Menyoal Kebijakan Terbaru Mas Menteri

0
10
Ace Somantri, dosen Universitas Muhammadiyah Bandung, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat. (Dok pribadi/KLIKMU.CO)

Oleh: Ace Somantri

Jauh dari keadilan dan kesetaraan, lagi-lagi Mas Menteri Nadiem membuat kebijakan yang menyenangkan sekaligus membunuh pihak tertentu secara perlahan. Entah apa motivasinya kebijakan tersebut dibuat. Semoga tidak salah memahami apa yang telah dibuatnya. Senyum lebar bagi para pengabdi bangsa di ranah pendidikan tinggi sebagai dosen, apalagi mereka mendapat jabatan tambahan dalam institusinya.

Sedang viral dan dibahas terkait edaran memuat info ihwal tunjangan kinerja dosen bagi PTN di Indonesia, dari jabatan akademik asisten ahli hingga guru besar. Angkanya cukup membawa pada mimpi indah bagi para dosen PTN.

Pasalnya, tertulis jumlah tunjangannya bertambah cukup besar. Namun, di sisi lain ada yang bersedih dan kecewa terhadap kebijakan tersebut, karena dampak kebijakan tersebut akan mengubah sikap banyak orang menjadi beban pihak-pihak tertentu.

Sangat baik pada sisi tertentu untuk meningkatkan mutu PTN dalam meluluskan alumninya sejajar dengan perguruan tinggi berkelas internasional. Namun perlu dicatat, di hadapan negara ada masyarakat penyelenggara pendidikan secara swadaya.

Tindakan kebijakan demikian akan menjadi bumerang yang membebani, apabila tidak dikaji dengan berbagai pendekatan dapat mendatangkan kemudaratan terhadap dunia pendidikan tinggi swasta di Indonesia.

Berbeda dengan Eropa atau negara Barat, bagi penyelenggara pendidikan tinggi swasta benar-benar untuk orang kaya raya. Sehingga kebijakan negara benar-benar fokus kepada PTN yang dinikmati kebanyakan orang miskin. Sementara di Indonesia terbalik, terlebih kebijakan selama ini yang diterima PTS telah membebani hingga sangat banyak penyelenggara berguguran gulung tikar alias bangkrut. 

Berbagai beban ditanggung secara swadaya, pengadaan lahan kampus, gedung kampus, sarana pelengkap untuk pendukung dan penunjang kampus. Termasuk SDM dan yang lainnya, namun hal demikian sering tidak mendapatkan apresiasi, empati, dan simpati dari pemerintah melalui kementrian terkait. Beban demi beban telah menjadi media untuk membangun kemandirian, namun sebaiknya harus dijadikan referensi menyetarakan PTS dan PTN pada sisi subsidi dari APBN agar lebih kompetitif sehat.

Belum juga reda dari kekecewaan dan kesedihan dosen PTS, kuota beasiswa BPI yang baru beberapa hari diumumkan ternyata dipangkas hingga mendekati 70% dari tahun lalu pada tahun 2023 sehingga ribuan dosen PTS tidak dapat melanjutkan karena banyak yang tidak lulus.

Padahal, saat sosialisasi pihak kementerian menyampaikan akan ada kuota lebih banyak dari tahun sebelumnya. Akan tetapi kenyataannya terbalik, dan itu kebijakan menteri yang tidak ada empati dan simpati pada PTS.

Apapun yang terdengar selama Menteri Nadiem, banyak kebijakan strategis maupun taktis terindikasi banyak blunder dan tidak berkeadilan. Kritik dari berbagai kalangan cenderung tidak gubris, kecuali ada teguran dari presiden baru mengikutinya.

Keberpihakan yang tidak adil dan diskriminatif seharusnya tidak menjadi tradisi dan budaya bagi pelayan publik. Kebijakan yang dibuat untuk publik harus ada uji publik, mengukur sejauh mana dampak baik dan buruk terhadap publik, tidak “seenake dewe” merasa berkuasa.

Kalaupun ada niat meningkatkan kesejahteraan pendidikan, seharusnya tidak diskriminatif. Sejak ada UU Dosen dan Guru, sebetulnya ada harapan berkeadilan terus merangkak naik hingga benar-benar sesuai. Sangat terlihat jelas dalam Keputusan Menteri Kemendikbudristek No.447/P/2024 Tentang Nama Jabatan, Kelas Jabatan, dan Tunjangan Kinerja Fungsional Dosen.

Memberikan penjelasan rinci besaran tunjangan bagi dosen, hanya hal itu berlaku untuk PTN milik negara. Sementara PTS milik masyarakat secara swadaya dikembalikan dan diserahkan kepada penyelenggara dan pengelola sesuai kemampuan dasar.

Diskusi dan berbagai komentar bermunculan, bahkan lampiran keputusan tersebut viral beredar digrup WA perguruan tinggi swasta. Ragam pendapat yang muncul, mulai dari yang senang hingga hanya bermimpi semoga terjadi di tempat mengabdinya.

Namun, bagi pengelola PTS, kekhawatiran menghantuinya karena edaran tersebut akan memicu aspirasi dari dosen meminta naik kesejahteraannya. Tidak masalah jika anggaran memadai, saat ini PTS dihadapkan dengan masalah jumlah mahsiswa terus berkurang dari setiap tahun.

Kebijakan tersebut bagi PTS sehat, langsung eksekusi tanpa basa basi yang penting ada garansi terhadap kualitas output dan outcome pada lulusannya. Akan tetapi bagi PTS setengah sehat, tidak sehat dan apalagi yang sekarat hanya menunggu waktu giliran menyusul yang lain tutup gulung tikar. Kecuali melakukan langkah-langkah taktis dan strategis yang terukur, sehingga turbulensinya tidak parah.

Hal demikian terjadi ketika melihat pengalaman PTS yang sudah tutup diawali dari ketidaksiapan berbagai kondisi, baik itu alaimiah atau ada faktor kebijakan dari pemerintah pada kementerian terkait.

Justru saat ini yang menjadi perhatian serius, faktor keterjaminan mutu lulusan yang benar-benar menggaransi terhadap kompetensi dan skill lulusan. Indikator utama untuk melihat ketercapaian sebuah perguruan tinggi, bukan pada portofolio di atas kertas yang sangat administratif. Melainkan pada indikator kualitas mutu lulusan secara faktual menjadi sosok-sosok manusia pembaharu kemajuan di berbagai bidang keahliannya.

Bila perlu ada keunggulan “knowledge and skill” secara pragmatis dapat dimanfaatkan dengan cepat oleh user-user di berbagai kegiatan industri-industri bisnis yang tidak dimiliki oleh lulusan perguruan tinggi lain.

Tanpa mendahului qodho dan qodar Ilahi Robbi, rasionalitas terhadap tuntutan era dan zaman yang sedang berjalan  maupun yang akan datang sangat penting untuk dijadikan bahan kajian dan kebijakan. Begitu pun, hal ihwal kebijakan tunjangan kinerja pengabdi negara benar-benar mengacu pada indikator ketercapaian yang genuine. Semoga lampiran yang beredar memberi semangat untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil kinerja yang berkeunggulan serta bernilai marketable.

Besok lusa pergantian eksekutif pemerintahan Indonesia, dengan menteri pendidikan berlatar belakang pendidik dan aktivis gerakan dakwah menjadi harapan insan pendidikan di seluruh Indonesia. Abdul Mu’ti sosok ilmuwan dan praktisi pendidikan yang memiliki jam terbang berkelas dunia, reputasinya akan dipertaruhkan untuk kemajuan pendidikan Indonesia yang sangat super dinamis.

Kita doakan semoga berbagai persoalan substansi pendidikan di Indonesia terurai hingga menuju pada tujuan sisdiknas sebenar-benarnya. Wallahu’alam.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini