Ngaji Reboan #40: Pemimpin Profetika untuk Muhammadiyah Surabaya

1
146
Foto Kyai Mahsun Jayadi ( baret merah) diambil dari dokumen pribadi muhammadiyah ngagel

KLIKMU CO-

Oleh: Mahsun Djayadi*

Rasulullah SAW bersabda:
وَلَا يَحِلُّ لِثَلَاثَةِ نَفَرٍ يَكُونُونَ بِأَرْضِ فَلَاةٍ إِلَّا أَمَّرُوا عَلَيْهِمْ أَحَدَهُمْ
“Tidak diperkenankan bagi tiga orang yang berada di padang luas melainkan mereka mengangkat salah seorang di antara mereka sebagai pemimpin.” (HR. Ahmad)


Hadits di atas mengisyaratkan tidak dibolehkan seseorang hidup tanpa pemimpin meskipun dalam jumlah kecil, hanya tiga orang saja. Maka, suatu keharusan ada satu orang yang diangkat sebagai pemimpin dalam komunitas tersebut. Berbicara tentang pemimpin, maka Nabi Muhammad saw adalah sebuah teladan yang sempurna.

Memimpin dengan gaya teladan Rasulullah saw, menyiratkan pemahaman sebuah model memimpin berbasis wahyu. Ini dikenal dengan kepemimpinan Profetik.
Memahami QS. Al-Mudatsir ayat 1-7.
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ -١- قُمْ فَأَنذِرْ -٢- وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ -٣- وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ -٤- وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ -٥- وَلَا تَمْنُن تَسْتَكْثِرُ -٦- وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ -٧-
Artinya: 1). Hai orang yang berselimut. 2). bangunlah, lalu berilah peringatan. 3). dan Rabb-mu agungkanlah. 4). dan pakaianmu bersihkanlah. 5). dan perbuatan dosa tinggalkanlah. 6). dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. 7). Dan untuk (memenuhi perintah) Rabb-mu, bersabarlah.


Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang bersumber dari Jabir bahwa Rasulullah saw bersabda: “Ketika aku telah selesai uzlah-selama sebulan di gua Hira-, aku turun ke lembah. Sesampainya ke tengah lembah, ada yang memanggilku, tetapi aku tidak melihat seorangpun di sana. Aku menengadahkan kepala ke langit. Tiba-tiba aku melihat malaikat yang pernah mendatangiku di Gua Hira. Aku cepat-cepat pulang dan berkata (kepada Khadijah, isteriku): “Selimuti aku! Selimuti aku!” Maka kemudian turunlah ayat ini (Al-Muddatstsir: 1-7) sebagai perintah untuk menyingsingkan selimut dan berdakwah.


Yaa Ayyuhal Muddatstsir.
Selimut, bisa dianalogikan sebagai bentuk kecemasan. Kecemasan itu kemudian tercermin dalam penampilan yang tidak menarik, lesu, dan tidak ada semangat.


Seorang pemimpin harus menghiasi penampilan dirinya dengan:

Pertama, Appearance (penampilan).

Kedua, Achievement (pencapaian), selalu perform, just deliver your best! (berikan saja yang terbaik).

Ketiga, Attitude (sikap). bahwa sikap-sikap yang positif itu pasti punya pengaruh terhadap orang lain. Pemimpin harus siap sebagai problem solver (pemberi solusi dari masalah) dan bukan bagian dari masalah, apalagi selalu menimbulkan masalah.


Qum Fa Andzir.
Qum, Bangkitlah, ini sebuah diksi yang menunjukkan “semangat” dalam memimpin. kalau lagi ada masalah itu kita harus bangkit dan melakukan sesuatu untuk menyelesaikannya! Untuk menghilangkan emosi-emosi negatif dan kegalauan.


William Foote Whyte, menyebutkan ada 4 faktor yang menentukan seseorang menjadi pemimpin yang baik:


Operational leadership, orang yang paling banyak inisiatif, dapat menarik dan dinamis, menunjukkan pengabdian yang tulus, serta menunjukkan prestasi kerja yang baik.


Popularity, orang yang paling banyak dikenal oleh masyarakat atau lingkungan dia berada. Dikenal karena kepribadiannya, kepeduliannya, dan keberpihakannya (solidarity).


The Assumed representative, orang yang dapat mewakili kelompoknya. Dia dianggap oleh masyarakatnya sebagai sosok yang bisa menyampaikan aspirasi, serta dipercaya mewakili kepentingan mereka.


The Prominent Talent, seseorang yang memiliki bakat kecakapan yang menonjol dalam kelompoknya. Mempunyai sesuatu yang “istimewa” yang membedakan dirinya dengan orang lain.


Wa Robbaka Fakabbir.
Bertauhid kepada Allah adalah merupakan landasan paling asasi dalam kehidupan. Ini merupakan fondasi yang paling asasi yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin. Paradigma berfikir dan bertindak-nya harus selalu berbasis Aqidah/ keimanan kepada Allah swt.


Seorang pemimpin harus beraqidah lurus (al-aqidah al-shahihah) sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab HPT (Himpunan Putusan Tarjih), dan faham ideologi Muhammadiyah.


Wa Tsiyabaka Fathohhir.
Secara harfiah, Pakaian seorang muslim harus senantiasa bersih, suci, menutup aurat sesuai ajaran agama Islam. Penampilan fisik yang bagus akan menumbuhkan “marwah” dan kepribadian seorang muslim di hadapan manusia maupun di hadapan Allah. Seorang pemimpin dengan tampilan fisik yang baik dan didukung oleh kepribadian yang anggun, akan memunculkan aura seorang pemimpin yang kharismatik dan berwibawa.


Secara maknawi, Pakaian merupakan sebuah metafor bagi sarana atau alat perjuangan.
Dari sini, bisa difahami bahwa dakwah Islam membutuhkan sarana atau alat. Dalam hal ini Persyarikatan Muhammadiyah adalah sarana atau alat dakwah. (al-Haqqu Bilaa Nizhomin Yaghlibuhu al-Bathilu Bi al-Nizhoomi. Oleh sebab itu seluruh perangkat dan pengurus yang terlibat dalam organisasi atau persyarikatan, haruslah orang-orang yang bersih fisik dan mentalnya, bersih dan jernih fikirannya, serta lurus niyatnya. Dan tak kalah penting adalah senantiasa Ikhlash dalam seluruh aktifitasnya.


Wa al-Rujza Fahjur.
Seorang pemimpin harus berkarakter akhlaqul karimah. Memiliki integritas yang tinggi, serta terhindar dari akhlaq madzmumah. Jika seorang pemimpin tidak jelas karakternya, tidak jelas integritasnya, maka yang akan terjadi adalah lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin tersebut. Tidak layak seorang pemimpin bicaranya suka menyinggung perasaan orang lain. Tidak layak seorang pemimpin tidak memiliki Muru’ah. Tidak layak seorang tokoh manyarakat, apalagi tokoh agama dan persyarikatan berprilaku yang bisa mengurangi bahkan menghilangkan “marwah” kepribadiannya.


Wala Tamnun Tastaktsir.
Seorang pemimpin harus memahami bahwa dirinya ini adalah tidak lebih seorang hamba Allah yang lemah. Apa saja yang sudah dia berikan atau dedikasikan untuk kepentingan dakwah islam baik berupa harta benda maupun fikiran, yang di hadapan Allah sebenarnya tidak seberapa nilainya, tetapi dia sudah merasa itu besar sekali, sehingga harapannya dia akan mendapat balasan jauh lebih besar. Jangan suka menepuk dada atas jasa yang telah diberikan kepada umat. Jangan merasa sebagai pahlawan di saat orang lain tidak bisa berbuat sebagaimana dia berbuat.


Wa Lirobbika Fash-bir.
Seorang pemimpin seyogyanya harus sadar bahwa perjalanan kepemimpinan tidak selalu mulus tanpa hambatan. “La Tunalu al-Izzatu illa Bimururi al-baliyyah”, tidak akan bisa tercapai sebuah cita-cita atau kemulyaan kecuali pasti melalui berbagai kesulitan, hadangan, atau rintangan.


Seorang pemimpin harus sadar bahwa perjuangan itu tidak bisa ditarget berhasil dalam satu hari, satu pekan, satu bulan, satu tahun dan seterusnya. Tetapi dakwah adalah kegiatan multi dialog, multi approach, dan multi metoda, sehingga dakwah akan berjalan sepanjang masa, sepanjang hayat masih di kandung badan. Oleh sebab itu seorang pemimpin harus memiliki tingkat kesabaran yang tinggi. Sabar dalam arti teguh pendirian dalam menyuarakan dan mengamalkan ajaran kebenaran, teguh dan tabah ketika menghadapi cobaan dan berbagai rintangan. Sabar juga berarti tidak merasa besar kepala ketika mendapat pujian dan tidak merasa sedih ketika mendapat celaan atau hinaan.

*Direktur Ma’had Umar Ibnu Khattab UMSurabaya

1 KOMENTAR

  1. Simply wish to say your article is as astounding.
    The cⅼarity in yоur post is simply eⲭcellent and i can assume you are an expert on this subject.
    Fine with your permission let me to grab your feed to keep up to date
    with forthcoming post. Thanks a million and please carry on the enjoyable work.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini