Neurosains, Islam, dan Keselamatan Lingkungan

0
32
Neurosains, Islam, dan Keselamatan Lingkungan. (https://www.istockphoto.com/)

Oleh: Husamah

KLIKMU.CO

Lingkungan didefinisikan sebagai kompleks faktor fisik, biotik, dan kimia (seperti makhluk hidup, iklim, dan tanah). Lingkungan berarti kondisi eksternal atau lingkungan yang mendukung pertumbuhan flora dan fauna, dan manusia, serta melindunginya dari pengaruh luar (pencemar).

Menurut Douglas dan Holland (1947), lingkungan menggambarkan, secara keseluruhan, semua kekuatan, pengaruh, dan kondisi ekstrinsik (eksternal), yang memengaruhi kehidupan, sifat, perilaku, dan pertumbuhan, perkembangan, dan pematangan makhluk hidup. organisme. “Lingkungan” meliputi tanah, air, udara, dan hubungan timbal balik yang ada antara unsur-unsur tersebut dengan manusia, makhluk hidup lainnya, mikroorganisme, tanaman, dan faktor pendukungnya.

Problematika lingkungan bersifat kompleks. Problematika lingkungan yang kompleks biasanya memiliki banyak dimensi. Dalam kasus polusi udara, misalnya, banyak polutan (misalnya belerang, nitrogen) dipancarkan oleh berbagai sumber (industri, pertanian, transportasi), berinteraksi satu sama lain dan memiliki banyak efek (pengasaman, eutrofikasi, kabut asap). Dengan demikian, poblematika lingkungan mau tidak mau perlu mendapatkan perhatian multidisiplin.

Salah satu yang ditawarkan oleh Wolfe dan Lindeborg (2018) adalah neurosains. Neurosains memiliki aplikasi yang luas dan vital untuk kelestarian lingkungan yang belum sepenuhnya diintegrasikan ke dalam pendidikan sarjana: Neurotoksisitas bahan kimia umum dan bahaya kesehatan dari kebisingan sensorik antropogenik sudah diketahui dengan baik.

Penelitian tentang basis saraf untuk pengambilan keputusan berbasis nilai berimplikasi pada upaya pro-lingkungan. Tanggapan saraf dan sensorik terhadap paparan alam menunjukkan manfaat kesehatan dari pengalaman “hijau” tersebut. Terlepas dari implikasi ini, istilah “neurosains lingkungan” sangat kontras dengan “psikologi lingkungan”, hampir tidak pernah terdengar dalam pendidikan, khususnya di jenjang perguruan tinggi.

Konsep Neurosains

Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna. Kalimat tersebut sering menjadi satu pertanyaan bagi mereka yang belum menyadari bahwa manusia diberi sebuah fasilitas yang sangat mewah oleh Tuhan. Manusia diberi fasilitas tersebut untuk dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, dan salah satu fasilitas yang banyak memberikan kontribusi dalam berpikir adalah otak.

Manusia adalah makhluk yang selalu berpikir dengan otaknya sepanjang hayatnya. Manusia membutuhkan asupan berupa informasi dan data dalam proses berpikirnya, yang nantinya dapat diolah maupun diproses, hingga akhirnya menghasilkan data atau informasi baru.

Tiga ratus tahun sebelum Masehi, Erasistratos dan Herophilos dari Alexandria melakukan penguraian tubuh manusia untuk kali pertama. Hasil penguraian itu menyimpulkan,otak merupakan tempat kedudukan jiwa dan fungsi-fungsi intelektual. Pendapat ini didukung Galen (129-199 M), yang mengatakan bahwa otak juga merupakan pusat gerakan.

Perkembangan ilmu-ilmu saraf menemukan, pusat berbagai fungsi mental, sensoris, dan motoris di dalam otak. Struktur otak sangat kompleks. Otak dengan konsistensi lunak diperkirakan terdiri dari 10 bilyun sel-sel syaraf dan kira-kira 10 kali lebih banyak lagi sel-sel penyokongnya yang disebut neuroglia. Berjuta-juta sel saraf saling berhubungan satu dengan lainnya membentuk jaringan komunikasi yang luas dan rumit. Organ ini menjadi tempat informasi diterima, diproses, dan dikirimkan dengan menggunakan sistem dan sandinya, sehingga kecerdasan dan keunggulan manusia tergantung pada perkembangan otak, bukan karena berat atau besar, namun pada struktur dan fungsi.

Terkait dengan keberadaan otak, dewasa ini berkembang satu disiplin yang khusus mengkaji masalah otak, yaitu neurosains. Neurosains adalah studi ilmiah tentang sistem saraf (otak, sumsum tulang belakang, dan sistem saraf tepi) dan fungsinya (Merriam-Webster, 2022).

Ini adalah ilmu multidisiplin yang menggabungkan fisiologi, anatomi, biologi molekuler, biologi perkembangan, sitologi, psikologi, fisika, ilmu komputer, kimia, statistik, dan pemodelan matematika untuk memahami sifat dasar dan muncul dari neuron, glia, dan sirkuit saraf. Pemahaman tentang dasar biologis pembelajaran, memori, perilaku, persepsi, dan kesadaran telah dijelaskan sebagai “tantangan epik” dari ilmu biologi (Kandel, 2012).

Neurosains merupakan suatu bidang kajian mengenai sistem saraf yang terdapat di dalam otak manusia yang berhubungan dengan kesadaran dan kepekaan otak dari segi biologi, persepsi, ingatan, dan kaitannya dengan pembelajaran. Otak sebagai struktur kompleks berperan besar dalam keberhasilan proses pembelajaran yang melibatkan kemampuan berpikir siswa.

Neurosains menelusuri perkembangan otak atau memusatkan kajian pada otak. Studi tentang otak menjadi landasan dalam pemahaman tentang bagaimana kita merasa dan berinteraksi dengan dunia luar dan khususnya apa yang dialami manusia dan bagaimana manusia mempengaruhi yang lain. Neurosains merupakan salah satu lompatan keilmuan pendukung yang sangat memberikan kontribusi dalam menelaah dan memahami perkembangan psikologis melalui kajian keilmuan tentang sel saraf.

Hubungannya dengan Islam dan Lingkungan

Neurosains berkembang dengan cepat dan menjadi satu bidang yang juga sangat penting bagi umat Islam. Hal ini mempertimbangkan masalah gaya hidup dan filosofi hidup umat Islam yang diinformasikan oleh pemahaman kita tentang mekanisme otak yang mendasarinya. Pendidikan perlu memasukkan neurosains ke dalam praktis pembelajaran Islam.

Dalam konteks pendidikan ini, Islam perlu mengambil alih kendali keilmuan agar tugas manusia sebagai khalifah benar-benar dapat diemban dengan kaffah. Nilai-nilai atau ajaran Islam berkesinambungan teoretis pada bidang pendidikan dengan neurosains. Islam memiliki jejak dalam ilmu saraf, sehingga mampu diintegrasikan kepada neurosains.

Ilmu mengandung nilai yang membawa kebaikan untuk alam semesta dan orang yang akan menggunakan ilmu itu akan dilandasi dengan nilai-nilai Islam universal untuk menghasilkan kemanfaatan bagi seluruh makhluk di dunia ini. Islam memandang bahwa hakikat pendidikan adalah membentuk manusia sempurna atau insan kamil dan generasi ulul albab dimana manusia yang berkembang seluruh potensi atau kecerdasannya, baik potensi jasmani, rohani, maupun akal.

Otak manusia selalu berkorelasi kepada Tuhan melalui pekerjaan akal ini. Dalam pandangan Ibnu Sina, akal adalah bertingkat, yaitu (1) akal material atau `al-`uqul hayyulaniyyah (material intellect), yaitu kekuatan yang belum terlukiskan terhadap setiap manusia; (2) akal bakat atau `al-`uqul bi al-makalah (faculty intellect), di mana fungsi memori sudah dapat dilakukan; (3) akal aktual atau `al-`uqul bi al-fi`l, yakni pikiran yang membenarkan kapasitas unqualified-nya secara tak terindrai; dan (4) akal perolehan atau `al-`uqul mustafad (acquired intellect), memiliki sesuatu yang logis (pengetahuan teoritis). Tahapan akal aktual dan akal perolehan digunakan kisaran umur 14 tahun ke atas, di mana seseorang terampil berpikir abstrak.

Sehubungan dengan itu, kita dapat mengadopsi “significant statement” yang disampaikan Keifer dan Summers (2021) bahwa keanekaragaman hayati dan lingkungan global saat ini sedang mengalami ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya yang berasal dari perubahan iklim dan sumber tekanan lingkungan lainnya yang dengan cepat mengarah pada hilangnya habitat dan kepunahan spesies secara luas.

Peristiwa ini tidak hanya membahayakan spesies tumbuhan dan hewan, tetapi juga kesehatan dan kesejahteraan manusia. Konservasi lingkungan membatasi degradasi habitat yang menyebabkan penyakit akibat polusi, cedera otak melalui neurotoksisitas, dan penyakit mental.

Oleh karena itu, komunitas neurosains memiliki andil langsung dalam bekerja untuk perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati lingkungan global yang kaya. Dengan mempromosikan tindakan, kebijakan, dan pendekatan berkelanjutan untuk penelitian biomedis, ahli neurosains dapat dan harus memiliki peran kepemimpinan dalam mengembangkan strategi yang bermanfaat bagi lingkungan dan kesehatan manusia.

Akhirnya, kita dapat mengaitkan neurosains, Islam, dan lingkungan. Perilaku manusia sebagai hasil dari belajar dikendalikan oleh sistem saraf dalam otak, sehingga seluruh aktivitasnya bermuara pada fungsi otaknya.

Pendidikan dalam Islam menekankan pada proses pembentukan perilaku manusia yang baik (al-akhlaqul karimah) dan menjauhkan manusia dari perilaku buruk (al-akhlaqul madzmumah). Tentu hal ini berlaku pula pada perilaku kita terhadap lingkungan. Nilai-nilai perilaku kita terhadap lingkungan merupakan hasil dari pendidikan dalam pandangan Islam didasarkan pada nilai-nilai kebaikan (ihsan) yang terkandung dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW. (*)

Husamah
Pengajar Ilmu Lingkungan di Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Malang

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini