Muhammadiyah: Wasathiyah sebagai Peran Profetik

0
50
Nurbani Yusuf adalah dosen UMM dan pengasuh Komunitas Padhang Makhsyar. (Ilustrasi Tim Redaksi KLIKMU.CO)

Oleh: Dr Nurbani Yusuf MSi

KLIKMU.CO

Buddha kafir sepakat. Hindu kafir sepakat. Kristen musyrik sepakat. Syiah sesat juga sepakat. Ahli bidah sesat dan masuk neraka juga sepakat. Lantas bagaimana bermuamalah dengan mereka?

Hukum itu milik Allah Ali, bukan milikmu, kemudian Ali roboh bersimbah darah ditikam belati. Tepat Ramadhan di hari ketujuh. Sayidina Ali krwjh suami Sayidah Fathimah ra putri kesayangan nabi saw yang dijamin masuk surga itu mengakhiri masa khilafah Al Minhaj an nubuwah dengan beberapa kali tikaman. Darah mengucur menyisakan dendam. Prasangka telah membunuh semua khalifah. Juga nafsu merasa paling benar sendiri. Seperti tentara Tuhan berjalan angkuh dengan jubah kebenaran yang diyakininya. Menjadi algojo bagi teman dan saudaranya sendiri.

Adalah Ibnu Muljam yang dikenal saleh, zuhud, dan wara. Seorang hafidz yang istiqamah. Ahli ibadah dan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk dakwah Islam. Berafiliasi dengan kelompok khawarij. Pendukung Ali paling setia yang kecewa. Ali dianggap menyimpang dari garis kebenaran yang mereka pahami. Perundingan dengan Muawiyah yang telah kalah adalah kesalahan yang harus ditebus.

Ali dikafirkan dan dihalalkan darahnya. Dia dibunuh untuk alasan yang mereka buat sendiri. Tidak ada alasan untuk siapa pun yang mau menerima perdamaian dengan Muawiyah yang sebelumnya dicap kafir duluan oleh Khawarij.
Sikap merasa paling benar sendiri sebagaimana kaum Khawarij menjadi pelajaran penting. Ali dikafirkan. Muawiyah dikafirkan. Dari situlah segala petaka bermula.

Wasatihyah bermakna tassamuh, tawazzun dan taawwun—Khoiru Ummah adalah model idealnya yang dipahami sebagai saksi atas semua umat. Mendamaikan bukan menjadi bagian dari konflik. Ada di tengah. Berpihak pada peran profetik (kenabian) yang lurus.

Muhammadiyah tak pernah jadi beban negara apalagi beban politik atau sosial lainnya. Robert N Bellah memberi catatan menarik meski teramat singkat, Muhammadiyah ditakdirkan sebagai gerakan dengan arus ‘transformatif-solutif’ yang kental.

Ciri gerakan ini adalah selalu berhasil membumikan gagasan dan ide besar menjadi sebuah amal saleh. Padanan dua hal besar yang saling berkelindan. Kongsi intelektual dan kerja menjadi sebuah kekuatan dahsyat yang mengubah. Gus Dur menyebut kemenangan Muhammadiyah atas NU adalah kemenangan dialektik.

Maka tak pantas memandang Muhammadiyah dalam satu sudut sempit—antum tak bakalan merasakan lezatnya bermuhammadiyah jika hanya ditarik dalam definisi rigid. Dari sisi politik, fikih atau apalagi ditarik yang furu’ dan spesifik. Muhammadiyah jauh melampaui itu semua dalam berbagai varian yang konstruktif.

Semakin hari saya semakin paham kenapa seorang ulama waskita yang tajam baca tanda tanda zaman, Kiai Dahlan sang pendiri memimpikan Muhammadiyah menjadi ‘khoiru-ummah’—sebaik-baik kumpulan yang menjadi teladan, terdepan dalam kepeloporan. Tampaknya mendekati kenyataan. (*)

@nurbaniyusuf
Komunitas Padhang Makhsyar

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini