Muhammadiyah Anti Pemerintah? Jahat!

0
273
Foto diambil dari dokumen panitia

KLIKMU CO-

Oleh: Mohammad Naim*

Upaya membawa kesimpulan perbedaan hari raya oleh muhammadiyah dengan pemerintah, sebagai sikap yang tidak patuh pada pemerintah terus bergulir. muhammadiyah menetapkan 1 syawal jatuh pada 21 april 2023. Sedangkan pemerintah menetapkan 1 syawal jatuh pada 22 april 2023.

Oknum brin (badan riset dan inovasi nasional) dalam postingan facebooknya ingin membunuh warga muhammadiyah. Diduga sebabnya karena oknum tersebut merasa muak dengan muhammadiyah yang tidak mengikuti pemerintah dalam penetapan 1 syawal. Muhammadiyah dianggap melawan pemerintah

Saya termasuk yang sholat hari raya sama dengan penetapan yang dilakukan muhammadiyah. Bukan karena mengikuti muhammadiyah mutlak tanpa kesadaran ijtihad, tapi karena sependapat dan menyakini bahwa 1 syawal sudah masuk pada tanggal 21 april 2023.

Tindakan yang dilakukan oleh oknum brin yang viral tersebut menurut saya tak perlu ditanggapi. Sebagaimana banyak warga muhammadiyah yang tidak perduli bahkan tidak tahu tentang postingan itu. saya yang menganjurkan untuk tidak menanggapi oknum itu, justru saya sendiri sedang menanggapi. Jadi saya sendiri yang tidak melakukan sesuatu yang saya anjurkan.

Mengapa tidak perlu ditanggapi? Karena nggak mungkin. He he he … masak 1 orang akan membunuh jutaan orang 1 persatu. Capek kalii…! Jadi nggak mungkin. Postingan itu Jangan anggap serius. Kalau saja polisi menganggap itu pelanggaran, kemudian orang itu dimintai pertanggung jawaban, ya wajar saja. memang itu tugasnya.

Tapi perlu dicatat, dengan isu atau opini yang sudah dilemparkan ke public bahwa muhammadiyah yang berbeda dalam penetapan syawal sebagai ketidak taatan pada pemerintah, lama-lama akan menjadi kesimpulan umum. Disinilah jahatnya. Ketika dialektika yang bermula dari keilmuan tanpa dijelaskan pada keluasan ilmu, tapi ditarik pada posisi politis. Sehingga cara-cara tidak proporsional tersebut menjadi kesimpulan orang awam bahwa “Muhammadiyah anti pemerintah”. “Muhammadiyah adalah ancaman”. Jahat..!

Dahulu, Kyai Anwar mu’rob guru dipondok pesantren karangasem paciran ketika mengajar fiqih. Dalam bab wudlu. Aku masih mengingatnya ketika menjelaskan wamsahuu bi ruusikum. Dan basuhlah kepalamu. Tentang perbedaan cara mengusap kepala cukup sebagian atau semuanya, beliau menjelaskan kira kira perkataannya begini, “ nek sampean mangan, terus di takoni , le sampean mangan iwak opo. Mesti jawabe iwak pitik. Iwak wedus, iwak tongkol. Padahal sing sampean pangan mung cekere pitik, opo pahae pitik. Utowo irisan daginge wedus, utowo irisan daginge tongkol. Ora mungkin mangan iwak pitik wutuh sak ndase sak lar lar re” sing ngusap kepala cukup sebagian cara memahamine koyok ngunu.

Terus nek sampean ditakoni “sampean mrene numpak opo le! Kulo numpak sepeda yi. nek jawabe numpak sepeda, pasti jangkep. Yo ono rodae, yo ono pedale yo ono setiri. Gak mungkin sampean numpak sepeda mung rodane tok diglundung no.
Kata kyai saya lagi. Nek sampean tak kon jupuk bolpen, mesti sing sampean jupuk yo ono mangsine, yo ono isi bolpene, yo ono cetekane. Sing diarane bolpen yo jangkep. Ora mung wadahe tok. Utowo mung sing biasa jepit sak.
Wong sing cara memahami mengusap kepala mulai depan sampai belakang begitulah cara memahaminya. Mana yang benar? Tinggal bagaimana cara memahaminya. Imam syafiie begini imam yang lain begitu. diakhir penjelasan sambil guyon “ nek kabeh ora iso di bantah nek ora kabeh” nek pitik wutuh mulai ceker sampe cucuk sampek lare, gak kenek dibantah nek iku ora pitik.

Perbedaan cara memahami dalam ibadah itu sebenarnya sangat biasa dan lumrah, seperti yang dulu biasa para kyai begitu mudah dalam menjelaskan perbedaan. Tapi repot juga, ketika isu atau opini yang dibangun bahwa muhammadiyah tidak taat pemerintah, dengan diam saja bisa dikatakan mengiyakan, tapi jika berinisiatif menjelaskan panjang lebar bahwa muhammadiya bukan sedang tidak taat pemerintah, seakan akan sedang bersusah payah membenarkan pendapat muhammadiyah dengan menganggap pendapat yang lain salah. Padahal dalam dialektika keilmuan memahami agama itu tidak jika yang satu benar maka yang lain salah . bisa jadi sama sama benar. Seperti cara memahami mengusap kepala dalam berwudlu

Ara-aita in kaana ‘alal huda (al alaq’11) “bagaimana pendapatmu, jika orang (yang dilarang sholat) itu berada di atas kebenaran,”

Terkait muhammadiyah berbeda dengan pemerintah dalam menentukan 1 syawal disimpulkan sebagai ketidak taatan kepada ulil amri (pemerintah) juga disampaikan panjang lebar KH. Muhammad idrus ramli dalam chanelnya di youtube yang berjudul “Hari Raya Ikut Pemerintah atau Ormas, Mana yang lebih baik!?KH idrus Ramli” dengan dalil dalil yang dikutip dari a qur’an “Atiu Allaha Wa 'Aţīu Ar-Rasula Wa ‘Ūlī Al-‘Amri Minkum “ saya menghargai pendapat KH. Muhammad Idrus Ramli, meskipun tidak sependapat. kesimpulan kyai tersebut salah konteks. Keberanian saya mengatakan KH. Muhammad Idrus Ramli salah konteks, karena saya punya hujjah dengan dasar dasar penguatannya. Lagi-lagi perbedaan ini hanya soal cara memahami. Sebanyak apapun apa yang saya jelaskan tidak akan mengubah pemahamanan KH Muhammad Idrus Ramli.

Wallahu a’lam bis showab
*Bendahara DPW Jatim Persaudaraan Petani dan Nelayan Indonesia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini