Menyambut Ramadhan, Menjemput Puncak Kebahagiaan

0
133
Ace Somantri, dosen Universitas Muhammadiyah Bandung. anggota PWM Jawa Barat Periode 2022-2027. (Dok pribadi)

Oleh: Ace Somantri

KLIKMU.CO

Hidup manusia penuh teka-teki. Sekalipun dalam kehidupan manusia lumrah dan biasa merencanakan hidup. Namun, faktanya tidak demikian karena pemilik rencana belum tentu mengizinkan dan meridhai. Hal tersebut bukan berarti mematahkan semangat, melainkan menjadikan sebuah reasoning nalar intelektual manusia manakala menghadapi berbagai fenomena hidup yang dialami oleh setiap manusia di manapun dan kapanpun terjadi.

Pun sama ketika dalam menyikapi hal ihwal yang berkaitan dengan sesuatu yang mengikat sebuah kewajiban syar’i, baik itu bersifat fardiyah ainiyah atau kifayah. Dalam kondisi apapun, sebagai manusia yang beriman akan mengakui kebenaran agama Islam, seyogyanya harus senantiasa menjalankan penuh sadar dan tanggungjawab. Hal itu dikarenakan sebagai konsekuensi dari  pernyataan ikrar Tauhidullah sebagai manusia yang meyakini benar bahwa ajaran Islam merupakan ajaran yang lengkap dan sempurna.

Treatment ruhaniyah dalam rangka meningkatkan mutu spiritualitas keberagamaan seorang muslim. Diyakini bahwa syari’at Islam terdapat banyak ajaran dan paham praktis untuk memberikan treatment memperbaiki dan meningkatkan kualitas spiritual hidup didunia hingga akhirat. Demi masa, tidak terasa pergerakan waktu dari detik hingga hari, bulan dan tahun.

Ramadhan tiba, keberkahan, rahmat dan maghfirah menyertainya. Umat muslim di seluruh belahan dunia menyambut dengan gegap gempita penuh gembira dan bahagia. Spirit dan motivasi untuk menstimulasi jiwa dan raga agar lebih siap diri menghadapi shaum di bulan Ramadhan berbagai cara dilakukan. Kesiapan fisik-jasadiyah dan mentalitas beribadah senantiasa dipersiapkan jauh-jauh hari sebelum tiba waktunya.

Ramadhan bulan penuh hikmah dan berkah, namun pemaknaannya tidak sebatas dalam ungkapan kata yang biasa terdengar setiap Ramadhan tiba, melainkan memaknainya lebih dari biasanya, yaitu harus terasa dan dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Hikmah Ramadhan bukan hanya berlomba-lomba infak dan sedekah, hikmah Ramadhan harus menjelma dalam perubahan sikap, perilaku, dan perbuatan nyata yang harus melahirkan karya terus-menerus yang berdampak pada peningkatan mutu hidup.

Semakin bertambah waktu dan masa usia, hendaknya dibarengi bertambahnya nilai kualitas produk karya berpikir. Terlebih pada masa bulan Ramadhan faktor pendukungnya lebih baik dan kondusif, sangat mungkin lebih akseleratif. 

Kesenangan dan kebahagiaan bulan Ramadhan tidak semata ramai-ramai berjamaah shaum dan ramai-ramai tadarus Al-Qur’an. Hal tersebut sudah bagian pokok dalam paket ibadah shaum. Justru, di Ramadhan sebaiknya menjadi pemantik perubahan dan tambahan digit hasil produk secara periodik dari tahun ke tahun sesuai life planning

Apapun alasannya, Ramadhan bulan mulia nan indah penuh berkah hanya ada dalam selogan setiap tiba. Tradisi nyaris tidak ada perubahan dari tahun-tahun sebelumnya, bahkan lebih parah yang dapat kita sadari setiap tahun ada penurunan kualitas dan kuantitas amaliyah mengisi waktu dan masa. Jangankan mengumpulkan hasil karya dan memantik berpikir untuk loncat maju lebih jauh.

Yang terjadi justru, selama Ramadhan hanya meningkatkan kuantitas tidur dan berkurangnya produktivitas waktu dikarenakan pada umumnya badan lemas, letih dan lesu. Hal itu terjadi seperti tradisi yang  mensugesti diri untuk berbuat dan berprilaku demikian.

Berperilaku dan berbuat di bulan Ramadhan balasannya ada kekhususan, sehingga umat muslim berbondong-bondong menyambut penuh bahagia dan gembira. Tua-muda, anak-dewasa, dan juga pria dan wanita semua rela berusaha untuk bershaum ria diawali sahur menjelang shubuh dilanjut menahan lapar, haus dan dahaga selama sehari penuh kurang lebih 12 jam lamanya hingga terbenam matahari masuk waktu maghrib.

Cahaya kebahagian terpancar dari aura wajah umat muslim, semangat beribadah meningkat dua kali lipat dari biasanya, bahkan yang sunah-sunah pun nyaris tak terlewati. Begitulah amalan ritual umat muslim setiap saat bulan Ramadhan tiba. Bahkan hampir diatas rata-rata pada umumnya umat muslim tiba-tiba jadi pada baik, yang biasanya jarang memberi infaq dan shadaqoh mendadak jadi rajin, yang biasanya jarang baca tilawah Al-Qur’an menjadi rajin bertilawah, yang tidak biasa shalat berjamaah ke masjid jadi sering berjamaah, dan hampir semua kegiatan ibadah berbasis ritual ada peningkatan signifikan. Termasuk hal ritual zakat fitrah dan mal di Ramadhan, penghitungan haul zakat pun menjadi tradisi dihitung manakala Ramadhan tiba.

Namun, masih ada catatan yang sebaiknya diperbaiki yaitu sikap umat muslim melakukan ritual shalat sunah Qiyamu Ramadhan atau Tarawih. Yang terlihat oleh kasat mata, seolah wajib shalat Tarawih sehingga berbondong-bondong ke Masjid, sementara shalat wajib tidak excited sehingga disikapi biasa-biasa saja beda dengan Tarawih.

Itu hal lumrah terjadi setiap Ramadhan, entah harus mulai dari mana melakukan perubahan tradisi beragama agar lebih bermakna dan produktif setiap ganti tahun yang dimulai pada bulan Ramadhan. Dengan diawali perbuatan baik secara berjamaah, seharusnya pemantiknya lebih dahsyat karena melalui berjamaah. Penting dicatat oleh asatdiz, ulama, dan zuama bahu membahu menggerakkan jamaah mengubah cara berpikir lebih kreatif, memperbaharui cara pandang dalam memotret fenomena sebagai sumber inspirasi menjadi lebih inovatif, serta memberikan pencerahan pemahaman keberagamaan dalam ritual dalam Islam tidak sekedar memenuhi syarat dan rukunnya, melainkan tercapainya maksud-maksud syari’at dari setiap aplikasi ajaran Islam yang dijalankan.

Lebih jauh lagi, selain maksud syari’at (makasid asy-syari’) tercapai diharapkan mampu menembus kehendak pembuat syari’at (insya asy-syari’) yaitu Allah Subhanahu wata’ala. Karena harapan dan doa kita setiap saat, berharap segala sesuatu yang dikerjakan mendapatkan izin, ridha dan kehendak-Nya.

Percuma dan tidak bernilai apa-apa manakala hasil karya hanya sebatas wujud fisik materi yang sekedar terlihat oleh kasat mata tidak berguna daya, tak ubahnya seonggok benda yang hanya hanya membuat rusaknya pemandangan mata dan mengotori area dimana benda itu ada. Di bulan Ramadhan momentum memperbaiki dan membersihkan secara berjamaah, berharap jiwa dan raga tetap bernilai guna.

Berat dan beban amanah sebagai manusia tidak sekadar menghirup udara segar menjaga sirkulasi nafas jiwa dan raga. Juga tidak sekadar jungkir balik gerak jasad untuk ibadah ritual yang tak bermakna, apalagi capek-capek menahan hawa lapar dan haus dahaga. Jikalau semua itu hanya sia-sia belaka, niat tulus beribadah dibarengi memaknai terserap dan jiwa dan raga, menjelma pada sikap dan prilaku beradab, membentuk karakter peduli dan peka, serta nilai kehadiran kita mampu menebar virus yang menginspirasi manusia lainnya hingga menjadi kulminasi pada perubahan jamaah dan umat di alam semesta.

Makhluk lain pun mendorong dan support atas niat, gerak langkah, serta kreativitas orkestrasi varian kata dan laku membawa harapan menuju cita-cita hidup manusia untuk menuju puncak kebahagian yang hakiki. Ramadhan tiba, berbuat shaum sebagai sambutan menjadi sarana  untuk jalan ketaqwaan untuk mendapat tiket masuk kebahagiaan hakiki nan abadi. Wallahu’alam. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini