Merasakan Denyut Gerakan Muhammadiyah di Daerah (2)

0
20
Ace Somantri, dosen Universitas Muhammadiyah Bandung, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat. (Dok pribadi/KLIKMU.CO)

Oleh: Ace Somantri

KLIKMU.CO

Satu hari sebelum Hari Raya Idul Adha, tepatnya 9 Dzulhijah 1444 Hijriyah, saya pergi untuk bersilaturahmi dengan Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Bandung Barat yang baru terpilih periode 2022-2027, Bapak Budiawan. Perjalanan menjelang sore mengejar waktu magrib di Cililin, karena saat itu berusaha menjalankan shaum sunah Arofah diminta untuk buka shaum bersama dengan Ketua PD Muhammadiyah Bandung Barat di lokasi silaturahmi.

Hujan cukup deras saat perjalanan mulai masuk wilayah Bandung Barat. Namun, saat beberapa ratus meter tiba ternyata cuaca kering tanpa hujan. Alhamdulillah tidak lama sejak tiba di Masjid Darul Arqom Cililin suara adzan berkumandang. Buka shaum bersama dan shalat maghrib berjamaah walaupun hanya beberapa orang. Setelah shalat berjamaah dilanjut makan bersama dengan menu khas desa, yaitu goreng ayam kampung, petai mentah, orek tempe, sambal, dan lalapan.

Kebiasaan di perkampungan umumnya malam Hari Raya Idul Adha ada suara takbiran, namun saat itu di kampung Situhiyang-Mukapayung sepi karena memang pemerintah Indonesia hari raya yang resmi tanggal 10 Dzulhijah pada hari Kamis. Sementara Muhammadiyah hari Rabu.

Dugaan saya kenapa di kampung tersebut masyarakat tidak ada takbiran karena warga Muhammadiyah menghargai mereka yang baru 9 Dzulhijah besok hari belum masuk hari raya. Selain alasan itu, saat pagi-pagi menjelang akan mengisi imam dan khutbah Idul Adha memang terlihat sepi juga masyarakat yang akan melaksanakan shalat sunah hari raya.

Berdasarkan informasi aktivis Muhammadiyah yang tinggal di sana, memang di kampung tersebut sangat sedikit warga persyarikatan Muhammadiyah-nya. Diperkirakan yang ikut shalat Idul Adha kurang lebih 100 orang jamaah. Itu juga ada jamaah dari PCM Sindangkerta sekaligus yang datang ketuanya.

Setelah shalat Idul Adha sempat berbincang-bincang, memang betul eksistensi Muhammadiyah Cililin, Sindangkerta, Gununghalu, dan Cipongkor sangat-sangat sedikit. Cabang-cabang Muhammadiyah tersebut tidak satu pun memiliki amal usaha, bahkan jamaah Muhammadiyah rajin ikut serta pengajian majelis tarbiyah wanaraja disalahsatu masjid di kampung tersebut.

Pekerjaan besar Muhammadiyah Jawa Barat dan pimpinan daerah-daerah untuk menggerakkan urat nadi persyarikatan Muhammadiyah di tingkat cabang dan ranting. Berharap periode tahun ini, Muhammadiyah dari tingkat pusat, wilayah, daerah dan cabang bahu membahu dengan spirit dan motivasi jihad fiisabilillah lillahita’ala. Menggerakkan kekuatan dan potensi sumber daya manusia untuk mencerahkan masyarakat mengubah cara pandang beragama yang sebenarnya tidak sekedar ikut-ikutan semata.

Fenomena di atas sangat yakin terjadi hal sama di daerah-daerah dimana Muhammadiyah yang lainnya. Keringnya pembinaan akan menjadi kering gerakan amal amar maruf nahi munkar. Perjalanan bermuhammadiyah penuh liku, tidak disadari waktu berjalan melewati masa yang berharga namun gerak karya nyata hanya wacana dalam euforia yang semu penuh basi dan basa. Kebanggaan hilang seketika saat melihat dengan kasatmata bahwa gerakan bermuhammadiyah belum merata.

Kiranya hal itu menjadi catatan perioritas membina cabang-cabang dan ranting yang “adanya seperti tidak adanya”. Hal tersebut sangat mungkin akan hilang ditelan masa tanpa jejak gerak langkah nyata produk beragama berpaham Muhammadiyah yang terkenal sebagai organisasi mencerahkan masa di manapun berada.

Termasuk bagaimana saat ikut merintis dan membina pimpinan cabang Muhammadiyah Cilengkrang Kabupaten Bandung. Sekalipun cabang tersebut terbilang baru, sepertinya boleh juga dikatakan cabang Muhammadiyah pemberani di antara beberapa cabang Muhammadiyah di Jawa Barat.

Di saat cabang-cabang Muhammadiyah didaerah yang sudah berdiri lama masih banyak yang belum berani di saat perbedaan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha tahun 1444 Hijriyah dengan pemerintah untuk menyelenggarakan shalat hari raya ketika berbeda. Mereka berani menunjukkan eksistensinya sebagai entitas dakwah dengan memfasilitasi warga shalat berjamaah dua hari raya tersebut tanpa ragu.

Ternyata jamaah yang mengikutinya cukup banyak, bahkan ada sebagian ada beberapa jamaah ormas Islam terbilang besar pun ikut shalat. Saat ditanya alasannya kenapa jamaah tersebut berujar katanya “Muhammadiyah paham berislamnya lebih rasional” begitu info dari ketua cabang Ustdz Fadlani Salam.

Berharap itu bukan semata ego, melainkan benar-benar menjadi spirit dan motivasi bagi jamaah Muhammadiyah disekitar tersebut. Tak berhenti disitu, geliatnya terus berusaha dibuat dinamis yang opratornya dibantu para mahasiswa Muhammadiyah yang tinggal di sekretariat kantor cabang Muhammadiyah tersebut, di antaranya pengajian rutin sore selasa berjalan walaupun jamaahnya sangat sedikit, tidak masalah hal itu karena memang penggerak dakwah itu tidak banyak orang.

Setiap hari Ahad membuka dagangan cemilan khas priangan yaitu goreng tahu jati lima yang digawangi majlis ekonomi dan menjual sosis berkualitas premium dengan harga kompetitif. Silahkan para jamaah muslim  yang berminat membeli barang dagangan kami karena sebagian keuntunganya untuk dakwah Muhammadiyah. Memang tidak usah harus waah dalam menggerakkan persyarikatan, yang penting kontinuitas gerakan yang tak banyak berhenti. Yakin dan percaya dalam waktu tertentu akan memberi spirit dan motivasi kepada yang lainnya, karena pasti saat hati tergerak akan mengikuti.

Lain cerita, lucu dan unik di salah satu tempat, saat menyelenggarakan shalat berjamaah hari raya Idul Fitri dan Idul Adha justru penyelenggaranya komunitas lain yang bukan atas nama persyarikatan, entah apa alasannya. Padahal jamaahnya cukup banyak, diperkirakan ratusan jamaah yang mengikuti shalat ied.

Kejadian tersebut terjadi di ranting Muhammadiyah Rancaekek Kencana. Mungkin saja entitas tersebut individunya menerima faham Muhammadiyah, pasalnya penggerak komunitas tersebut sering berdiskusi hal ihwal gerakan sosial keislaman disaat-saat tertentu karena tertarik dengan gerakan Muhammadiyah yang lebih aplikatif. Bahkan di antara mereka berminat masuk anggota Muhammadiyah.

Bagiku tidak masalah mereka menyelenggarakan shalat hari raya tanpa ada logo Muhammadiyah, karena mereka memang bukan orang Muhammadiyah, namun berfikir positif dan dapat diambil nilai manfaatnya hal itu yaitu warga jamaah Muhammadiyah dikomplek perumahan tersebut terfasilitasi dengan baik untuk shalat Ied berjamaah.

Semoga tidak ada niat buruk dibalik semua itu, Allah SWT menggerakkan hati seseorang dalam kebaikan semata-mata karena niat yang baik insyaallah. Selain itu juga menjadi momentum untuk mengevaluasi diri dalam gerakan dakwah dimana persyarikatan itu berada.

Rasionalitas beragama Islam sebuah keniscayaan, karena ajaran Islam ini memang untuk dijalankan oleh manusia berakal sehat dimanapun berada, bagaimana jadinya ketika umat manusia yang meyakini Islam sebagai ajaran, dalam hal ini umat muslim saat menjalankan ritual ibadah tanpa memahami apa maksud dan tujuan, dan juga apa yang dikehendaki pembuat syari’at dari praktik ibadah tersebut. Dipastikan nilai kualitas beribadahnya jauh berbeda dengan seseorang atas nalar rasionalitas akal sehat dalam beragama dengan baik dan benar.

Muhammadiyah hadir di tengah-tengah kehausan beragama yang bersumber dari nash yang dapat dipahami dengan rasionalitas akal sehat, logis dan objektif. Karena itu, Muhammadiyah tidak alergi dengan dinamika perkembangan ilmu. Baik ilmu-ilmu teologi keislaman maupun sains teknologi keislaman.  Wallahu’ alam. (*)

Bandung, Juli 2023

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini