KLIKMU CO-
Oleh: Mahsun Djayadi*
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تُتْرَكُوا وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَلَمْ يَتَّخِذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَا رَسُولِهِ وَلَا الْمُؤْمِنِينَ وَلِيجَةً ۚ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya : Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan, sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS, Attaubah ayat 16).
مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ ۚ أُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ
Artinya : Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka. (QS, Attaubah ayat 17).
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
Artinya : Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS, Attaubah ayat 18).
Masjid, sesuai namanya, berarti tempat sujud. Sujud secara khusus adalah menempatkan kening di lantai, dalam rangkaian shalat, dengan bacaan tertentu. Namun secara umum, sujud bermakna juga tunduk, patuh dan taat dengan penuh rasa hormat. Dengan demikian bisa difahami bahwa dibangunnya sebuah masjid adalah untuk tempat peribadatan.
Di samping itu, Masjid sejatinya mempunyai multifungsi bagi umat Islam. Tetapi karena kurangnya pemahaman tentang “multi fungsi masjid”, kebanyakan fungsi masjid hanya dijadikan ritual keagamaan semata, sehingga jauh dari harapan dan cita-cita sejarah didirikan masjid.
Oleh karena itu perlu dilakukan revitaslisasi terhadap peran atau fungsi masjid. Tulisan singkat ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang bagaimana mengembangkan dan mengelola masjid, sehingga masjid dapat berperan lebih banyak dalam mengatasi problem umat dan masyarakat serta memberikan gambaran umum tentang kemakmuran jamaah, umat dan masyarakat luas.
Pengelola masjid (Takmir masjid) seharusnya memulai revitalisasi untuk meningkatkan kesejahteraan jamaahnya secara khusus, dan kesejahteraan umat atau masyarakat secara umum, dengan peran yang dilakukan antara lain :
Melakukan penghimpunan dana dan menyalurkan dana kepada dhuafa, di lingkungan sekitar masjid khususnya para jamaah masjid.
Bentuk riil mekanisme pendistribusiannya melalui : Santunan sembako, Kotak sedekah, Kajian Ahad Pagi pencerah, Jum’at Berkah, Buka Bersama di bulan Ramadhan.
Kajian tafsir al-quran, kajian Fiqih, kajian Siroh Nabawiyyah, Taman Pendidikan al-quran, Bantuan pelayanan kesehatan, dan Kegiatan sosial.
PERAN MASJID DALAM MENSEJAHTERAKAN JAMAAH.
Selain itu, masjid juga memiliki fungsi sosial, dalam rangka mewujudkan ketaatan kepada Allah secara lebih luas, terkait dengan sosial (masyarakat). Di antara fungsi sosial masjid adalah sebagai berikut: (1) Tempat Tinggal dan Singgah. Pada Zaman Nabi Muhammad saw, para sahabat yang menuntut ilmu, terutama yang tidak punya rumah, ditempatkan oleh Nabi di masjid. Nabi menamai mereka dengan Ahlush-Shuffah.
Di zaman dinasti Abbasyiyah dibuatlah model “Masjid Khon” yakni masjid yang di sekelilingnya dibangun pondokan untuk menginap santri yang jauh dari luar kota. Di zaman modern saat ini, di beberapa pesantren, santri-santri sudah dibuatkan asrama yang letaknya tidak jauh dari masjid. Di zaman sekarang bermunculan lembaga pendidikan sekaligus disediakan masjid dan asrama yang disebut “Boarding School”. (2) Tempat Istirahat bagi musafir. Tentu dengan persyaratan menjaga kebersihan, mengikuti shalat berjamaah, disediakan air minum atau makanan ringan secara gratis. Sehingga dengan demikian, masyarakat terutama para musafir atau tamu atau warga lainnya, merasakan manfaat keberadaan tempat singgah di masjid tersebut. (3) Tempat Pengobatan Warga. Pada zaman Nabi saw, biasanya seusai peperangan, para sahabat yang terluka diobati di masjid. Semua tanpa bayar, dan sudah menjadi tanggungan masjid. akan lebih baik lagi jika masjid-masjid menambah satu ruangan khusus (klinik) untuk pengobatan gratis bagi jamaah dan warga. Apalagi jika ada jamaah yang menjadi dokter, dapat beramal shalih terjadwal sesuai waktu luangnya, di luar dinasnya, mengabdi di klinik masjid.
Seyogyanya (jika mampu), tersedia mobil ambulan, lengkap dengan tabung oksigen dan sopir yang stand by jika sewaktu-waktu diperlukan jamaah dan warga. Jika ada jamaah atau warga yang perlu dirujuk ke rumah sakit, atau antar jenazah, tinggal menghubungi petugas klinik, maka ambulan dan sopir siap mengantar tanpa dipungut biaya. (4) Tempat Santunan jamaah atau warga dhu’afa. Masjid harus memiliki kepedulian terhadap jamaah atau warga dhuafa, senantiasa berusaha menyiapkan keperluan harian jamaah atau warga yang memerlukan, khsusunya sembako.
(5) Tempat Perlindungan Warga. Dalam kondisi darurat, seperti terjadinya bencana alam, masjid punya peran sosial sebagai tempat perlindungan warga. Karena itu, masjid dibangun sekokoh mungkin dan senyaman mungkin, dengan kapasitas ruangan memadai, dan sarana pendukung, terutama toilet/kamar mandi yang mencukupi dan bersih.
Sebagai ikhtitam, saya ingin menekankan pentingnya mewujudkan fungsi masjid yang telah diuraikan di muka. Bahwa diperlukan jihad (kesungguhan) dalam mengelola masjid sehingga benar-benar masjid memiliki “Multi fungsi” , berproses secara prosedural dan proporsional, membawa kesejahteraan khususnya bagi jamaahnya, dan umumnya bagi warga dan masyarakat luas.
Jika merujuk pada keputusan direktur jendral bimbingan masyarakat islam nomor DJ.II/802 tahun 2014 tentang standar pembinaan manajemen masjid, maka pengelolaan masjid harus benar-benar memenuhi syarat dan standar menejemennya, baik dari sisi Idaroh, Imaroh, maupun Ri’ayah-nya.
*Direktur Ma’had Umar Ibnu Khattab UMSurabaya