18 Desember 2024
Surabaya, Indonesia
Berita Persyarikatan

Nasib Anak Indonesia di Masa Pandemi, Begini Uraian Menarik Praktisi Pendidikan

Praktisi pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Bandung (UMBandung) Esty Faatinisa SPsi SPd MPd. (Feri/KLIKMU.CO)

KLIKMU.CO – Momen Hari Anak Nasional setiap tanggal 23 Juli tahun ini tidak bisa diperingati seramai sebelum-sebelumnya. Sebab, Indonesia masih dalam suasana pandemi Covid-19 yang entah belum tahu kapan berakhir.

Praktisi pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Bandung (UMBandung) Esty Faatinisa SPsi SPd MPd punya pandangan menarik mengenai kondisi anak Indonesia saat suasana pagebluk ini.

Kalau berpatokan kepada data yang ada, Esty mengatakan bahwa beberapa hal yang berkaitan dengan kondisi anak di Indonesia memang tampak sedikit memprihatinkan. Yakni, ada kecenderungan grafik angka kekerasan terhadap anak meningkat selama masa pandemi Covid-19.

”Baik kekerasan verbal maupun kekerasan fisik cenderung meningkat. Pelakunya siapa, ini juga membuat kita sangat miris, yakni oknum orangtua. Hal ini justru terjadi ketika pendampingan pembelajaran jarah jauh atau PJJ yang sejatinya berjalan dengan menyenangkan,” kata Esty kepada KLIKMU.CO, Jumat (23/7/2021).

Kenapa hal itu bisa terjadi? Esty menilai penyebabnya karena memang orang tua itu bukan guru seperti layaknya di sekolah formal. Oleh karena itu, ketika dibebani tugas-tugas untuk mengajar anak, tentu kemampuan mereka terkadang kurang sesuai dengan kapasitasnya.

”Apalagi jika ditambah dengan keterbatasan secara kemampuan pendidikan dan sosial-ekonomi akibat pandemi, itu sangat memengaruhi bagaimana kekerasan tersebut bisa terjadi,” lanjut Esty.

Banyak lembaga pendidikan anak usia dini seperti PAUD, kelompok bermain, murid-muridnya turun drastis. Kenapa demikian? Esty menilai, ada sebagian orangtua yang merasa sia-sia jika anaknya sekolah karena belajarnya masih dilakukan secara daring. Lebih baik diam di rumah saja. Tidak perlu belajar.

”Padahal, pembelajaran untuk anak usia dini atau masa kanak-kanak sangatlah berperan besar dalam kemajuan peradaban. Oleh karena itu, tonggak-tonggaknya ini harus kita tancapkan sedini mungkin sehingga mereka bisa terstimulasi sesuai dengan tahap perkembangan anak,” tutur Esty.

Namun, apakah ada anak-anak selama pandemi Covid-19 ini merasa enjoy dan nyaman dalam belajar? Tentu ada banyak. Menurut Esty, kondisi anak yang seperti itu terbangun ketika orangtua mampu mengolah berbagai kegiatan anak-anak di rumah dengan menyenangkan.

”Saat ini kalau kita mau jujur, aspek sosial, interaksi sosial, yang mana itu jadi ciri khas dari anak-anak, mereka senang bersosialisasi, senang berteman, senang mengeksplorasi lingkungan, semua itu banyak terjegal selama pandemi. Jadi apa yang dibutuhkan anak-anak, yakni bagaimama suasana rumah yang setidaknya mampu mengakomodasi hal tersebut,” kata alumnus Universitas Islam Bandung itu.

Ia juga menyebut rumah harus menjadi tempat yang paling menyenangkan bagi semua anak-anak. Orangtua jangan terlalu banyak menjegal fitrah anak di rumah dengan istilah “jangan begini” dan “jangan begitu”. Kalau sudah seperti itu, Esty berpendapat justru akan membuat anak jadi depresi.

Ketua Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini UMBandung ini berharap anak-anak di seluruh Indonesia mendapat kenyamanan.
Yakni kenyamanan dalam belajar dan bermain walaupun itu dilakukan di rumah.

Esty menjelaskan, pandemi Covid-19 pun berdampak serius terhadap gambaran masa depan anak-anak Indonesia. Akan seperti apa generasi penerus di kemudian hari, tidak ada yang pasti.

”Saya membaca dan menganalisis data bahwa saat ini banyak anak yang putus sekolah, angka stunting juga meningkat, karena apa, dampak dari pandemi, memang sangat berpengaruh terhadap sosial-ekonomi. Orangtuanya yang terkena dampak secara langsung sosial-ekonomi, secara tidak langsung ya anak-anak mereka, sehingga banyak stunting karena mal-nutrisi dan sangat berpengaruh terhadap kecerdasan mereka. Ini sangat disayangkan dan memprihatinkan,” kata dosen UMBandung yang saat ini sedang melanjutkan program doktoral di UPI Bandung tersebut.

Esty mengakui, pembentukan karakter anak-anak secara tidak langsung juga akan terpengaruh dari situ. Selain itu, banyak juga anak-anak putus sekolah sekarang karena keterbatasan akses untuk mengikuti sekolah secara daring. Tidak semua anak bisa menikmati pendidikan online saat ini.
Bisa juga karena persepsi orangtua yang membuat mereka putus sekolah. Persepsi orangtua seperti apa? Misalnya ada orangtua yang punya pemikiran untuk apa sekolah jika belajarnya dilakukan daring.

”Meskipun begitu, saya optimistis bahwa masa depan anak-anak Indonesia tetap cerah. Meskipun ada masalah di sana-sini, tetapi itu bukan alasan bahwa kita tidak optimis, kita harus optimistis. Kuncinya semua pihak harus bekerja bersama-sama, bagaimana untuk bisa mengedukasi dalam rangka pemerataan pendidikan, khususnya untuk anak-anak,” katanya.

“Saya mengajak seluruh pihak, dalam hal ini bagi yang memang punya kapasitas untuk bisa mengedukasi, marilah kita berjuang untuk bersama-sama agar pendidikan anak-anak kita bisa terselamatkan. Jangan sampai mereka putus sekolah. Kemudian kekerasan fisik dan verbal selama PJJ tidak lagi terjadi. Begitu juga dengan kita mengedukasi orangtua dan anak sehingga menjadi kolaborasi untuk kemudian terbentuk keluarga yang bahagia di masa pandemi,” pungkas Esty. (Feri/AS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *