8 April 2025
Surabaya, Indonesia
Opini

Muballigh Hijrah: 11 Hari Mengabdi dan Berdakwah di Pelosok Negeri

Penulis mengikuti Muballigh Hijrah 2025.

Oleh: Mara Athirah Siagian

Awal Ramadan tahun ini, sebagai seorang santri, saya mengikuti sebuah program yang tidak pernah saya sangka akan memberikan dampak besar, baik bagi diri sendiri maupun orang-orang di sekitar saya.

Muballigh Hijrah 2025 adalah program tahunan yang diadakan oleh sekolah saya, SMAS Ponpes Ummul Mukminin ‘Aisyiyah Makassar, Sulawesi Selatan. Dalam Muballigh Hijrah, para siswa dikirim ke berbagai daerah untuk berbagi ilmu agama dan mengabdi kepada masyarakat setempat.

Tahun ini merupakan tahun kedua program ini berjalan, dan saya bersama tim ditempatkan di sebuah desa kecil di pedalaman Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Sebuah desa kecil bernama Kaselarau, atau dikenal juga sebagai Loka.

Loka adalah desa yang indah, dikelilingi pegunungan dengan air terjun dan sungai yang mengalir jernih. Sebelumnya saya belum pernah ke sini. Ibu dan ayah saya pun belum pernah ke sini. Meskipun akses ke desa ini cukup menantang, suasana alami dan keramahan penduduknya membuat kami cepat beradaptasi. Tim saya terdiri dari sebelas anggota dan dua pembimbing yang juga merupakan alumni sekolah kami.

Setiap hari, kami menjalani rutinitas yang cukup padat, dimulai sejak pukul tiga pagi untuk membantu tuan rumah menyiapkan sahur bagi semua orang. Setelah salat Subuh, kami mengajar pelajaran Al-Qur’an bagi ibu-ibu dan anak-anak di masjid. Sepulang dari masjid, kami melaksanakan dzikir pagi di depan rumah sambil menikmati pemandangan yang menenangkan, kemudian membersihkan rumah sebelum melanjutkan aktivitas lainnya.

Sore hari, kami membantu menyiapkan hidangan berbuka puasa. Setelah salat Ashar, kami mengajarkan tahsin kepada anak-anak di masjid. Malam harinya, setelah salat Isya, kami menjalankan kegiatan dakwah, berbagi ilmu dan berdiskusi dengan masyarakat sekitar. Selain rutinitas harian, kami juga mengunjungi sekolah-sekolah untuk mengisi pesantren kilat, diundang ke rumah warga untuk berbuka puasa bersama, serta mengadakan berbagai lomba seperti mewarnai untuk anak-anak, praktik salat, tilawah, dan adzan.

Setelah menjalani program ini, saya menyadari bahwa meskipun Muballigh Hijrah telah berjalan dengan baik, ada beberapa hal yang bisa ditingkatkan agar manfaatnya semakin luas. Salah satunya adalah mengadakan kajian bersama tokoh masyarakat. Dengan melibatkan ustaz atau pemuka agama setempat dalam forum diskusi, peserta dan warga dapat saling bertukar wawasan dan pengalaman, sehingga dakwah menjadi lebih efektif dan kontekstual. Selain itu, metode pengajaran juga bisa lebih inovatif dengan menggunakan media kreatif seperti video, infografis, atau buku saku agar materi lebih mudah dipahami, terutama bagi anak-anak.

Di luar aspek keagamaan, program ini juga bisa semakin bermanfaat dengan adanya kelas keterampilan bagi masyarakat, seperti pelatihan menulis, berbicara di depan umum, atau kewirausahaan berbasis syariah. Dengan begitu, program Muballigh Hijrah tidak hanya memberikan ilmu agama, tetapi juga membantu meningkatkan kapasitas masyarakat dalam aspek lain yang mendukung kehidupan mereka.

Untuk memastikan keberlanjutan program, dokumentasi dan evaluasi juga perlu lebih diperhatikan. Salah satunya dengan mengadakan sesi diskusi sebelum peserta kembali ke kota asal untuk mendapatkan masukan dari masyarakat mengenai manfaat program ini dan apa yang bisa diperbaiki di masa mendatang.

Selain itu, penting untuk membuat laporan kegiatan berbasis data, baik dalam bentuk tulisan, video dokumenter, maupun testimoni dari warga dan peserta. Dokumentasi yang baik akan membantu generasi berikutnya untuk lebih memahami esensi dari program ini sekaligus menjadi referensi untuk perbaikan di tahun-tahun mendatang.

Untuk memperkuat dampak jangka panjang, membentuk komunitas alumni Muballigh Hijrah juga bisa menjadi langkah strategis. Alumni dapat tetap berkontribusi dengan membimbing peserta baru atau bahkan melakukan pendampingan lanjutan bagi masyarakat melalui platform digital setelah program berakhir.

Pengalaman mengikuti Muballigh Hijrah selama sebelas hari ini sungguh berharga. Program ini tidak hanya melatih keterampilan dakwah, tetapi juga mengajarkan tentang kehidupan, kebersamaan, dan kepedulian terhadap sesama. Saya percaya bahwa dengan berbagai peningkatan, program ini dapat terus berkembang dan memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat serta para peserta di tahun-tahun mendatang. (*)

Penulis adalah santri Pondok Pesantren Putri Ummul Mukminin ‘Aisyiyah Sulawesi Selatan / pernah sekolah di Wollongong High School of the Performing Arts, Australia, 2021/2023.

Catatan: Laporan ini dibuat oleh Mara Athirah Siagian, dengan beberapa perbaikan dan tambahan data.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *