri tambang yang berpengalaman, memiliki integritas, dan komitmen yang tinggi.

Sebagaimana yang telah diketahui, fatwa tentang tambang telah tersebar, saya sendiri menyaksikan proses sidang fatwa tersebut di kantor PP KH Ahmad Dahlan pada 24 Mei 2024. Fatwa tentang tambang tidak bisa dipahami sepotong-sepotong atau hanya diambil secomot saja, tetapi harus dipahami secara komprehensif dan ditambah dengan logika yang benar dalam membacanya.

Dalam fatwa tentang tambang tersebut berisi, bagian pertama menjelaskan tentang gambaran masalah yang dikaitkan dengan realitas sekarang, bagian kedua menguraikan pandangan agama berdasarkan manhaj tarjih dengan tiga tingkatan norma di dalamnya, dan bagian ketiga kesimpulan hukum tentang tambang. Fatwa ini selaras dengan tema Muktamar Ke-48 Muhammadiyah di Surakarta, yaitu “Ikhtiar menyelamatkan semesta” dan dijelaskan dalam buku Risalah Islam Berkemajuan halaman 75-76.

Namun, dalam diri Muhammadiyah sendiri terjadi perbedaan pendapat mengenai permasalahan ini. Ada yang mendukung dengan syarat dan juga ada yang menolak secara mentah-mentah. Dari pandangan yang menerima, mereka berargumentasi bahwa:

1. Tambang termasuk dalam kategori muamalah atau al-umūr ad-dunyā, yakni perkara-perkara duniawi yang pada asal hukumnya boleh.
2. Alam semesta dan segala isinya adalah anugerah yang diberikan oleh Allah SWT agar dimanfaatkan untuk kemakmuran bumi.
3. Barang tambang atau al-ma’ādin termasuk salah satu objek zakat.
4. Pengelolaan tambang bisa dijalankan selama sesuai dengan pedoman dan prinsip Islam seperti yang dituntunkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid.

Sedangkan dari sisi yang menolak, persoalan tentang tambang ini dapat melahirkan madharat yang besar sehingga argumen yang dibangun berdasarkan asas sadd ẓari’ah. Adapun argumennya adalah:

1. Realitas tentang dampak buruk yang diakibatkan pertambangan berdasarkan data yang terjadi tinjauan dari aspek burhani.
2. Kegiatan pertambangan yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup.
3. Regulasi yang berlaku tidak berdasarkan asas keadilan dan kemaslahatan.
4. Aktivitas pertambangan yang tidak memperhatikan hak masyarakat.
5. Tambang yang dijadikan sebagai alat politik.

Akan tetapi, ada argumen penguat yakni secara fikih tata kelola, pemberian konsesi tambang kepada ormas keagamaan secara tiba-tiba, apakah tidak ada aturan UU yang harus ditempuh oleh negara? Seperti yang terjadi pada zaman feodal dulu. Nah hal ini dapat mencederai prinsip kemodernan yang digaungkan oleh Muhammadiyah sendiri.

Terdapat logika seperti ini. Jika Muhammadiyah menerima izin tambang terdapat 5 atau 6 PTM yang memiliki fakultas teknik pertambangan. Maka, bisa dibayangkan. Di samping itu juga PTMA memiliki banyak fakultas ekonomi sehingga Muhammadiyah lebih mampu dan layak memiliki bank sendiri daripada menerima konsesi tambang dari negara.

Dari segi argumentasi di atas, setiap warga Muhammadiyah memiliki hak memilih dan hak untuk mengikuti. Di samping itu, warga Muhammadiyah juga harus menimbang dan memperhatikan mengenai dampak yang akan terjadi jika Muhammadiyah menerima tawaran izin tambang dari negara. Menggunakan nalar yang sehat serta logika yang tepat untuk memecahkan problem dalam masalah tambang ini.

Dengan langkah yang dilakukan Muhammadiyah dalam menerima usaha tambang ini, apakah Muhammadiyah mampu mewujudkan “Ikhtiar menyelamatkan semesta” atau bahkan akan merusak semesta? Waktu yang akan membuktikan! (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini