9 November 2024
Surabaya, Indonesia
Berita

Ngaji Reboan #32: Empat Makna Memperingati Maulidurrasul

KLIKMU CO-

Oleh: Mahsun Djayadi*

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ اَبَآ اَحَدٍ مِّنْ رِّجَالِكُمْ وَلٰكِنْ رَّسُوْلَ اللّٰهِ وَخَاتَمَ النَّبِيّٖنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا ࣖ
Artinya : Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS Al-Ahzab ayat 40).
Sering kali di antara kita ada yang kurang faham, atau setidak-tidaknya mempertanyakan apa bedanya istilah Maulid, Maulud dan juga Milad. Ketiga istilah tersebut menurut arti yang hakiki adalah berangkat dari asal walada (wawu, lam dan dal).

Dari tiga huruf inilah nantinya akan menelurkan kata Maulid, Maulud dan Milad.
(1), kata Maulid. Kata Maulid merupakan bentuk Mashdar Mim dari Fi’il Madli “walada-yalidu-maulidan” yang berarti kelahiran. Jadi kata Maulid memiliki arti waktu kelahiran atau tempat kelahiran. Jadi kalimat “Maulidurrasul” maksudnya adalah masa/ saat/ hari/ waktu, tempat dilahirkannya utusan Allah swt yaitu Nabi Muhammad saw.
Seiring waktu akhir-akhir ini kata Maulid juga telah mengalami perluasan makna, yaitu kegiatan pembacaan sejarah Nabi Muhammad Saw, yang disertai qashidah berisi sholawat dan pujian untuk baginda Nabi Muhammad saw dan kemudian di sela-sela itu ada pembacaan “barzanji” sebuah buku kumpulan kata-kata indah untuk menyanjung Nabi Muhammad saw yang ditulis oleh seorang sastrawan “Syaikh Jakfar al-Barzanji”. Buku ini populer di Indonesia, sedangkan acara kegiatannya disebut “Maulidan”.


(2), kata Maulud. Kata Maulud merupakan bentuk Isim Maf’ul dari Fi’il Madli “walada-mauluudan” yang berarti sesuatu yang dilahirkan. Kata Maulud ini sangat populer di lingkungan masyarakat Indonesia, khususnya di kalangan masyarakat Jawa. Masyarakat jawa dikenal sangat antusias dalam memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw, bahkan dalam kalender “Islam Jawa” mereka menggunakan nama “wulan Mulud” (bulan Mulud) yang maksudnya adalah bulan Rabi’ul Awwal.
Padahal sejatinya kata Maulud memiliki arti bayi atau seseorang yang dilahirkan. Maka penggunaan kata Maulud untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad saw, berarti sudah berubah secara morfologis atau menyimpang dari pengertian secara bahasa.


(3), kata Milad. Kata Milad merupakan Isim Mashdar dari Fi’il Madli yang sama yakni “Walada”. Dalam beberapa kamus popular menyebutkan bahwa kata Milad memiliki arti waktu kelahiran seseorang. Orang-orang kristen di kawasan timur tengah sudah terbiasa menggunakan kata “Milad” ketika berkaitan dengan perayaan natal. Misalnya mereka menyebutkan “Eid al-Milad” artinya “hari raya Natal” maksudnya adalah kelahiran Yesus (Isa As). Atau mereka juga mengatakan “Laylat al-Milad” artinya “Malam Natal”. Atau juga mereka menyebut “Syajarat al-Milad” yang artinya “Pohon Natal”.

EMPAT MAKNA PERINGATAN MAULIDURRASUL.
Prof. Quraisy Shihab berkata “Kalau anda bisa menangkap, bisa membayangkan sejarah dalam benak anda, maka anda telah menambahkan usia melebihi usia anda”. Karena orang-orang yang merasa seakan hidup pada masa lampau, adalah karena mereka mengetahui sejarahnya.
tujuan dari mempelajari sejarah adalah untuk menggali apa yang terdapat dibalik sejarah itu. Karena di dalam Al-Qur’an sendiri hampir tidak berbicara tentang tempat, sosok tetapi yang dibicarakan adalah peristiwa.


Salah satu sumber sejarah mengatakan bahwa seorang jenderal dan pejuang Muslim Kurdi dari Tikrit, Salahuddin Al-Ayyubi, menghimbau umat Islam di seluruh dunia agar setiap memasuki tanggal 12 Rabiul Awal merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW secara massal. Beliau menyerukan hal itu mengingat adanya gejala menurunnya ghiroh berislam di kalangan masyarakat, sehingga perlu dimotivasi dan digairahkan kembali ruh jihad.
Menurut salah satu sumber referensi (Gumilar Ganda), setidaknya terdapat 4 makna yang bisa didapatkan, sebagai berikut :

Pertama, Makna yang bernilai Spiritual. Dalam peringatan Maulid Nabi saw, umat islam yang merayakan akan mulai bergairah kembali dalam beragama. Mereka akan kembali mengingat baik sejarah, ajaran maupun kehidupan Nabi Muhammad saw sebagai panutan umat islam. Ini bisa menjadi bentuk cerminan rasa cinta dan penghormatan pula, sehingga beribadah bisa semakin khusyu’ dan melanggengkan amalan membaca shalawat kepada Rasulullah saw.


Kedua, Makna yang bernilai Moral. Dengan mengingat kembali kisah hidup Rasulullah saw, ini bisa menjadi alat untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas perbuatan baik yang diajarkan oleh Beliau dan disenangi oleh Allah saw. Kita sebagai umat islam bisa meningkatkan dalam mempraktikan sifat-sifat terpuji yang telah Beliau teladankan.


Ketiga, Makna yang bernilai Sosial. Sebagai sebuah perayaan besar yang melibatkan banyak orang, peringatan maulid Nabi dapat menjadi sarana untuk bisa bersosialisasi dengan umat islam lainnya. Bentuk bersosialisasi ini tidak hanya wujud silaturrahim (menyambung persaudaraan), tetapi juga silatul afkar (menyambung dan bertukar fikiran).


Keempat, Makna yang bernilai Persatuan. Hal ini juga selaras dengan nilai yang dibawakan oleh Salahuddin al-Ayyubi yaitu nilai persatuan. Jadi diceritakan bahwa Salahuddin sebagai panglima perang ingin mempersolid kekuatan dan persatuan pasukan Islam ketika menghadapi perang Salib di masa tersebut.


Jika diaktualisasikan ke zaman kita sekarang ini, maka makna persatuan bisa juga berarti menjalin ukhuwah Islamiyyah (persaudaraan Islam), ukhuwah bainal muslimin(persaudaraan di antara kaum muslimin), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sesama anak bangsa), ukhuwah insaniyah/ ukhuwah basyariyah (persaudaraan sesama manusia sebagai ciptaan Allah).

Siapakah sesungguhnya Nabi Muhammad saw, ?
Nabi Muhammad adalah manusia biasa seperti kita semua, tetapi menjadi manusia istimewa karena beliau mendapatkan wahyu dari Allah swt.
قُلْ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٌۭ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰٓ إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌۭ وَٰحِدٌۭ “Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa”.” (Q.S. Al-Kahfi: 110).
خُلِقَتْ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ Malaikat diciptakan dari cahaya, Iblis diciptakan dari api yang menyala-nyala, dan Adam diciptakan dari apa yang telah disifatkan pada kalian (Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahiihah, Muhammad Nashiruddin Al-Albany, no.458). Hadits ini secara jelas menunjukkan bahwa hanya Malaikat yang diciptakan dari cahaya, bukan Adam dan anak keturunannya.
Wallahu A’lamu Bis-Shawab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *