KLIKMU CO-
Oleh: Mahsun Djayadi*
Musibah berasal dari bahasa arab, dari kata “ashaba” ( أَصَبَ ) yang artinya mengenai, menimpa, atau membinasakan. Musibah juga berarti kemalangan “al-Baliyyah” ( أَلبَـلِيَّـةْ ) atau setiap kejadian yang tidak diinginkan.
Musibah yang menimpa manusia merupakan ujian dan cobaan, baik untuk menguji kesabarannya maupun keimanannya. Selain itu musibah juga merupakan suatu peringatan bagi setiap manusia, agar selalu bersyukur dan beriman, dan tidak lupa terhadap sang pencipta atas kemegahan dan kenikmatan dunianya.
Prof. Hamka (dalam tafsir al-Azhar), maupun Prof Quraisy Sihab (dalam tafsir al-Misbah), hampir senada memaknai musibah. Bahwa musibah pada hakikatnya segala peristiwa yang terjadi atas izin Allah dan sudah ditetapkan di lauhul mahfuzh yang diletakkan-Nya pada hukum alam. Esensi manusia di alam ini merupakan bagian darinya, sehingga manusia tidak dapat melepaskan dari segala peristiwa yang terjadi di alam ini, termasuk musibah.
Bentuk-bentuk musibah antara lain :
Pertama. Musibah dalam bentuk bencana alam, gempa, banjir bandang, badai, erupsi gunung berapi, petir dan halilintar, sebagaimana firman Allah dalam QS Hud ayat 89 :
وَيٰقَوْمِ لَا يَجْرِمَنَّكُمْ شِقَاقِيْٓ اَنْ يُّصِيْبَكُمْ مِّثْلُ مَآ اَصَابَ قَوْمَ نُوْحٍ اَوْ قَوْمَ هُوْدٍ اَوْ قَوْمَ صٰلِحٍ ۗوَمَا قَوْمُ لُوْطٍ مِّنْكُمْ بِبَعِيْدٍ ٨٩
Artinya : Dan wahai kaumku! Janganlah pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu berbuat dosa, sehingga kamu ditimpa siksaan seperti yang menimpa kaum Nuh, kaum Hud atau kaum Saleh, sedang kaum Lut tidak jauh dari kamu.
Kedua.Musibah dalam bentuk kematian. firman Allah dalam QS al-Maidah ayat 106 :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا شَهَادَةُ بَيْنِكُمْ اِذَا حَضَرَ اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ حِيْنَ الْوَصِيَّةِ اثْنٰنِ ذَوَا عَدْلٍ مِّنْكُمْ اَوْ اٰخَرٰنِ مِنْ غَيْرِكُمْ اِنْ اَنْتُمْ ضَرَبْتُمْ فِى الْاَرْضِ فَاَصَابَتْكُمْ مُّصِيْبَةُ الْمَوْتِۗ تَحْبِسُوْنَهُمَا مِنْۢ بَعْدِ الصَّلٰوةِ فَيُقْسِمٰنِ بِاللّٰهِ اِنِ ارْتَبْتُمْ لَا نَشْتَرِيْ بِهٖ ثَمَنًا وَّلَوْ كَانَ ذَا قُرْبٰىۙ وَلَا نَكْتُمُ شَهَادَةَ اللّٰهِ اِنَّآ اِذًا لَّمِنَ الْاٰثِمِيْنَ ١٠٦
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Apabila salah seorang (di antara) kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan (agama) dengan kamu. Jika kamu dalam perjalanan di bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian, hendaklah kamu tahan kedua saksi itu setelah salat, agar keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu ragu-ragu, “Demi Allah kami tidak akan mengambil keuntungan dengan sumpah ini, walaupun dia karib kerabat, dan kami tidak menyembunyikan kesaksian Allah; sesungguhnya jika demikian tentu kami termasuk orang-orang yang berdosa.
Ketiga. Musibah dalam bentuk kelaparan, ketakutan, kekurangan harta dan bahan pangan. Sebagaimana firman Allah dalam QS al-Baqarah ayat 155 :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ ١٥٥
Artinya : Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”
Contoh musibah yang disebabkan kemaksiatan atau kejahatan manusia :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (٤١)
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).(QS. Ar-rum ayat 41).
Imam Jalaludin dalam Tafsir Jalalain menjelaskan lafal بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ (karena perbuatan tangan manusia) dengan arti مِنَ الْمَعَاصِى, yang berarti “karena maksiat”. Artinya bahwa kerusakan di bumi ataupun di langit timbul karena ulah manusia, yaitu sebab kemaksiatan yang mereka lakukan.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ رواه البخاري
Artinya : Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan maka Allah akan memberikan musibah/cobaan (HR Bukhari).
Hal ini membuktikan bahwa di setiap musibah atau kesulitan ada kebaikan yang Allah selipkan di dalamnya. Hanya orang-orang yang sadar dan sabarlah yang akan meraih kebaikan tersebut. Musibah pun bisa memicu mahabbah (rasa cinta). Selain dari kebaikan-kebaikan yang bersifat relatif, kesabaran dalam menerima musibah adalah cara Allah menghapuskan dosa-dosa, sebagaimana sabda Beliau :
مَايُصِيْبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ نَصَبٍ وَلَاوَصَبٍ وَلَاهَمٍّ وَلَاحُزْنٍ حَتَّى الشَّوْكَةَ يُشَاقُّهَا اِلَّا كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ رواه البخاري
Artinya : Tidak ada yang menimpa seorang mukmin dari kelelahan, penyakit, kesusahan, kesedihan, hingga duri yang menusuk tubuhnya, kecuali Allah menghapus kesalahan-kesalahannya” (HR. Bukhari).
MAKNA TAKZIYAH DALAM ISLAM.
Arti takziah menurut bahasa berasal dari kata ‘azza-yu’azzi-ta’ziah artinya memuliakan, mengangkat, menghibur dan menyebarkan. Dalam arti menyebarkan orang-orang yang ditinggal wafat keluarga mereka dengan menceritakan hal-hal yang dapat menghibur dan meringankan kesedihan mereka.
Sebagian ahli yang lain mengatakan bahwa Takziyah berasal dari kata ‘Azza-ya’izzu-izzatan- ta’ziyatan. Artinya sesuatu yang tinggi, terangkat menopang, mendorong. (Lihat Aziz Dahlan, dan A Hidayat).
Dari tinjauan bahasa tersebut maka dapat dita’rifkan bahwa Takziyah adalah menghibur keluarga yang ditinggal wafat, dengan ungkapan-ungkapan yang menyenagkan, bersabar, meninggikan atau mengungkapkan kebaikan-kebaikan almarhum/almarhumah, sehingga keluarga yang ditinggalkan kembali tegar dan optimistis.
Mengenai takziah, diantara tuntunan Nabi Muhammad saw dalam hal ini adalah :
ان لله ما اخذ وله ما اتى , وكـل شيـئ عـنده بأجـل مسـمى , فـلـتصبر ولـتحـتسب (رواه البخارى) .
Artinya : Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah apa yang diambilnya, kepunyaan-Nyalah yang diberikan-Nya, dan segala sesuatu mempunyai masanya yang ditentukan disisi-Nya. Maka bersabarlah dan berharaplah akan pahalanya. (HR. Bukhari).
Diantara dalil pensyariatannya adalah sebuah hadits :
مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يُعَزِّي أَخَاهُ بِمُصِيبَةٍ إِلاَّ كَسَاهُ اللَّهُ مِنْ حُلَل الْكَرَامَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Tidaklah seorang Mukmin bertakziyah kepada saudaranyayang terkena musibah kecuali Allah akan memakaikan pakaiankemulian kepadanya di hari kiamat.” ( HR. Ibn Majah)
BEBERAPA HIKMAH DARI SEBUAH MUSIBAH
Musibah, memang bisa dimaknai secara negativ, tetapi juga bisa dimaknai secara positiv. Hal ini bisa difahami hanya oleh orang-orang beriman dan berfikiran jernih.
Berikut ini ada beberapa hikmah yang bisa peroleh dari adanya “musibah” :
Pertama, musibah itu ibarat laboratorium keimanan dan kesabaran untuk penyadaran bahwa manusia itu milik Allah dan pasti kembali kepada-Nya. Firman Allah QS al-Baqarah :156 :
ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوٓا۟ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ
Artinya: (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.
Kedua, musibah itu merupakan salah satu cara Allah untuk mengingatkan manusia agar tidak melampaui batas, tidak melakukan kema’siyatan dan membuat kerusakan di muka bumi. Musibah menyadarkan manusia agar bertaubat dan bertaqorrub kepada Allah.
Ketiga, musibah dan bencana alam merupakan tanda kekuasaan Allah. Semua fenomena alam didesain agar manusia terus belajar, membaca, dan memaknai ayat-ayat Allah di alam raya maupun di dalam Alquran (ayat-ayat kauniyyah dan ayat-ayat Qur’aniyyah).
Keempat, musibah itu awalnya penuh duka, namun perlahan tetapi pasti akan berganti menjadi sukacita dan bahagia. Musibah mengajarkan pentingnya bersikap optimistis karena kehidupan itu tidak selamanya dalam kesulitan dan kedukaan. Badai pasti berlalu karena, Sesungguhnya kesulitan selalu dibarengi kemudahan. (QS al-Insyirah ayat 6).
فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا
Artinya: Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا
Artinya: sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Kelima, musibah itu menyadarkan bahwa manusia itu lemah, tidak bisa melawan “kekuatan alam” ciptaan Allah. Hanya Allah yang Mahakuat, Mahabesar, dan Mahakuasa. Maka dengan adanya musibah menumbuhkan rasa kemanusiaan universal untuk berempati dan berbagi, bahwa musibah itu meneguhkan persaudaraan dan solidaritas sosial.
*Direktur Ma’had Umar Ibnu Khattab UMSurabaya