8 April 2025
Surabaya, Indonesia
Opini

Muhammadiyah-NU dalam Sinergi Pemikiran Hukum Islam Berbasis Al-Qur’an dan Hadis

Muhammadiyah-NU dalam Sinergi Pemikiran Hukum Islam Berbasis Al-Qur’an dan Hadis. (Ilustrasi Harian Disway)

Oleh: Nashrul Mu’minin
Content Writer Yogyakarta

Dalam suasana bulan suci Ramadhan yang penuh berkah, dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), kembali menunjukkan komitmennya dalam memperkuat persatuan umat melalui sinergi pemikiran hukum Islam.

Kedua organisasi ini, yang selama ini dikenal memiliki perbedaan metodologi dalam memahami teks-teks keagamaan, justru menemukan titik temu dalam menjawab tantangan kontemporer dengan merujuk pada Al-Qur’an dan Hadis.

Muhammadiyah, dengan pendekatan modern dan purifikasinya, serta NU, yang kental dengan tradisi keilmuan pesantren dan pendekatan kontekstual, telah menciptakan dialog produktif dalam merumuskan hukum Islam yang relevan dengan zaman.

Hal ini tercermin dalam serangkaian diskusi dan seminar selama Ramadhan 2025, di mana para ulama dan cendekiawan dari kedua belah pihak duduk bersama membahas isu-isu aktual seperti ekonomi syariah, lingkungan, dan keadilan sosial.

Dalam seminar bertajuk Pemikiran Hukum Islam: Antara Teks dan Konteks, Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir MSi menegaskan bahwa Al-Qur’an dan Hadis merupakan sumber utama dalam merumuskan hukum Islam. Beliau mengutip firman Allah dalam Surah An-Nisa ayat 59:

“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 59)

Prof Haedar menjelaskan bahwa ayat ini menjadi landasan penting dalam menyelesaikan perbedaan pendapat, termasuk dalam masalah hukum Islam.

“Kita harus selalu merujuk kepada Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber utama, namun juga perlu memahami konteks zaman agar hukum yang dihasilkan tetap relevan,” ujarnya.

Sementara itu, Rais Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf, dalam kesempatan yang sama, menekankan pentingnya menjaga tradisi keilmuan Islam yang telah dibangun oleh para ulama terdahulu. Beliau mengutip hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:

“Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama berpegang kepada keduanya, yaitu Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya.”

KH Yahya menegaskan bahwa hadis ini menjadi pengingat bagi umat Islam untuk selalu berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah, namun juga tidak menutup diri terhadap perkembangan zaman. “Kita harus menghormati warisan keilmuan para ulama, tetapi juga terbuka untuk berijtihad dalam menghadapi tantangan baru,” ujarnya.

Sinergi dalam Aksi Nyata

Sinergi Muhammadiyah dan NU tidak hanya terbatas pada diskusi akademis, tetapi juga diwujudkan dalam aksi nyata. Salah satunya adalah kerja sama dalam program Ramadhan Berkah, di mana kedua organisasi ini menggalang dana untuk membantu masyarakat yang membutuhkan, terutama di daerah terpencil. Program ini tidak hanya memberikan bantuan material, tetapi juga pendampingan spiritual melalui ceramah dan kajian keislaman di masjid-masjid dan musholla.

Selain itu, Muhammadiyah dan NU bersinergi dalam menjaga lingkungan. Dalam workshop bertajuk Islam dan Lingkungan, kedua organisasi ini sepakat untuk mengampanyekan pentingnya menjaga alam sebagai bagian dari ibadah. Mereka merujuk pada firman Allah dalam Surah Al-A’raf ayat 56:

“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Al-A’raf: 56)

Workshop ini menghasilkan rekomendasi konkret, seperti pengurangan penggunaan plastik sekali pakai, penanaman pohon, dan edukasi tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.

Di bidang ekonomi syariah, Muhammadiyah dan NU juga berkolaborasi dalam memperkuat peran ekonomi Islam dalam meningkatkan kesejahteraan umat. Dalam forum diskusi, kedua organisasi ini menegaskan komitmen mereka untuk mengembangkan sistem ekonomi yang bebas dari riba, dengan merujuk pada firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 275:

“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata, ‘Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba.’ Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)

Dengan merujuk pada ayat ini, Muhammadiyah dan NU berkomitmen untuk memperkuat ekosistem keuangan syariah dan mendorong umat Islam memanfaatkan produk-produk ekonomi berbasis syariah.

Sinergi untuk Umat

Sinergi antara Muhammadiyah dan NU di bulan Ramadhan 2025 menjadi bukti nyata bahwa perbedaan metodologi tidak harus menjadi penghalang untuk bekerja sama dalam membangun umat. Justru, dengan merujuk pada Al-Qur’an dan Hadis, kedua organisasi ini mampu menciptakan solusi inovatif yang relevan dengan tantangan zaman. Semoga kolaborasi ini terus berlanjut dan menjadi inspirasi bagi umat Islam di seluruh dunia. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *