KLIKMU CO-
Oleh: Mahsun Djayadi*
Diksi “Umat Terbaik” seringkali diungkapkan oleh kebanyakan kaum muslimin sebagai ungkapan yang mengandung “idealisasi” suatu kondisi umat Islam yang ideal dalam segala segi kehidupannya, meskipun dalam kenyataannya terkesan malah terjadi paradok antara idealita dengan realita, antara dassolen dengan dassein.
Umat terbaik, sejatinya diserap dari bahasa al-Qur’an “Khaira Ummah”. Yakni dalam al-Qur’an surat Ali Imron ayat 110:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ ۗ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ ٱلْكِتَٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم ۚ مِّنْهُمُ ٱلْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Secara letterlik, kata كنتم – berarti “Kalian dulu adalah”. khobarnya adalah: idhofah (kata majemuk) خير أمة (khairu ummatin). Karena harus manshub, maka menjadi khaira ummatin.
Sekarang, pertanyaannya: kalau secara tatabasa kata kuntum, artinya “dulu kalian” atau past-tense, apakah artinya sekarang tidak berlaku lagi? Ada 2 alternatif jawabannya:
Secara bahasa, kata kaana (dulu dia adalah) tidak selalu artinya dulu, tapi bisa juga berarti senantiasa. Contohnya, di AQ banyak ayat yang menyebutkan sifat Allah dengan kata kaana: wa kaanalaahu ‘aliiman ghafuuran : dan senantiasa Allah bersifat maha tahu dan maha pengampun. Sehingga jika dipakai kaidah ini pada ayat tsb, bisa juga di tarjamahkan: Senantiasa kalian umat muslim menjadi umat terbaik.
Ada juga yang menafsirkan bahwa, ayat tersebut memang berlaku untuk masa lalu, tetapi bisa dibawa ke masa depan asal ada syarat yang harus dilakukan. Syaratnya yaitu dijelaskan di ayat tersebut, bahwa: Kalian akan jadi umat terbaik selama kalian melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, dan memiliki iman kepada Allah yang kuat.
Imam Ahmad menyatakan: telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Ibnu Zuhair, dari Abdullah (yakni Ibnu Muhammad ibnu Aqil), dari Muhammad ibnu Ali (yaitu Ibnul Hanafiyyah), bahwa ia pernah mendengar sahabat Ali ibnu Abu Talib r.a. menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda: Aku dianugerahi pemberian yang belum pernah diberikan kepada seorang nabi pun. Maka kami bertanya: Wahai Rasulullah, apakah anugerah itu? Nabi saw menjawab: Aku diberi pertolongan melalui rasa gentar (yang mencekam hati musuh), dan aku diberi semua kunci perbendaharaan bumi, dan aku diberi nama Ahmad, dan debu dijadikan bagiku suci (lagi menyucikan), dan umatku dijadikan sebagai umat yang terbaik, (hadis ini derajatnya hasan).
Dalam Tafsir Al-Muyassar (Kementerian Agama Saudi Arabia) dijelaskan:
Kalian itu (wahai umat Muhammad), adalah sebaik-baik umat dan orang-orang yang paling bermanfaat bagi sekalian manusia, kalian memerintahkan kepada yang ma’ruf, yaitu segala yang diketahui kebaikannya menurut syariat maupun akal, dan kalian melarang kemungkaran, yaitu segala yang diketahui keburukannya menurut syariat maupun akal, dan beriman kepada Allah dengan keimanan mantap yang dikuatkan dengan amal perbuatan nyata.
Menurut Tafsir Al-Mukhtashar (Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid) dijelaskan:
Kalian wahai umat nabi Muhammad saw adalah sebaik-baik umat yang Allah keluarkan untuk umat manusia dalam hal keimanan dan amal perbuatan. Kalian adalah manusia yang paling bermanfaat bagi umat manusia. Kalian menyuruh berbuat yang makruf yang dianjurkan oleh syariat dan dinilai baik oleh akal sehat. Kalian juga melarang berbuat yang mungkar yang dilarang oleh syariat dan dinilai buruk oleh akal sehat. Dan kalian beriman kepada Allah dengan keimanan yang mantap dan dibuktikan dengan amal perbuatan.
Ayat penguat dari pernyataan ini adalah dalam Surat Al-Hujurat Ayat 15:
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا۟ وَجَٰهَدُوا۟ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلصَّٰدِقُونَ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.
Bagaimana Mewujudkan Umat Terbaik?
Untuk mewujudkan umat terbaik tersebut dilakukan secara simultan:
Menggencarkan dakwah Islam amar makruf nahi munkar secara holistik baik melalui bermacam cara, bilisanil maqal (ceramah dan kajian/diskusi), bilisanil kitabah (tulisan, buku, journal, dll), bilisanil hal (perbuatan nyata, santunan, pemberdayaan ekonomi umat), bilisanis-siyasah (politik kenegaraan dan lembaga-lembaga pemerintahan), bilisanil medsosiyyah (literasi lewat media sosial, internet, webb set, tiktok, Fb, IG, dll), maupun bermacam segmen obyek dakwah baik kepada “ummat dakwah” (umat manusia yang belum beraga Islam), maupun kepada “ummat ijabah” yakni umat manusia yang sudah memeluk Islam).
Melakukan penguatan aqidah, penguatan ideologi, sehingga hilang rasa tasykik (keraguan), kemudian muncullah semangat jihad (jihad dalam kondisi damai membutuhkan waktu yang lama dan dana yang cukup seperti melalui lembaga pendidikan dll. maupun jihad dalam kondisi Ghozaawa).
Kesimpulan:
Rujukan utama “umat terbaik” atau “khaira Ummah” terdapat dalam al-Qur’an surat Ali Imron ayat 110. Ayat tersebut mengandung suatu dorongan kepada kaum mukminin agar tetap memelihara sifat-sifat utama itu dan agar mereka tetap mempunyai semangat yang tinggi dalam menapaki kehidupan, serta menjaga kedekatan hubungan secara vertikal kepada Allah swt, maupun secara horizontak kepada sesama manusia dan alam semesta.
Umat yang paling baik di dunia adalah umat yang mempunyai dua macam sifat, yaitu mengajak kebaikan serta mencegah kemungkaran, dan senantiasa beriman kepada Allah.
Sifat-sifat yang demikian itu telah dimiliki oleh kaum Muslimin pada masa Nabi dan telah menjadi darah daging dalam diri mereka karena itu mereka menjadi kuat dan jaya. Dalam waktu yang singkat mereka telah dapat menjadikan seluruh tanah Arab tunduk dan patuh di bawah naungan Islam, hidup aman dan tenteram di bawah panji-panji keadilan, padahal mereka sebelumnya adalah umat yang berpecah-belah selalu berada dalam suasana kacau dan saling berperang antara sesama mereka.
Posisi sebagai umat terbaik ini adalah berkat keteguhan iman dan kepatuhan mereka menjalankan ajaran agama dan berkat ketabahan dan keuletan mereka menegakkan amar makruf dan mencegah kemungkaran. Iman yang mendalam di hati mereka selalu mendorong untuk berjihad dan berjuang untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.
Kita di zaman sekarang pun tetap wajib mewujudkan umat Islam ini sebagai umat terbaik dengan catatan wajib melakukan dua hal secara simultan yakni menggencarkan dakwah Islam amar makruf nahi munkar secara luas, dan melakukan penguatan-penguatan aqidah atau keimanan.
Wallohul Musta’an ilaa Sabiilirrahman.