Ngaji Reboan #48: Nasihat Jibril Kepada Nabi Muhammad saw untuk Kita Kaum Muslimin

0
513

KLIKMU CO-

Oleh: Mahsun Djayadi*

Rasulullah saw pernah mendapatkan nasihat dari malaikat Jibril ‘alaihissalam yang menyampaikan pesan penting untuk kita semua perihal kehidupan dan kematian, cinta dan perpisahan, perbuatan dan balasan, serta kemuliaan dan salat malam.


Matan haditsnya sebagai berikut:
عـن سهـل بن سعد رضي الله عـنه قال , قال رسـول الله صلى الله عليه وسـلم :
أتاني جبريلُ ، فقال : يا محمدُ عِشْ ما شئتَ فإنك ميِّتٌ ، وأحبِبْ ما شئتَ ، فإنك مُفارِقُه ، واعملْ ما شئتَ فإنك مَجزِيٌّ به ، واعلمْ أنَّ شرَفَ المؤمنِ قيامُه بالَّليلِ ، وعِزَّه استغناؤه عن الناسِ
Artinya: Sahl bin Sa’ad ra. berkata: telah bersabda Rasulullah saw: Jibril ‘alaihissalam pernah datang kepadaku seraya berkata, Hai Muhammad:

Hiduplah sesukamu, sesungguhnya engkau akan menjadi mayit (mati). Dan cintailah siapa saja yang engkau senangi, sesungguhnya engkau pasti akan berpisah dengannya. Dan berbuat/beramallah semaumu, sesungguhnya engkau akan menuai balasannya. Dan ketahuilah bahwa kemuliaan seorang mukmin terletak pada shalat malamnya.

Dan kehormatannya adalah rasa kecukupan tidak menggantungkan dari manusia. (HR. Thabrani dan dinilai hasan oleh Syekh Al-Albani rahimahullah dalam Silsilah Ahadits Shahihah, no. 831)

Pertama, عِشْ مَا شِــئْتَ فَإِنَّـكَ مَـيِّتٌ. (hiduplah sesukamu, karena sesungguhnya kamu akan mati).
Kematian merupakan hal yang pasti dan tidak mungkin seorang makhluk-pun dapat terhindar daripada-nya ( كل نفس ذائـقة الـمـوت ). Bahwa menjalani kehidupan bagi manusia diberi kebebasan memilih, jika kemudian memilih jalan kehidupan yang bernilai “keburukan” silahkan saja itu pilihanmu. Jika kamu memilih jalan yang penuh dengan dosa, itu hakmu. Jika kamu memilih jalam yang menuju kebaikan dan taqwa juga menjadi pilihanmu. Ingin membangun kepribadian yang anggun dan mulia, ataukah memilih berjiwa kerdil sehingga mengarah kepada kehinaan, terserah kamu, itu pilihanmu.


Sadarilah bahwa kematian bukanlah akhir segalanya. Kematian adalah awal, awal untuk menjalani kehidupan baru yang lebih luas dan dahsyat. Kehidupan baru yang akan menentukan nasib akhir setiap manusia, beruntung atau celaka, mendapat nikmat atau siksa, neraka atau Syurga.

Kedua, وَأَحْبِبْ مَنْ شِئْتَ فَإِنَّكَ مَفَارِقُهُ (dan cintailah siapapun yang kamu sukai, karena sesungguhnya kamu akan berpisah dengannya).
Bahwa “mencintai” dan juga “dicintai” adalah merupakan fithrah manusia, bahkan menjadi hiasan hidup di dunia ini:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ ٱلشَّهَوَٰتِ مِنَ ٱلنِّسَآءِ وَٱلْبَنِينَ وَٱلْقَنَٰطِيرِ ٱلْمُقَنطَرَةِ مِنَ ٱلذَّهَبِ وَٱلْفِضَّةِ وَٱلْخَيْلِ ٱلْمُسَوَّمَةِ وَٱلْأَنْعَٰمِ وَٱلْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَٰعُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَٱللَّهُ عِندَهُۥ حُسْنُ ٱلْمَـَٔابِ
Artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik. QS Ali Imron ayat 14.
Cintailah kekasihmu (pasangan hidupmu), cintailah anak-anakmu, cintailah harta bendamu emas perak atau permata lainnya, cintailah kendaraanmu, hewan piaraanmu, cintailah apapun yang kamu suka. Tetapi sadarilah semua itu tidaklah kekal. Semua ada batasnya. Yang jelas kamu pasti akan berpisah dengan semua yang kamu cintai itu.

Ketiga, وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِه (dan berbuat atau meramallah sesuka hatimu, maka sesungguhnya kamu akan menuai balasan karenanya).
Sadarilah bahwa tidak ada perbuatan manusia yang bebas nilai. Semua perbuatan, semua aktifitas manusia di dunia ini “punya nilai”. Bernilai baik, atau bernilai buruk.
Firman Allah dalam al-Qur’an secara tegas:
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُۥ
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. QS Azzalzalah ayat 7.
وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُۥ
Artinya: Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.
Jadi, sekecil apapun kebaikanmu Allah akan membalsanya, begitu pula sekecil apapun keburukanmu Allah pun akan memberi balasannya. Dengan kata lain bahwa pekerjaan apapun, amal perbuatan apapun (yang baik maupun yang buruk) semuanya akan dimintai pertanggung jawaban. Balasan yang diberikan Allah bisa langsung ketika di dunia ini, dan bisa juga ditunda balasannya di akhirat nanti.

Keempat, واعلمْ أنَّ شرَفَ المؤمنِ قيامُه بالَّليلِ (dan ketahuilah bahwa kemuliaan seorang mukmin terletak pada shalat malamnya).
Bahwa shalat malam (qiyamullail/ Tahajud) adalah salah satu shalat Nawafil (shalat sunnah), tetapi sungguh-sungguh shalat malam ini memiliki beberapa keistimewaan, antara lain, akan ditempatkan oleh Allah pada maqom atau derajat yang mulia baik di dunia maupun di akhirat, sebagaimana firmannya:
وَمِنَ ٱلَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِۦ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا
Artinya: Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. QS al-Isra’ ayat 79.
Selain itu, bahwa shalat malam (Qiyamullail) lebih khusyu’ dan lebih dahsyat kesannya, sebagaimana firman Allah swt:
إِنَّ نَاشِئَةَ ٱلَّيْلِ هِىَ أَشَدُّ وَطْـًٔا وَأَقْوَمُ قِيلًا
Artinya: Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.

Kelima, وعِزَّه استغناؤه عن الناسِ (Dan kehormatannya (manusia) adalah rasa kecukupan tidak menggantungkan dari manusia.
Menjadi manusia terhormat adalah manusia yang bermental memberi dan bukan bermental pengemis. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Islam mengajarkan agar manusia menjadi pribadi yang mandiri tetapi memiliki kepedulian yang tinggi terhadap sesama manusia. Yang lebih hina lagi adalah menggantungkan diri pada manusia sehingga menjadi bermental jongos.
Salah satu hadits yang mengutamakan sikap mandiri adalah sebagai berikut:
عَنْ أَبِي عُبَيْدٍ، مَوْلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا، فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ»
Artinya: dari Abu Ubaid, hamba Abdurrahman bin Auf. Ia mendengar Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda: Sungguh, pikulan seikat kayu bakar di atas punggung salah seorang kamu (lantas dijual) lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain, entah itu diberi atau tidak diberi. HR Bukhari.

Wallaahul Musta’an Ilaa Sabiilirrahman.

*Direktur Ma’had Umar bin Khattab UMSurabaya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini